Share

Bab 2.

Author: Haniocta_
last update Huling Na-update: 2025-06-11 12:11:01

Di tengah malam yang sepi, Lucas mengendarai mobilnya sambil menerima telepon. Pandangannya sesekali menatap layar mobil, tempat panggilan teleponnya dengan sang ibu terhubung melalui layar mobil.

"Lucas, ini sudah batasnya," suara Indira terdengar tegas dari speaker mobil. "Kamu tidak punya pilihan lagi. Kalau kamu tidak menikah tahun ini, semua yang kita lakukan akan sia-sia karena jatuh ke tangan Adi. Kamu ingin melihat sainganmu itu jadi penerus perusahaan?"

Lucas menghela napas panjang. "Aku akan cari jalan keluarnya, Ma. Tapi aku perlu waktu. Tidak bisa buru-buru."

"Tidak ada waktu lagi, Lucas! Kamu tahu betapa kakek tidak main-main dengan ucapannya. Kalau kamu tidak memenuhi syarat ini, semua usaha kita selama ini akan sia-sia. Adi tidak pantas. Kamu yang pantas jadi penerus perusahaan keluarga ini."

Lucas memijat pelipisnya sambil menatap jalan, pikiran berkecamuk. "Ma, nanti aku pikirkan caranya, sekarang aku lagi nyetir—"

Sebelum Lucas menyelesaika kalimatnya, dia dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba muncul di depan mobilnya, berdiri di tengah jalan. Refleksnya terlambat, dan tanpa sempat menghindar, mobil Lucas orang itu dengan keras.

Tubuh Sera terpental dan jatuh di aspal, terdengar bunyi benturan yang membuat jantung Lucas berdegup kencang. Lucas menginjak rem kuat-kuat hingga mobilnya berhenti dengan suara decit ban yang keras.

"Astaga ... apa yang kulakukan?" monolog Lucas panik, rasa takut mulai menyelimutinya. Dia menekan tombol di layar mobil untuk memutus panggilan telepon ibunya dan langsung keluar dari mobil.

Lucas berlari mendekati Sera yang tergeletak di jalan. Wajahnya penuh luka, dadanya naik-turun dengan napas terputus-putus.

"Ya Tuhan ...," Lucas bergumam penuh rasa bersalah dan cemas.

Tanpa berpikir panjang, Lucas segera berlari kembali ke mobil, membuka pintu dengan cepat dan meraih ponsel yang tertinggal di dashboard. Sambil menekan nomor darurat, dia kembali pada Sera, berlutut di sampingnya. "Hei, kamu mendengarkanku?" Lucas berbicara pelan, berharap Sera merespons meski kelopak matanya tetap terpejam.

Sera tidak bergerak.

Lucas menatap wajah Sera dengan perasaan bersalah yang mendalam. "Ambulans akan segera datang. Bertahanlah, oke?"

Lucas menunggu kedatangan ambulans dengan cemas. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya suara sirine ambulans terdengar semakin mendekat. Para medis segera memasukkan Sera ke ambulans. Lucas yang panik pun ikut masuk ke ambulans.

Selama perjalanan ke rumah sakit, jantung Lucas tidak berhentinya berdebar hebat. Wajahnya tegang karena takut Sera tidak selamat. Perasaan bersalah menghantuinya. Pikiran buruk terus-menerus menghantuinya, mulai dari skandal media hingga bayangan ancaman hukum yang mungkin harus dihadapinya.

Lucas baru merasa lega ketika mereka tiba di rumah sakit dan dokter langsung menangani Sera. Namun, tidak dapat dipungkiri kalau Lucas masih merasa takut dan bersalah. Dia semakin tertekan saat melihat ponselnya penuh dengan panggilan tidak terjawab dan pesan dari ibunya yang penuh kemarahan.

Setelah beberapa jam, dokter membawa Sera ke ruang perawatan intensif. Kondisinya stabil, tapi masih belum sadar sepenuhnya. Lucas memilih menunggu Sera siuman. Pasalnya dia tidak tahu identitas Sera sebenarnya. Wanita itu tidak memiliki kartu identitas.

Sepanjang malam Lucas terjaga, tapi Sera tidak kunjung sadar. Mata Lucas merah karena kurang tidur. Dering ponsel Lucas memecah keheningan di ruang perawatan Sera. Lucas merogoh saku jasnya untuk mengabil ponselnya yang berdering.

Nama Andra—asisten Lucas—tertera di layar. Lucas menghela napas panjang sebelum menjawab. "Ya, Andra, ada apa?" suaranya serak, tanda kelelahan.

"Pak Lucas, saya hanya ingin mengingatkan. Hari ini Bapak harus pergi ke Novaterra untuk meninjau ulang proyek pembangunan kawasan bisnis. Pertemuan dengan tim lapangan sudah dijadwalkan pukul satu siang," ujar Andra, di seberang telepon sana.

Lucas mengusap wajahnya. "Astaga, aku hampir lupa. Oke, aku akan segera bersiap. Pesankan tiket penerbangan pagi ini, aku akan berangkat langsung ke bandara."

"Baik, Pak," jawab Andra sebelum panggilan berakhir.

Lucas segera mencari perawat untuk meminta mereka menjaga Sera, serta meminta perawat untuk segera menghubunginya kalau Sera sudah sadarkan diri.

Lucas melirik Sera untuk terakhir kali melalui pintu kaca. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbalik dan berjalan cepat menuju lift, meninggalkan rumah sakit. Lucas kembali ke apartemennya terlebih dahulu untuk berganti pakaian, setelah itu barulah dia pergi ke bandara.

Dua hari kemudian.

Ruangan rumah sakit begitu hening, hanya suara mesin yang bekerja memastikan kondisi pasien.

Perlahan, Sera mulai bergerak pelan. Kelopak matanya berkedip-kedip, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk. Kepalanya terasa berat, seluruh tubuhnya pegal, seolah-olah baru bangun dari tidur yang sangat lama.

Saat mata Sera terbuka penuh, dia menatap plafon putih di atasnya. Namun, sebelum Sera sempat memahami situasi di sekitarnya, sebuah suara memecah keheningan.

"Akhirnya, kamu sadar juga."

Sera menoleh dengan mata melebar. Napasnya tertahan, dadanya berdegup kencang. Tubuhnya terasa membeku di atas tempat tidur.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrak Miliarder Arogan   Bab 13.

    Sera hanya bisa diam, tubuhnya terasa kaku, dan kepalanya tertunduk semakin dalam. Napasnya pendek-pendek, berusaha menenangkan diri meskipun situasinya terasa semakin mencekam. "Lucas," panggil Indira begitu panggilan tersambung, tetapi tidak ada jawaban di ujung sana. Dia menurunkan ponselnya, mendengkus pelan, dan kembali mencoba. Kali ini, nada panggilan berlangsung lebih lama, tetapi Lucas tetap tidak menjawab. "Anak ini benar-benar!" geram Indira. Dia kembali menekan nomor Lucas, tatapannya masih tidak lepas dari Sera, seolah memastikan bahwa perempuan muda itu tidak akan kabur. Sera menggigit bibir bawahnya. "Astaga, Lucas! Beraninya kamu mengabaikan ibumu seperti ini?!" Akhirnya, pada panggilan keempat, sambungan terhubung. "Ma, aku sib—" suara Lucas terdengar di ujung sana. “Lucas,” suara ibunya memotong. “Pulang ke apartemenmu sekarang. Kita harus bicara.” Lucas terdiam sesaat, otaknya mencoba

  • Istri Kontrak Miliarder Arogan   Bab 12.

    Sera mengernyit bingung, tetapi dia mengesampingkan hal itu. Dengan cepat, dia mulai menyiapkan sarapan menggunakan bahan-bahan seadanya. Saat dia sibuk memasak, aroma masakannya memenuhi ruangan. Sera merasa lega karena setidaknya dia bisa menyajikan sesuatu untuk Lucas, meskipun sederhana. Tidak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar. Lucas muncul dengan pakaian rapi untuk bekerja, Sera tengah menyelesaikan memasak telur dadar dan menumis sayur. Dia menoleh sekilas ke arah Lucas. “Sarapan hampir selesai, Tuan." Lucas mengangguk kecil tanpa berkata apa-apa, dia duduk di meja makan. Sera segera menyajikan piring berisi makanan di hadapannya. Lucas menatap makanan itu sekilas, lalu mengambil garpu dan mulai makan tanpa banyak bicara. Sera berdiri di dekatnya, memperhatikan dengan seksama, berharap makanan sederhana itu bisa diterima. Setelah beberapa suap, Lucas meletakkan garpu dan berkata singkat, “Cukup enak. Setidak

  • Istri Kontrak Miliarder Arogan   Bab 11.

    Setelah makan malam, Lucas dan Sera meninggalkan restoran dalam keheningan. Lucas berjalan di depan, sementara Sera mengikuti dengan rasa canggung yang masih mengganggu. Di dalam mobil, mereka terdiam, hanya suara mesin yang terdengar. Ketika akhirnya mobil berhenti di depan gedung apartemen, Sera menatap bangunan tinggi itu dengan takjub. "Kita sudah sampai, Tuan?" tanyanya pelan. Lucas mengangguk singkat. “Ayo turun,” katanya tanpa basa-basi, lalu keluar dari mobil. Setibanya di apartemen Lucas, Sera hampir tidak bisa menutup mulutnya. Tempat itu begitu megah, dengan dinding kaca yang memamerkan pemandangan kota yang penuh lampu berkilauan. Ruang tamu yang luas dihiasi sofa kulit berwarna gelap, meja marmer, dan perabotan modern yang terlihat sangat mahal. Lucas berjalan masuk tanpa banyak bicara, melepas jasnya, dan menggantungnya di dekat pintu. Dia melirik Sera yang masih berdiri

  • Istri Kontrak Miliarder Arogan   Bab 10.

    Lucas melirik Sera sekilas, matanya tajam. “Pilih yang kamu butuhkan atau yang kamu suka.” Sera mengerjap, merasa tidak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. “Apa maksud Tuan?” Lucas mendesah pelan, nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Kamu butuh baju, kan? Jadi, cepat pilih yang kamu mau.” Sera terpaku, belum sepenuhnya memahami maksud Lucas. “Tapi, Tuan. Baju saya—” “Kamu pikir kamu bisa tinggal di rumahku tanpa pakaian? Apa yang akan kamu pakai selain baju yang kamu gunakan ini?” potong Lucas dengan nada dingin. “Aku tidak punya waktu untuk berdebat. Pilih sekarang.” Melihat tatapan Lucas yang tajam, Sera akhirnya mengangguk perlahan dan mulai melihat-lihat barang di sekitarnya. Dia memilih beberapa pakaian sederhana. Sebuah kaus, celana panjang, dan cardigan tipis. Namun, Lucas tamp

  • Istri Kontrak Miliarder Arogan   Bab 9.

    Mobil terus melaju. Sera melirik Lucas dari ekor matanya. Pria itu kembali fokus menyetir, dengan wajah yang sulit ditebak.Beberapa saat kemudian, suara Lucas terdengar lagi.“Dengar baik-baik,” ujar Lucas dengan suara dingin dan tajam. “Kamu di sini bukan untuk ikut campur urusan pribadiku. Ingat tempatmu. Tugasmu cuma satu, jalankan peranmu sesuai kontrak.” Sera menelan ludah, jemarinya erat menggenggam ujung gaunnya. “Saya mengerti, Tuan.” “Kalau memang mengerti, jangan coba-coba melewati batas,” lanjut Lucas, tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya dari jalan. “Jangan bertanya tentang sesuatu yang bukan urusanmu.” Sera hanya mengangguk kecil, menunduk dalam-dalam. Diam. Kali ini dia benar-benar tidak berani berkata apa-apa. Hawa di dalam mobil terasa semakin menyesakkan.Beberapa menit berlalu, mobil mereka berhenti di lampu merah. Sera memalingkan wajah

  • Istri Kontrak Miliarder Arogan   Bab 8.

    “Lucas!”Suara Reza memecah keheningan di aula. Semua orang menoleh, termasuk Lucas dan Sera."Reza." Lucas menatap pria di ambang pintu itu dengan ekspresi datar.Reza berjalan cepat menghampiri mereka, napasnya masih terengah-engah. Wajahnya memerah, amarah jelas terlihat. Dia berhenti tepat di depan Lucas, menatap sahabatnya dengan sorot mata yang menusuk.“Bisa bicara sebentar?”Lucas mengangguk, lalu melirik ke arah Sera di sampingnya. “Tunggu di sini,” ucapnya singkat.Sera menatap Lucas, keningnya berkerut samar. “Apa ada masalah, Tuan?” tanyanya ragu.“Tidak ada.” Lucas hanya menjawab singkat. “Tetap di sini.”“Iya, Tuan,” sahut Sera singkat.Lucas berbalik dan berjalan mengikuti Reza keluar aula. Mereka melangkah ke lorong sepi di sisi gedung. Lucas bersandar santai di dinding, seolah tidak terganggu sedikit pun, sementara

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status