Share

Istri Kontrak Pria Kaya
Istri Kontrak Pria Kaya
Penulis: Ciasan_

1

Angin malam itu menusuk-nusuk lapisan kulitnya. Mengirimkan rasa dingin sampai di bawah sinar rembulan. Namun, dia tetap memilih berdiri di sana meski dinginnya malam membekukan tubuh. Sesekali ia mengusap lengan yang masih tertutupi blazer hitam seraya menatap kerlap-kerlip cahaya lampu ibukota dari perpaduan gedung-gedung pencakar langit dan bangunan-bangunan masyarakat dari atas balkon kamar.

“Jira.”

Wanita yang dipanggil Jira itu membalikan tubuh demi mendapati seorang pria yang berjalan cepat untuk menggapai tempatnya. Dalam satu tarikan memeluknya begitu erat hingga Jira harus menahan napas. Aroma cologne dari parfum mahal menghias indera penciuman Jira. Aroma yang ia rindukan belakangan ini.

“Maaf sudah membuat menunggu lama, sayang,” bisik laki-laki itu tepat di telinga Jira. Rasanya tidak cukup sekali melampiaskan rasa rindu yang mengoyak lewat pelukan pada tubuh ramping wanita kesayangannya.

Jira mengulas senyuman tipis, memberikan sentuhan hangat pada tengkuk di bawah rambut.  “No problem,” sahutnya.

Sang pria mengangkat wajah demi menatap teduh Jiraya, perempuan yang sudah nyaris empat minggu tidak ditemuinya setelah menghabiskan waktu di London. Dengan tangan yang masih setia merangkul pinggang ramping Jira, ia berbisik. “I miss you so bad. Kamu merindukanku?”

“Ya, tentu saja.” Jira tertawa kecil. Sesaat matanya terpejam ketika sesuatu yang lembut mengecup bibirnya singkat. Seakan ingin menegaskan jika ia benar-benar merindukan Jira. Dahi Jira mengerut ketika kecupan itu selesai. “Sam, kamu harus kurangi alkohol, okey?”

Samuel lantas memberikan senyuman dengan raut penyesalan. “Maaf, sayang. Kemarin aku stres. Kamu tau? Mr. Gibson nyaris marah sama aku karena asisten aku kurang teliti waktu analisis data. Alhasil aku yang harus terima ganjarannya,” keluh Sam. Bibirnya tersenyum manis seraya mengelus sisi wajah Jira. Senyuman menawan yang selalu membuat wanita mana pun terpikat, tidak terkecuali Jira. “Dinner? Aku lagi rindu sama masakan kamu.”

Saat itulah Jira langsung menghela napas dan memberinya tatapan menyesal. “Maaf, Sam. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan malam ini.” Perempuan itu mengucapkan dengan nada hati-hati seolah takut akan menyakiti Sam. Padahal tentu saja dengan dia menolak ajakan Sam, pria itu sudah pasti sudah sakit hati.

Mendengar itu, Samuel berdecak kecil. “Ji, aku baru saja datang dari London setelah perpisahan kita beberapa minggu. Terus kamu mau pergi meninggalkan aku begitu saja?” Tatapan tajam pria itu menikam Jira yang menyesal menatapnya.

Bagaimana pun, Jira tetap tidak bisa luluh. “Sorry, Sam, tapi waktu aku hanya sedikit.” Ya, mungkin mengatakan ‘waktu dua jamku terbuang sia-sia hanya menunggu kamu yang mungkin sedang meredakan mabuk dan seharusnya kamu menyadari hal itu’ adalah kalimat terkejam yang akan Jira katakan pada Sam jika boleh jujur. Namun ia memilih untuk mendekat dan berusaha mengambil pandangan Sam dengan mengelus lengan bisepnya. “Sam? Can i, please?”

Namun Sam tetap tidak bisa menerima alasan Jira begitu saja. Masih dengan memalingkan wajah ke arah lain, ia beranjak dari hadapan Jira. “Kamu harusnya mengerti kalau aku sedang butuh kamu di sini.”

Jira menatap punggung Sam penuh arti seraya mendekat ke hadapan pria itu, menahan langkah Sam yang terus mencoba menghindar darinya. Sesaat ia memandang wajah tampan bergaris keturunan Eropa tersebut, mata hijau beryl, dan garis wajah yang lembut. Pesona Sam memang tidak diragukan. “Sam,” panggil Jira lembut dengan mengalungkan lengannya ke leher Sam. “Kita bisa melakukan itu besok, boleh? Hanya malam ini saja. Aku janji.”

Jika saja Jira bisa menolak janjinya malam ini, dia juga pasti ingin menetap di sini untuk melepas kerinduan mereka.

Sam menghela napas. Matanya terpejam sesaat untuk menetralisir emosi yang sudah menguap di dadanya. Bagaimana pun juga, perempuan di depannya ini memang selalu memiliki caranya sendiri untuk membuat Sam luluh dan tunduk. Selain karena suara Jira yang begitu lembuh mendayu, ia tak tahan untuk marah terlalu lama dengannya.

“Besok aku akan menjemputmu.” Sam memajukan diri untuk mengecup pipi Jira. : Malam ini kamu pasti harus menggarap naskah-naskah sialan itu, ya,” gerutu Sam.

Jira hanya melemparkannya senyuman kecil.

“Kamu bisa mengerjakannya di sini kalau kamu mau,” tawar Sam.

Jawaban Jira akan selalu sama setelah berkali-kali Sam memberikan penawaran tersebut. “Aku butuh menyendiri saat menghadapi mereka, Sam.”

“Dan jawaban kamu selalu saja itu.” Sam lantas mencebik kesal. Tidak terhitung sudah berapa kali Sam selalu memintanya—lebih tepatnya memaksa agar Jira mengerjakan naskah-naskah para penulis di apartemennya saja. Mereka pasti memiliki banyak waktu untuk dihabiskan. Namun justru karena hal itu, Jira menolaknya. Memangnya siapa yang dapat menjamin jika Jira akan fokus mengerjakan naskah-naskah sementara Sam itu begitu manja! Tentu Jira tahu bagaimana kelakuan Sam kalau sudah berdua.

Jira menghela napas. Kadang-kadang menghadapi Sam yang sudah seperti ini akan sulit dan malah menahannya pergi. “Lain kali aku akan meminta kamu menemani aku, oke? Boleh aku pergi sekarang, Sam?” Jemari Jira merayap pada sisi wajah Sam dengan lembut, berusaha untuk merayu pria itu.

Sam berdecak. “Kadang-kadang kalau bisa, aku ingin membakar semua naskahmu itu. Mereka begitu menyita waktu kita.” Di saat yang sama, ia menarik Jira dalam pelukannya untuk menyalurkan rasa rindu seraya memberikan kecupan di pelipis Jira. “Take your time. Setelah itu, kita harus menghabiskan banyak waktu bersama.”

Sure,” sahut Jira pelan.

Tidak butuh lama, Jiraya sudah berada di balik kemudinya setelah berhasil membujuk Sam. Menghiraukan ponsel yang terus berdering dengan display ‘Mama’ di sana. Ya, dia tahu bahwa seharusnya seorang Jira sudah berada di rumah sejak satu jam yang lalu. Bukannya berada di sini dua jam bersama pacarnya.

..

“Kamu dari mana saja, sih? Kenapa mama telepon nggak diangkat?” Mama mengomel sewaktu Jiraya sampai. Meja makan sudah ada papa dan mama. Hidangan makan malam sudah siap dan tentu Jira tahu apa yang akan mereka bahas setelah ini.

“Habis meeting sama produser.”

Meeting?” sindir Adeline—sang Mama. “Meeting atau bertemu sama pacarmu yang masih bocah itu?”

Jiraya langsung menghela napas ketika mengambil tempat duduk di hadapan Mama. “Ma, come on. Umur dia udah 25 tahun dan dia bukan bocah.”

“Ya,ya, I know. Tapi kamu pasti habis bertemu dia. Iya, kan?” desak Mama dengan tatapan menyebalkannya itu.

“Salahnya apa? He’s my boyfriend.

Harusnya, suasana makan malam menjadi hangat jika saja Mama tidak membahas hal ini terus menerus dan semakin merusak mood Jiraya. Lihat saja tampang serius Mama yang mulai menikam dan menurunkan sendok garpu itu. Let see, apa lagi kali ini.

“Kita udah bahas ini berkali-kali, Jira.” Nada Mama semakin tegas. “Bocah itu—

“Namanya Samuel. Dia punya nama.”

Bahu Mama mengedik tidak peduli. “Whatever. Dia lebih muda dua tahun dari kamu. Pemikiran dia masih belum mengimbangi kamu, Jira. Umur segitu mereka lebih memikirkan untuk bersenang-senang ketimbang serius. Mama tidak yakin dengan bocah itu. Iya, kan, Pa?”

Papa agak tersentak ketika Mama menoleh setengah melotot dan ada bumbu desakan di sana. Pria gagah itu berdehem. “Jiraya, sebaiknya kamu dengarkan saja dulu apa yang akan kita bicarakan.”

Jiraya memijat pelipisnya. Rasanya, Salmon Steaks kesukaannya tidak lagi berselera di mata. Selalu saja begini jika Mama sudah membahas Samuel, padahal bertemu saja baru sekali. Apa yang salah dengan pria itu? Mama tidak mau mendengarkan.

“Ma, umur bukan soal angka. Sam memperlakukan aku dengan baik selama ini. Dia bahkan tidak pernah protes dengan kesibukan aku, artinya kita ssama-sama dewasa. Kita berdua udah toleransi dengan waktu yang kami punya, Ma.”

“Mama tau, jira. Tapi dewasa bukan hanya tentang angka dan semacamnya, I know.” Ucapan tegas Mama seakan menyiratkan kalau dia memiliki opini yang lebih. “Pertama kali liat Sam, Mama udah tahu kalian tidak bisa selama itu untuk bersama. Gaya hidupnya masih bebas, bersenang-senang, dan manja. Dia memang well manner, tapi itu saja tidak cukup. Sedangkan kamu? Kamu wanita dewasa, berkarir, independent woman. Fokus kamu untuk masa depan, sedangkan Mama nggak liat itu ada di Samuel.”

“Sekarang Mama udah seperti kenal Samuel cukup lama.”

Sarkasnya Jira tidak membuat Mama gentar. “Karena Mama bisa baca itu dari awal ketemu. Jangan denial, Jira. Mama tahu kamu juga berpikiran yang sama.”

Papa melirik Jiraya dan Mama silih berganti, seolah hendak melerai perdebatan ini tapi tentu saja dia lebih takut dengan tatapan tajam sang istri tercinta. Jiraya menghela napas. “Ke intinya aja. Apa mau Mama?”

Senyuman elegan tergurat di wajah Adeline, tentu saja dia menunggu momen ini. “Kamu sudah tahu,’kan kalau Mama mau mengenalkan kamu sama anak sahabat—

“Aku dijodohin?”

Bahu Mama merosot. “Mama belum selesai berbicara.”

“Seperti yang Mama bilang, aku udah dewasa, Ma. Perjodohan ini udah ketinggalan zaman!”

“Dengarkan Mama dulu, okay?” Adeline tahu Jiraya pasti malas jika sudah membahas ini. “Besok malam kita akan mengadakan dinner di sini. Kamu masih ingat kan sama teman lama Mama yang namanya Tante Vanya? Kita pernah ketemu di acara lelang amal.”

Jiraya hanya mengangguk—lebih tepatnya mengalah saja dengan tenang tanpa menginterupsi perkataan sang Mama. Sambil pelan-pelan menggigit Salmon Steak di bawah lelehan keju. Tentu saja ia mengingat Tante Vanya yang begitu ramah dan murah senyum. Kepribadiannya polos, lucu, dan bersahabat. Barangkali namanya selalu terpampang di tabloid majalah bisnis sebagai Vanya Hartiningrat, salah satu donatur besar di beberapa yayasan sekolah swasta sampai panti asuhan. Kebetulan lainnya, istri dari pebisnis  besar yang namanya sudah di kancah go international.

Cukup mengetikan namanya di mesin pencarian, maka biodata mereka akan muncul di website Wikipedia.

“Kami berbincang-bincang sedikit dan dia ternyata juga punya anak tunggal. Laki-laki.” Jiraya bisa mendengar senyuman senang di kalimat itu. “Dia tampan sekali, sampai mama kira model. Anaknya masih muda, mungkin … di atas kamu satu tahun? Seingat Mama dia 28 tahun. Selain tampan, dia jua anak yang sopan dan baik. Idaman sekali.”

Okey… and then?

Alis Jiraya naik sebelah. “Artinya?”

Mama menepuk kedua tanganny dengan antusias. “Artinya … kami mau mengenalkan kalian. Tante Vanya bilang anaknya over hard working. Gila kerja.”

“Te…rus?”

“Kami penginnya kamu bisa berkenalan sama dia, berteman baik saja dulu. Namanua Angelo. Bukan, ini sama sekali tidak menyangkut bisnis apapun tapi … Mama dan Tante Vanya pengin kalian berteman pelan-pelan. Tenang, Jira, dia bukan pria hidung belang. Dia baik, well-manner, dan gentle. Pemikirannya dewasa jadi kami rasa kalian bakal bisa mencocokan diri.”

“Oke, intinya adalah?”

Adeline menghembuskan napas. “Kami ingin kalian saling mengenal dan dekat satu ama lain. Jika cocok, akan menjadi berkat sekali kalau kalian bisa sampai di jenjang pernikahan dan berjodoh.

What the fucking this?!

Oke, Jira mencoba tenang. “Tapi aku masih punya kekasih, Samuel. Itu namanya aku berkhianat.”

Adeline mencoba ikut tenang, seraya menepuk tangan Jira pelan. “Iya, mama tau. Tapi apa salahnya mencoba? Jira, kalian berdua sama-sama punya pikiran dewasa. Fokus kalian itu sama : masa depan. Samuel itu … masih terlalu ‘muda’ buat kamu, Jira.

“Dewasa bukan cuma tentang umur.”

“I know, tapi Mama mau kamum mencoba, boleh?” Mama kai ini memberikan tatapan memohon. “Kami tidak akan memaksa, Jira. Kalian boleh berkenalan, berteman, seperti biasa.”

Jiraya melupakan sebuah hal bahwa sedari awal—tepatnya 6 bulan lalu dimana dia memperkenalkan Sam di hadapan Papa dan Mama, keduanya memang tidak sreg akan hubungan mereka meski tentu saja mereka menerima dengan baik kedatangan Samuel.

“Kalau suatu saat aku gagal sama anaknya, gimana?”

“Mama Mama dan Papa tidak akan memaksa,” tukasnya. Namun, Jira tahu ada harapan besar di mata mereka untuk menjalin hubungan ini.

“Oke. Akan aku coba,” jawabnya.

Bibir Adeline memasang sumringah lebar. “Baik, akan Mama atur dinner kita besok malam. Kosongkan jadwal kamu, oke?”

Jira tersenyum kecil ketika Mama mengelus kepalanya dengan bahagia. Baiklah, berarti tidak ada jalan mundur kal ini dan mau tidak mau Jira harus menghadapi ini. Satu-satunya harapannya adalah pria bernama Angelo akan sama seperti ibunya—polos. Artinya, semua akan mudah jika Angelo akan terperdaya olehnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status