Setelah semalaman kesulitan tidur, pagi itu Anna menghampiri Kai yang baru saja keluar dari kamarnya.
Dengan langkah ragu, ia mendekat dan menatap pria itu.
“Hari ini aku harus kerja. Aku boleh pergi, kan?” tanya Anna meminta izin.
Kai yang baru saja hendak menuruni tangga, menoleh pada Anna.
“Kerja?”
Anna menelan ludah lalu mengangguk gugup ketika Kai menatapnya begitu lekat. Sungguh, ia masih belum terbiasa dengan sikap dingin pria ini.
“Keluar dari pekerjaanmu!”
Setelah memberi perintah, Kai berjalan begitu saja meninggalkannya.
Anna terkejut. Apa maksudnya itu?
“Tunggu! Kenapa aku harus keluar dari pekerjaanku?” tanya Anna memberanikan diri. Ia mempercepat langkah karena Kai tidak juga berhenti.
Kalau tidak bekerja, lalu bagaimana caranya Anna mencukupi kebutuhan hidupnya?
Anna melihat Kai hanya diam. Dia tetap mengejar sampai mereka tiba di ruang makan.
Anna menatap Kai yang tak membalas sama sekali ucapannya. Memangnya dia tidak berhak bertanya?
“Duduk!” perintah Kai.
Anna menarik kursi lalu duduk di sana.
“Aku tidak bisa jika harus berhenti bekerja. Aku juga perlu bekerja untuk mencukupi kebutuhanku,” ujar Anna langsung menyampaikan keberatannya.
Anna melihat tatapan datar Kai, membuatnya tanpa sadar menelan ludah. Pria ini benar-benar menakutkan!
Kai merogoh saku jasnya lalu mengeluarkan sesuatu dan meletakkan di meja, dekat dengan Anna.
“Berhenti bekerja dan cukupi kebutuhanmu dengan itu!” perintah Kai.
Anna menatap kartu hitam yang ada di meja.
Tunggu, apa maksudnya ini?
“Apa ini?” tanya Anna.
Kai tidak menjawab. Dia memilih menyantap sarapannya.
Anna terdiam sejenak. Apa dia benar-benar seorang simpanan sekarang?
“Pakai itu untuk membeli barang yang kamu inginkan. Selama kamu menjadi istriku, aku akan mencukupi kebutuhanmu,” ujar Kai.
“Apa ini termasuk utang? Apa Anda akan menghitungnya sebagai utang? Termasuk semua barang yang aku terima? Kalau begitu, bukankah utangku semakin banyak?” tanya Anna memastikan.
Dia tidak mau semakin diperdaya!
Anna menatap Kai yang sedang mengunyah. Kenapa pria ini sulit sekali diajak bicara?
“Ini tidak termasuk utang. Itu kompensasi agar kamu berhenti bekerja.” Kai akhirnya bicara.
Anna melongo tak percaya. Apa sekarang hidupnya diatur oleh pria itu?
“Kamu lupa poin tujuh di dalam surat kontrak kita? Di sana menyebutkan kalau kamu tidak bisa membantah semua perintahku dan apa yang aku ucapkan.”
Anna terdiam. Dia tiba-tiba saja merasa menyesal sudah menyetujui perjanjian konyol itu. Namun, jikalaupun tidak disetujui, dia akan jadi mainan pria hidung belang.
“Kalau begitu, apa boleh aku minta izin keluar hari ini?” tanya Anna seraya menatap penuh harap ada Kai.
Kai memandang pada Anna. Mulutnya masih mengunyah, membuatnya diam menatap sebelum akhirnya menelan makanan yang sudah ada di mulut.
“Pergilah. Sopir akan mengantarmu. Jadi jangan pernah pergi sendiri tanpa persetujuanku!” Kai kembali menurunkan pandangan ke piring setelah bicara.
Anna tidak punya pilihan. Daripada tidak bisa melihat dunia luar, dia lebih setuju menuruti perintah pria itu.
“Baiklah,” balas Anna dengan terpaksa.
Setelah sarapan. Kai langsung pergi begitu saja. Anna memakai pakaian biasa dan tas kecil miliknya. Dia menemui sopir yang bertugas mengantarnya.
“Pagi, Non.” Sopir itu tersenyum ramah.
Anna mengangguk sambil tersenyum.
“Kita mau pergi sekarang? Tadi Tuan sudah berpesan kalau mulai sekarang saya yang akan bertugas mengantar ke mana pun Nona ingin pergi,” ujar sopir itu.
Anna hanya mengangguk-angguk. Dia masuk ke mobil setelah pintu dibuka oleh pria paruh baya itu.
Anna tidak pernah membayangkan semua ini terjadi padanya. Meski dirinya beruntung dinikahi pria kaya, tetapi menikah tanpa cinta, apa ini benar?
Mobil itu melaju meninggalkan halaman rumah. Anna diam memandangi jalanan komplek perumahan elite menuju jalan utama.
“Maaf, kita mau ke mana ya, Non?” tanya sopir karena Anna belum memberitahu tujuan mereka.
“Oh, iya. Maaf, aku lupa bilang,” balas Anna tersadar dari lamunan.
Anna kemudian menyebutkan sebuah alamat. Itu tempat tinggal Alvian, dia ingin menceritakan yang terjadi dan meminta bantuan kekasihnya itu.
Setelah beberapa saat perjalanan. Akhirnya mobil mereka sampai di area alamat yang Anna maksud.
“Pak, berhenti saja di sini,” kata Anna.
“Tapi, Non ….” Sopir ingin bicara, tapi dipotong cepat oleh Anna.
“Aku tidak akan kabur, Bapak tenang saja. Aku hanya mau menemui teman. Jadi, berhenti saja di sini, nanti aku segera kembali setelah urusannya selesai,” kata Anna membujuk.
Sopir itu bingung, tapi akhirnya mengiyakan saja.
Anna turun dari mobil. Dia kemudian berjalan menuju rumah minimalis yang tak jauh dari mobil terparkir. Anna langsung memasuki gerbang rumah itu karena tidak terkunci, sesampainya di depan rumah, Anna melihat sepatu wanita di dekat pintu.
“Sepatu wanita? Heels?” Anna terdiam sejenak. Sepatu siapa di depan rumah kekasihnya?
Anna bimbang, haruskah dia masuk. Mungkinkah sepatu itu milik teman Alvian yang sedang berkunjung?
Anna mencoba menepis pikiran buruk. Dia dan Alvian sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Selama ini hubungan mereka baik-baik saja.
Anna mencoba memutar gagang pintu, ternyata tidak terkunci. Anna pun masuk ke rumah untuk mencari Alvian. Saat berjalan menuju kamar kekasihnya itu, Anna mendengar suara aneh samar-samar di telinganya.
"A-Al … ini masih pagi. Kamu membuatku geli… ahh!"
Langkah Anna terhenti. Jantungnya berdegup cepat mendengar suara desahan itu.
Tubuhnya mendadak membeku, dia kembali mendengar suara tawa diiringi desahan lagi.
Memberanikan diri melangkah lagi, Anna akhirnya membuka kamar Alvian. Alangkah terkejutnya dia saat melihat pemandangan di depannya.
Kekasihnya sedang menindih wanita lain dalam kondisi tubuh polos.
Terima kasih sudah mengikuti kisah Anna dan Kai sampai selesai. Dukungan kalian selama ini, sangat berarti bagi saya. Jika kalian ingin membaca buku-buku dari saya yang lain, kalian bisa mengunjungi profil saya. Nantikan juga buku baru karya saya yang lain. Terima kasih banyak sekali lagi. Sampai ketemu di buku selanjutnya :-)
Keesokan harinya. Alex baru saja bangun tapi tidak mendapati Rania di ranjang, Alex lantas bangun karena menebak istrinya pasti sedang sibuk di dapur.Saat Alex akan keluar dari kamar, dia melihat pintu kamar mandi terbuka, ternyata Rania baru saja di kamar mandi.Rania berdiri di ambang pintu dengan satu tangan disembunyikan di belakang punggung, lalu dia berjalan mendekat ke Alex.“Ada apa?” tanya Alex saat melihat tatapan Rania yang berbeda.“Tidak ada apa-apa,” jawab Rania.“Baiklah kalau begitu,” ucap Alex, “aku mandi dulu,” kata Alex lalu melangkah menuju kamar mandi.“Lex.” Rania memanggil sambil membalikkan badan ke arah Alex.Rania menatap Alex yang berhenti melangkah, lalu membalikkan badan ke arahnya.“Ada apa?” tanya Alex.Rania tersenyum, lalu mengeluarkan tangan yang sejak tadi disembunyikannya di belakang pinggang.“Aku hamil,” ucap Rania sambil memperlihatkan alat penguji kehamilan yang memiliki tanda plus.Alex terkejut sampai bergeming menatap Rania yang terus tersen
Setelah mendapat izin untuk bepergian, akhirnya Anna mengajak Rendra untuk menjenguk kakek buyutnya.Anna dan Kai baru saja turun dari pesawat. Anna menggendong Rendra, sedangkan Kai yang membawa koper mereka.“Kata Rania, nanti ada sopir Kakek yang menjemput kita,” ucap Anna sambil melangkah menuju pintu keluar bandara.Kai mengedarkan bandara, mencari sopir Abraham, sampai akhirnya dia melihat seorang pria berkemeja hitam mendekat sambil tersenyum ramah ke arah Kai dan Rania.“Siang Nona, Tuan.” Pria itu langsung mengambil alih koper dari tangan Kai. “Mari, mobilnya sudah siap di depan,” ucapnya lagi.Anna dan Kai pergi ke mobil, lalu mereka menuju ke rumah Abraham.Sepanjang perjalanan, Anna memandangi jalanan yang mereka lewati. Dulu dia ke sana untuk mendapat pengakuan, sekarang dia ke sana karena dirindukan.Setelah beberapa saat perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah Abraham. Saat tiba di sana, para pelayan sudah menyambut mereka di depan, bahkan Abraham dan Rania juga ada
Hari pertunangan Anser dan Queen pun tiba. Mereka melangsungkan pertunangan satu bulan setelah Anna melahirkan.Malam itu di ballroom hotel milik keluarga Kai, sudah ramai dengan para tamu yang datang untuk menyaksikan pertunangan Queen.“Aku tidak menyangka, dari teman sekarang malah jadi adikmu,” ucap Bella sambil menatap Anna.Anna menahan senyum, lalu merangkul pundak Bella.“Tidak masalah, bukankah malah bagus, kita semakin dekat,” balas Anna.Bella terharu, lalu memeluk erat Anna.“Iya, padahal dulu maunya kamu jadi kakakku, ya sudah bukankah tetap saja sama, sama-sama jadi adik,” ucap Bella.Anna tertawa, dia mengangguk-angguk sambil mengusap lengan Bella.Rania datang menggendong Rendra. Bayi itu tumbuh dengan baik, bahkan sekarang semakin gemuk.“Dia rewel, sepertinya mau minum,” kata Rania sambil menyerahkan Rendra ke dalam gendongan Anna.“Kamu lapar ya, Sayang?” Anna menimang Rendra, lalu pamit untuk pergi ke ruangan khusus agar bisa menyusui Rendra.Ballroom itu sudah pen
Malam itu di ruang inap. Hanya ada Kai, Alex, dan Rania yang menemani Anna di rumah sakit. Rania menawarkan diri di sana untuk membantu menjaga Rendra.“Kata Rania, Anna mengalami pendarahan tadi?” tanya Alex.“Ya, sempat membuat semua orang panik,” jawab Kai.Alex mengangguk-angguk kecil.“Syukurlah, setidaknya sekarang dia baik-baik saja,” ucap Alex.Kai mengangguk, lalu menoleh ke Rania yang sedang memberi susu dari botol karena Anna belum bisa mengeluarkan asi.“Apa Rania belum ada tanda-tanda hamil?” tanya Kai.Alex menggeleng.“Belum, tapi aku tidak mau memaksa, apalagi terburu-buru meskipun Kakek sangat berharap Rania hamil dan memberi cicit juga,” jawab Alex, “aku tidak mau dia sedih lagi jika hamil dan teringat pada Abi, putranya yang sudah meninggal.”Kai mengangguk-angguk paham.“Ya, tak perlu merencanakan apa pun, apalagi tentang kehidupan selanjutnya. Bukankah yang terpenting jalani saja, selama kalian bahagia, tidak masalah sama sekali,” ujar Kai.Alex mengangguk mengiyak
Anna akhirnya mulai bangun. Dia menoleh ke kanan dan melihat Stefanie yang sudah tersenyum padanya.“Bagaimana perasaanmu? Mana yang masih sakit?” tanya Stefanie penuh dengan perhatian.Anna melenguh kecil. Dia menggerakkan tubuhnya karena merasa tak nyaman dengan posisi berbaring sekarang.Stefanie langsung sigap berdiri, dia memastikan Anna merasa nyaman, lalu kembali duduk sambil memegang tangan Anna.“Kapan Mama datang?” tanya Anna tak menyangka sang mama sudah ada di sampingnya.“Sudah dari tadi, saat kamu ada di ruang persalinan,” jawab Stefanie.Anna mengangguk kecil.“Di mana bayinya?” tanya Anna dengan suara lemah. Dia mengedarkan pandangan tapi tak mendapati bayi yang baru dilahirkannya tadi.“Masih ada di ruang perawatan bayi. Kai dan Mami Eve ke sana untuk melihatnya. Kamu jangan cemas,” ucap Stefanie penuh dengan kesabaran dan kelembutan.“Bayinya baik-baik saja, kan?” tanya Anna dengan ekspresi cemas.“Iya, baik-baik saja,” jawab Stefanie.Anna bernapas lega sambil memej