LOGIN“Mas Kevin.” Suara Anya terdengar lirih dan hampir tak terdengar. Senyuman getir terbit di bibirnya yang pucat.
“Aku datang ke sini bukan untuk pulang,” ucap Kevin sambil melangkah masuk ke dalam rumah. Ia meletakkan map di tangannya ke meja. “Kamu harus tanda tangani surat cerai ini agar perceraian kita cepat diproses,” tekannya. “Mas… berapa kali aku bilang, aku tidak mau cerai. Mas, kan, tahu, aku hanya punya kamu. Aku tidak punya siapa-siapa selain Mas.” “Aku tidak peduli. Kamu tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan, jadi lebih baik kita cerai. Ibuku pun mendukung keputusanku ini.” Anya tertunduk, tangannya menyentuh perutnya dan sesuatu terbesit dalam pikirannya. “Kalau aku bisa hamil, apa Mas tidak akan menceraikanku?” tanya Anya dengan suara gemetar. Kevin tersenyum meremehkan.”Yakin bisa hamil?” Anya berbalik dan melangkah masuk ke dalam toilet membuat Kevin mengernyit keningnya. Tidak lama perempuan itu kembali dan menyodorkan dua benda pipih yang dengan ragu Kevin ambil. Ia tertegun dan perlahan menatap istrinya dengan tatapan tak percaya.”Kamu hamil?” tanya Kevin seakan memastikan setelah melihat dua garis merah pada tespeck di tangannya. Anya mengangguk, meskipun perasaannya tak karuan. Karna ia berbohong, ia memang hamil, tapi anak yang ia kandung bukan darah daging suaminya. Namun, hanya cara ini untuk menyelamatkan pernikahan mereka. “Apa sekarang Mas akan tetap menceraikanku? Aku sudah bisa memberikan hal yang sejak dulu Mas tagih padaku.” Anya berucap sambil menahan air matanya yang hampir meluruh. Tatapan Kevin bergulir. Laki-laki itu diam terpaku di tempat seperti patung. Antara percaya dan tidak. “Aku minta Mas akhiri hubungan dengan perempuan itu. Aku sudah memberikan apa yang Mas mau, dan aku juga mau Mas fokus pada rumah tangga kita dan anak yang aku kandung sekarang.” Anya membelai lembut perut datarnya dari balik baju. Sementara itu Kevin masih diam membisu, laki-laki itu tampak sangat berat melakukan apa yang Anya minta. Mengakhiri hubungannya dengan Yulia? Sangat sulit apalagi ia mencintai perempuan itu. Entah mengapa ia merasa tak senang dengan kabar bahagia yang sebelumnya ia tunggu-tunggu. Kevin melangkah masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan apapun, membuat Anya hanya menatap sendu kepergian suaminya. • • “Apa perempuan tadi berbuat kesalahan besar, Tuan?” tanya seorang laki-laki berambut pirang. Laki-laki yang tengah berdiri di sisi balkon, perlahan membuka matanya dan melirik asistennya yang berdiri di sampingnya. “Jika perempuan itu membuat masalah yang membuat perasaan Anda tidak nyaman, saya akan langsung memecatnya,” ucapnya lagi. “Tidak perlu melakukan itu,” balas Rayden. Bahkan ia semakin penasaran dan ingin memastikan lebih jauh pada perempuan itu. Sejak mengetahui kenyataan bahwa perempuan itu hamil membuat benak laki-laki berusia 35 tahun itu tidak pernah benar-benar tenang. Ada kegelisahan yang terus mengusik, ia harus memastikan bahwa janin itu bukan darah dagingnya. Ia bukan tipe pria yang mudah tidur dengan perempuan manapun. Terlalu banyak yang dipertaruhkan. Tidak semua perempuan berhak atau bahkan pantas mengandung benihnya. Ia paham betul nilai dirinya, dan ia tahu konsekuensi jika hal itu terbukti benar. Satu celah kecil saja bisa berubah menjadi titik lemah yang mampu meruntuhkan martabat yang selama ini ia bangun dengan susah payah. Rayden memijat pangkal hidungnya, ia merasa menyesal kenapa semalam bisa terhasut nafsunya hingga menggauli perempuan yang tak ia kenali. “Rayden?” Suara perempuan yang terdengar lembut membuat laki-laki itu menoleh dan perlahan berbalik badan. Ia menatap sang mama melangkah menghampirinya. “Mama baru saja datang dari pernikahan sepupumu,” ucapnya yang hanya dibalas tatapan oleh Rayden.”Beberapa orang di sana sempat mempertanyakan dirimu yang belum menikah.” “Rayden.” Arum menyentuh lengan putranya.”Mama harap kamu tidak menunda-nunda untuk menikah. Kita butuh cucu dan penerus.” “Ya, aku paham, Ma. Tapi sekarang aku harus fokus pada pekerjaan dan membangun perusahaan baru.” Suara Rayden terdengar datar, seperti sebuah keputusan final. Arum mengembuskan napas panjang, jelas kecewa. “Coba hentikan dulu obsesi kerjamu itu. Masa depanmu jauh lebih penting, Ray.” Rayden menunduk, bibirnya tertarik ke samping dalam decihan kecil, reaksi khasnya ketika topik ini muncul. Meskipun begitu Arum tahu putranya selalu tak suka setiap kali pembicaraan mengarah ke urusan pribadi. Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak mungkin membiarkan putranya terus terobsesi dengan kerja, kerja, dan kerja. Tanpa memikirkan seorang perempuan yang setidaknya bisa menjadi ibu yang melahirkan pewaris untuk putranya. “Bila aku hanya memberikan cucu saja tanpa menikah, bagaimana?”Suara berisik yang mengganggu membuat Kevin yang tengah tertidur terbangun. Ia melirik ke kamar mandi dan melihat Anya baru keluar dari sana dengan wajah yang tampak pucat.Meskipun begitu ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya, namun sentuhan lembut di lengannya membuatnya berdecak dan kembali membuka matanya.“Mas, kepalaku pusing. Bisa tolong pijat kepalaku sebentar. Aku juga muntah-muntah sejak tadi,” adu Anya dengan rengekan manja.“Tinggal minum obat kalau pusing, kenapa manja sekali!” Anya tampak terkejut dengan bentakan suaminya.”Mas, aku sedang hamil.”“Lalu, aku harus memanjakanmu begitu karna hamil?”Kevin memilih kembali tidur dan mengeratkan selimut di tubuhnya. Anya terdiam sambil menahan pedih dalam benaknya. Ia bangkit dan melangkah keluar sambil memegangi perutnya yang masih terasa bergejolak.“Kenapa Mas Kevin masih kasar padaku? Apa kehamilan ini tidak membuatnya bahagia?” gumamnya pilu. Anya berusaha menenangkan perasaannya dan segera melakukan kegiatan da
“Mas Kevin.” Suara Anya terdengar lirih dan hampir tak terdengar. Senyuman getir terbit di bibirnya yang pucat.“Aku datang ke sini bukan untuk pulang,” ucap Kevin sambil melangkah masuk ke dalam rumah. Ia meletakkan map di tangannya ke meja.“Kamu harus tanda tangani surat cerai ini agar perceraian kita cepat diproses,” tekannya.“Mas… berapa kali aku bilang, aku tidak mau cerai. Mas, kan, tahu, aku hanya punya kamu. Aku tidak punya siapa-siapa selain Mas.”“Aku tidak peduli. Kamu tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan, jadi lebih baik kita cerai. Ibuku pun mendukung keputusanku ini.”Anya tertunduk, tangannya menyentuh perutnya dan sesuatu terbesit dalam pikirannya.“Kalau aku bisa hamil, apa Mas tidak akan menceraikanku?” tanya Anya dengan suara gemetar.Kevin tersenyum meremehkan.”Yakin bisa hamil?”Anya berbalik dan melangkah masuk ke dalam toilet membuat Kevin mengernyit keningnya. Tidak lama perempuan itu kembali dan menyodorkan dua benda pipih yang dengan ragu Kevin ambi
Kelopak mata perempuan itu perlahan terbuka, samar-samar ia melihat bayangan dua orang yang tengah memperhatikannya. Begitu matanya terbuka sempurna, ia terkejut melihat dua laki-laki yang menatapnya dengan pandangan yang berbeda. Salah satunya laki-laki yang terakhir kali bersamanya di lift sampai akhirnya ia pingsan.Anya bangun dari pembaringannya di sofa, tapi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Karna ia merasa lemas dan pusing.Ia kembali menatap laki-laki di hadapannya dan ruangan yang tampak asing baginya. Perlahan ia menundukkan kepalanya, tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Tapi ia ingin keluar dari tempat ini.“Kamu hamil.”Mata Anya membesar dan kembali mendongak menatap laki-laki bermata grey green itu.“Apa Anda sudah merasa gejala kehamilan ini sebelumnya? Atau dari minggu belakangan ini?” tanya laki-laki satunya, yang diyakini seorang dokter yang dipanggil datang ke sini.Anya memegang perutnya dan menggeleng lemah.”Saya tidak hamil.” Suara pelan dan hati-ha
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Anya datang lebih pagi ke perusahaan besar yang ada di pusat kota. Ia melangkah memasuki area perusahaan dan di sana ia melihat Ayu sudah menunggu dirinya.Ia tersenyum dan semakin mempercepat langkahnya.“Aku kira kamu akan datang lebih lambat dariku,” ucap Anya begitu sampai menghampiri Ayu.“Tentu saja tidak. Aku sengaja berangkat pagi saat tahu kamu hari ini masuk bekerja.”“Setelah ini apakah aku akan langsung melakukan tugasku?”“Tentu saja, biasanya setiap tugas akan diatur oleh leader yang akan mengawasi pekerjaan kita. Kamu tenang saja, pekerjaannya tidak berat.”Anya mengangguk. Mereka berdua pun masuk ke dalam perusahaan yang mulai ramai oleh karyawan yang berdatangan. Ketika Ayu menggiringnya memasuki lobi langkahnya terhenti ketika dua orang laki-laki melewati mereka berdua. Ayu membungkuk singkat pada dua laki-laki itu.Melihat itu, sejenak Anya memandangi wajah dua lelaki itu yang melangkah dengan ekspresi tegas dan datar. Hanya
Satu bulan kemudian…Anya dibuat gelisah dan semakin digantung oleh suaminya sendiri yang jarang pulang ke rumah, bahkan suaminya sudah menghentikan kiriman uang ke rekeningnya. Bagaimana bisa ia memenuhi kebutuhannya bila suaminya sendiri hilang entah ke mana.Untuk kesekian kalinya ia menelpon suaminya yang selalu tidak mengangkat. Ia menggigit ujung jarinya. “Mas, tolong angkat sebentar saja,” gumam Anya lirih.Semuanya sia-sia, beberapa kali ia menelpon, namun telponnya tidak pernah diangkat. Ia duduk di kursi dengan hati yang resah. “Aku harus bagaimana? Kenapa mas Kevin bersikap seperti ini padaku? Apa dia memang tidak ingin bersamamu lagi?”Anya menelungkupkan wajahnya di lipatan tangannya. Antara menangisi nasib dirinya dan sikap suaminya yang kejam.Bahkan uang simpanannya sudah mulai menipis, ia tidak mungkin hanya mengharapkan uang pemberian suaminya yang belum tentu akan memberikan uang bulan ini. Suaminya benar-benar berubah dan tentu setelah berhubungan dengan perempu
Alis laki-laki itu berkerut, tidak mengerti dengan keberanian perempuan di depannya. Namun, sebelum ia memulainya, bibir lembut itu tiba-tiba menyentuh bibirnya lebih dulu. Seketika darahnya berdesir, sensasi panas menjalar cepat ke seluruh tubuhnya.Ia terdiam, menahan gejolak yang mulai menguasai dirinya. Ada pergulatan di matanya antara menolak dan menjauh. Tapi pada akhirnya, godaan itu terlalu kuat. Ia menunduk, membalas kecupan itu dengan dalam, sementara Anya memejamkan mata, membiarkan pikirannya melayang membayangkan suaminya, lah, yang saat ini tengah mencumbu dan mengecupi lehernya.Kedua tangan Anya langsung membuka kancing laki-laki itu yang sibuk mencumbu dadanya. Ada rasa bahagia dalam benaknya seakan ia termakan mentah-mentah dengan halusinasinya sendiri. Ia terlalu merindukan sentuhan suaminya dan kenikmatan seperti ini.Sampai suara desahan keras tidak bisa Anya rendam ketika milik laki-laki itu menembus liangnya, besar dan sangat sesak dalam tubuhnya. Rasanya Anya







