Share

Kekesalan Faezya

Penulis: Zeee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-21 19:55:27

“Uuh ... so sexy.”

Faezya tersenyum puas memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Dress sabrina putih membalut tubuhnya dengan sangat sempurna. Rambutnya yang bergelombang di bagian bawah dibiarkan tergerai indah. Untuk ke sekian kalinya dia takjub akan kecantikan dan kesempurnaan tubuhnya.

Setelah selesai dengan urusan penampilan, Faezya beranjak hendak mengambil kunci mobil. Namun, dia mengernyit ketika tidak menemukan kunci mobilnya di atas nakas. Faezya diam, mencoba untuk mengingat di mana kunci mobilnya. Sesaat kemudian mendecakkan lidah ketika mengingat jika kunci mobilnya berada di Pak Rudi. Padahal tadi pagi dia sendiri yang memberikannya dan menyuruh Pak Rudi memasukkan mobilnya ke garasi.

Hari semakin sore, dia ada janji dengan para sahabatnya untuk ke salon. Jangan sampai dia terlambat dan berujung mendengar celotehan para sahabatnya itu.

“Bi, Pak Rudi mana?” tanya Faezya ketika Bi Siti lewat di hadapannya.

“Non Pae. Cantik banget.” Bi Siti tersenyum, lalu kembali berucap, “Pak Rudi tadi Bibi lihat lagi cuci mobil di depan.”

Tanpa mengatakan apapun lagi—termasuk ucapan terima kasih—Faezya segera berlalu dari hadapan Bi Siti. Dia berjalan keluar dan menemukan Pak Rudi sedang mencuci salah satu mobil papanya.

“Pak Rudi!” teriak Faezya seraya berjalan menghampiri Pak Rudi.

Pak Rudi menoleh. “Iya, Non? Ada yang bisa Bapak bantu?” ucapnya sopan.

“Kunci mobil saya mana?” pinta Faezya langsung.

“Kunci mobil yang mana ya, Non?” Pak Rudi terlihat bingung.

“Kunci mobil tamiya!” sentak Faezya. Dia menghela napas panjang, mencoba untuk sabar melihat wajah Pak Rudi yang semakin bingung. “Ya, kunci mobil saya, dong, Pak. Tadi pagi saya suruh kasih masuk mobil, sekarang kuncinya mana? Saya mau pergi ini,” paparnya.

“Oalah, yang itu. Saya bingung pas Non bilang, kunci mobil tamiya. Mobil tamiya yang mana?”

“Ck, malah curhat,” decak Faezya. “Ini kunci mobil saya mana, Pak?”

“Kunci mobilnya ada, Non,” jawab Pak Rudi. “Tapi, Pak Bos larang saya kasih ke Non Fae.”

“Kenapa?” lontar Faezya tidak terima. “Itu mobil saya!”

“Mulai hari ini Papah tidak izinkan kami bawa mobil sendiri. Pak Rudi yang akan mengantar kamu.”

Sejenak Faezya memejamkan mata ketika mengingat ucapan papahnya. Jadi, mobilnya benar-benar disita?

“Non kalau mau pergi biar saya antarkan.”

Faezya menatap sinis Pak Rudi. Dia lalu menjulurkan tangannya yang menengadah. “Sini kunci mobilnya!”

“Maaf, Non, saya tidak bisa kasih.”

“Pak Rudi gak punya hak tahan-tahan kunci mobil saya! Itu milik saya! Siniin, cepat!” lontar Faezya.

Pak Rudi menggeleng. Raut wajahnya tampak risau. “Saya tidak bisa membantah amanah dari papa Non Fae. Maaf, Non, saya cuma menjalankan perintah.”

“Kasih kuncinya!” tekan Faezya, tidak peduli dengan perkataan Pak Rudi sebelumnya. Masa bodoh perihal amanah atau apalah itu, dia tidak punya urusan dengan hal itu. “Saya keluar gak lama, Papa gak bakal tahu.”

Namun, keteguhan hati Pak Rudi menjalankan amanah dari Wirawan membuat Faezya berang. Dia melemparkan tatapan tajam penuh intimidasi sebelum matanya tak sengaja melihat ke arah dashboard mobil yang Pak Rudi cuci. Pintunya terbuka lebar sehingga dia bisa melihat jelas sebuah kunci dengan gantungan boneka kelinci mini yang tak lain adalah miliknya. Faezya tersenyum licik sembari terus mengintai kunci mobil itu.

“Non, kenapa—”

Mata Pak Rudi melebar ketika Faezya bergerak cepat mengambil kunci mobil itu di atas dashboard.

“Non, jangan!” pekik Pak Rudi panik bercampur ketakutan.

Faezya menyeringai penuh kemenangan. Dia memutar-mutar kunci itu. “Kalau saya minta, ya, kasih. Jangan ngeyel. Gini, kan, jadinya.”

Pak Rudi menatap Faezya dengan tatapan memohon. “Kembalikan, Non. Pak Bos bisa marah.”

“Ya, terus? Itu urusan Pak Rudi sama Papa, saya gak ada urusan,” sahut Faezya. “Pak Rudi mendekat, saya bakal teriak kalau Pak Rudi mau lecehkan saya,” ancamnya ketika Pak Rudi hendak mendekatinya.

Pak Rudi membeku di tempat. Meskipun dia yakin majikannya akan percaya bahwa dia seperti itu, tetapi dia tidak ingin mengambil risiko. Apalagi anak majikannya ini sangat licik dan penuh siasat.

“Bye, Pak Rudi!”

Faezya melambaikan tangan, lalu pergi ke garasi. Dia tersenyum miring, semakin kuat papanya mengurungnya maka semakin keras dia untuk menghancurkan sangkar itu agar bisa bebas.

🥀🥀🥀

Faezya menjambak rambutnya seraya berteriak kesal. Baru saja dia merasa di atas awan, kini dia merasa dilemparkan begitu saja kembali ke dasar bumi ketika melihat keadaan ban mobilnya yang terantai. Saat akan menjalankan mobilnya dengan perasaan senang dan menang, tiba-tiba mobilnya tidak bisa bergerak seperti ada yang menahannya. Merasa ganjil, akhirnya Faezya kembali turun untuk memeriksa. Dan betapa kesalnya dia ketika melihat rantai panjang mengitari ban mobilnya sehingga tidak bisa jalan.

“Sialan!” umpatnya.

“Non, ada apa?” Pak Rudi datang dengan napas putus-putus. Dia tadi mendengar suara teriakan Faezya membuatnya panik, takut anak majikannya itu kenapa-napa.

Faezya menatap Pak Rudi, ada kilatan amarah dari bola matanya. “Maksud Pak Rudi apa lakuin semua ini, hah?” bentaknya. “Banyak di sini cuma sopir, jangan sok kuasa!”

Pak Rudi terperanjat. Dia panik sendiri. “Maksudnya apa, Non? Saya tidak mengerti.”

“Gak usah sok bego, deh!” lontarnya kasar. “Kenapa Pak Rudi rantai mobil saya?”

Pak Rudi terlihat bingung. Dia lalu melirik ban mobil Faezya yang terantai. Itu bukan kelakuannya, dia saja cukup terkejut melihatnya.

“Buka sekarang!” titah Faezya.

Pak Rudi memandang takut anak majikannya itu. “Saya tidak tahu, Non. Bukan saya yang rantai. Mungkin Pak Bos yang melakukan ini biar Non Fae tidak kabur.”

“Gue juga tahu ini kelakuan Papah! Tapi, Pak Rudi komplotan sama dia! Gak mungkin gak tahu, lah!”

Pak Rudi menggeleng. “Demi Tuhan bukan saya. Saya tidak tahu sama sekali.”

Faezya menggeram frustrasi. Dia lantas melempar kunci mobil itu begitu saja. “Sialan!”

“Non kalau mau pergi biar saya yang antarkan,” tawar Pak Rudi di tengah rasa takutnya.

“Saya gak butuh!” lontarnya, lalu pergi setelah menendang ban mobilnya.

Pak Rudi memandang kepergian Faezya sembari mengelus dada.

“Sabar, sabar.”

🥀🥀🥀

“Mas, apa ini tidak keterlaluan?” ujar Yuni pada suaminya.

Wirawan menatap layar yang menampilkan rekaman CCTV di garasi mobil. Terlihat Faezya yang mengamuk pada Pak Rudi. Wirawan hanya mampu menghela napas melihat tingkah putrinya.

“Anak itu sesekali memang harus ditegasi biar tidak seenaknya dalam bersikap.”

“Bagaimana kalau Faezya malah tertekan? Aku tidak mau dia semakin jauh dari kita.”

Wirawan meraih tangan sang istri, lalu mengelusnya lembut. “Selama ini kita terlalu memberi dia kebebasan sampai dia tidak kenal aturan. Memberinya peringatan seperti ini bukan hal yang perlu ditakutkan.”

Yuni menatap sendu sang suami. Wirawan melemparkan senyum penuh ketenangan.

“Faezya akan kembali ke pelukan kita. Cepat atau lambat.

🥀🥀🥀

Brak!

Bunyi dentuman terdengar nyaring sesaat setelah Faezya menutup pintu kamarnya dengan kasar. Lalu, disusul suara teriakan penuh kekesalan.

“Argh!”

“Sialan!”

“Dasar tua bangka!”

Faezya melepas tas dan sepatunya, lalu melemparnya begitu saja. Kepala terasa begitu panas, dadanya bergemuruh penuh emosi. Papahnya kali ini benar-benar kelewat batas. Semakin mengekang dan mengaturnya ini dan itu. Rasanya di sudah muak berada di rumah ini, tetapi tidak mungkin juga baginya untuk keluar. Dia masih membutuhkan segala fasilitas dari orang tuanya.

Faezya mengempaskan tubuhnya di kasur. Memejamkan matanya, mencoba untuk mengatur napas yang memburu. Rasanya kepalanya benar-benar ingin meledak saat ini juga.

Deringan ponsel dalam tasnya terdengar beberapa saat kemudian. Faezya memilih untuk mengabaikan. Lagi pula dia sudah bisa menebak siapa penelepon itu. Kalau bukan Sabella yang siap mengomel karena dirinya belum datang juga, paling Juan—sang kekasih—yang masih mengharap maaf darinya.

“Fae, Sayang!”

Faezya menengok pintu kamarnya ketika mendengar suara mamanya dan disusul suara ketukan pintu.

“Sayang, ini Mama, Nak.”

Deg!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Muda Guru Alim   Kedatangan Pacar Faezya

    Hotel berbintang dengan dekorasi mewah ala kerajaan. Balutan gaun indah bak Cinderalla. Pesta dansa dengan iringan lagu romantis. Wedding cake bertingkat. Lupakan semua itu, karena yang terjadi pada pernikahan Faezya justru sebaliknya.Diadakan di halaman belakang rumahnya yang telah disulap sedemikian rupa, suasana resepsi pernikahan Gaffi dan Faezya terkesan sederhana, tetapi tetap meninggalkan kesan elegan dan kekeluargaan. Kebaya akad yang digunakan Faezya telah berganti dengan gaun pilihan Aminah. Tak ketinggalan hijab yang menyembunyikan rambut indahnya.Faezya melirik Gaffi yang berdiri di sampingnya di pelaminan. Senyum laki-laki itu sejak tadi tak pernah luntur. Laki-laki itu tampak begitu bahagia. Sangat berbeda dengannya yang sejak tadi memasang raut wajah dongkol.“Ya Allah ... lo beneran nikah?”Faezya mengalihkan perhatiannya pada sosok laki-laki di hadapan Gaffi. Laki-laki itu berseru heboh sembari meninju pelan lengan Gaffi. Mereka terlihat akrab. Faezya menduga jika d

  • Istri Muda Guru Alim   Sah!

    Dekorasi serba putih telah menghiasi rumah megah Wirawan. Sejak pagi, para keluarga dari kedua belah pihak telah berdatangan untuk menyaksikan langsung proses akad nikah Gaffi dan Faezya yang akan berlangsung pada pagi.Di depan Wirawan dan penghulu, serta para tamu yang duduk di belakangnya di ruang tamu ini, Gaffi duduk dengan perasaan gugup. Jantungnya berdebar tak karuan. Tangannya mulai terasa dingin dan basah. Air mukanya terlihat sangat tegang. Doa dan selawat tak henti dia lantunkan dalam hati agar merasa lebih tenang.Nasihat-nasihat pernikahan yang disampaikan Pak Penghulu didengarnya dengan saksama sebagai bagian dari bekalnya kelak. Berharap dia bisa mengamalkan nasihat itu dan menjadi kepala rumah tangga yang baik dan amanah.“Bagaimana? Sudah siap?”Pertanyaan Pak Penghulu menyentak Gaffi. Debar jantungnya semakin menggila. Menghela napas panjang, Gaffi melirik ayah dan adiknya yang memberinya semangat lewat anggukan kepala.“Insya Allah, saya siap,” kata Gaffi lantang.

  • Istri Muda Guru Alim   Akan Cerai

    Setelah mata kuliah pertama berakhir, Faezya bergegas menuju kantin fakultas untuk bertemu dengan Juan sesuai yang laki-laki itu katakan lewat chat dua jam yang lalu. Langkah Faezya terhenti sejenak ketika menemukan sosok sang pacar di salah satu meja. Laki-laki itu sendiri, di hadapannya duduk seorang perempuan berambut sebahu yang dicat merah maroon. Keduanya tampak begitu akrab. Tersenyum tipis, Faezya kembali melangkah ke arah meja itu.“Hai!” Faezya tersimpul ketika Juan dan perempuan itu menengoknya dengan mata melebar. Terkejut. Faezya menahan diri untuk tidak tertawa melihat ekspresi bodoh dua manusia itu.Juan berdeham pelan, lalu tersenyum canggung pada Faezya. “Eh, Sayang.” Gesturnya terlihat kaku, tetapi berusaha terlihat biasa saja.Tak memedulikan Juan, mata Faezya lebih tertarik memindai penampilan perempuan itu. Rambut yang dicat, rok mini, dan kaus ketat, membuat Faezya tersenyum sinis.Seakan tahu jika sedang diamati, perempuan itu buru-buru berdiri dari duduknya. D

  • Istri Muda Guru Alim   Protes

    Sejak pulang dari butik, wajah Faezya tertekuk masam. Perempuan itu juga tidak menjadi lebih pendiam. Celotehan Larissa dia abaikan begitu saja. Suasana hatinya benar-benar hancur karena gaun itu. “Tante kenapa, sih?” tanya Larissa yang duduk di samping Faezya di sofa ruang keluarga. “Dari tadi cemberut mulu, enggak ngomong-ngomong juga.”Faezya diam. Pandangannya lurus ke televisi yang menyala. “Tante sariawan, ya?” tebak Larissa. “Atau lagi sakit gigi?”Larissa cemberut. Lebih baik dia mendengarkan segala kalimat pedas tantenya daripada ucapannya tak bersambut seperti ini. Dia tidak suka kesunyian. Dan tantenya yang tak kunjung bersuara membuat rumah super besar ini berkali-kali lebih sunyi. “Tante ngomong dong!” Larissa kembali mencoba mengusik Faezya seraya menggoyangkan lengan tantenya itu. “Ica dicuekin mulu, ih!”Sebenarnya sejak selesai fitting baju, pikiran Faezya mulai kacau dan membuat fokusnya hilang. Tadi saja dia hampir menabrak sebuah motor di depannya jika tidak cep

  • Istri Muda Guru Alim   Fitting Baju

    Mama : Fae pulang kuliah jam berapa, Sayang?Tepat setelah dosen keluar, Faezya membaca chat dari mananya. Dia memasukkan bukunya lebih dulu ke dalam tas, lalu mengetikkan balasan.Faezya : Fae sudah pulang. Langsung mau jemput Ica juga.Mama : Ica hari ini dijemput Pak Rudi. Kamu tidak usah jemput.Faezya bersorak dalam hati, tetapi hanya bertahan beberapa detik sebelum chat dari mamanya kembali masuk.Mama : Kamu langsung ke butik Syariah aja. Mama bakal kirim lokasinya. Sudah ada ibunya Gaffi tunggu kamu di sana buat fitting baju. Datang ya, Sayang.Faezya berdecak malas. Dia membalas dengan satu kata singkat.Faezya : Ya.Mama : (send a location.)Faezya menatap layar ponselnya. Alamat butik itu cukup jauh dari kampusnya. Lekas dia memakai tasnya dan bersiap pergi.“Lo langsung pulang, Fae?Faezya menoleh pada Sabella yang duduk di seberangnya. Kepalanya mengangguk.“Lah, padahal Clara mau traktir kita katanya di kantin fakultasnya,” ujar Sabella.“Skip dulu gue.”“Skip mulu kerja

  • Istri Muda Guru Alim   "Cincinnya cocok di jari kamu. Cantik."

    “Apa? Dilamar?”Pekikan nyaring dari tiga orang gadis di salah satu meja paling sudut menarik perhatian para pengunjung lain di kafe ini. Faezya mendesis, melirik sekitarnya dengan wajah menahan malu. Sementara itu Sabella, Rebecca, dan Clara hanya menyengir seraya menangkupkan tangan sebagai permohonan maaf karena mengganggu ketenangan pengunjung lain.“Enggak usah teriak, Bego! Bikin malu aja lo semua,” kesal Faezya.“Namanya juga shocked,” sahut Sabella. “Lo sih tiba-tiba bilang dilamar segala.”“Udah deh, teriakan kita enggak bakal buat bill makanan mereka naik,” timpal Rebecca.Faezya memasang wajah jutek.“Lo beneran dilamar? Enggak bercanda?” tanya Clara kemudian. Masih tak percaya jika Faezya dilamar.Faezya mengangkat tangan kanannya, memperlihatkan sebuah cincin sederhana yang melingkar di salah satu jarinya. “Percaya?”Mata Clara, Sabella, dan Rebecca melebar. Mereka lantas menarik tangan Faezya untuk melihat cincin itu dari dekat.“Asli, Njir,” komentar Clara, menyentuh be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status