Share

Bab 5. Malam Pertama

"Tu-tunggu! Jangan macam-macam denganku. Dengarkan aku, Paman. Aku tidak akan melakukan apapun denganmu,” ucap Sarah panik, “bahkan, Anda lebih pantas menjadi Ayah atau pamanku daripada suamiku."

Adipati menatap tajam perempuan muda di hadapannya yang tampak sulit diatur.

Hanya saja, ia tidak ingin berdebat dengan Sarah. Jadi, Adipati memilih tidak menjawab dan kembali fokus dengan pekerjaannya.

"Paman, kenapa Anda tidak menjawabku? Katakanlah sesuatu,” pinta Sarah, “Apakah kita bisa untuk tidak melakukannya?"

Adipati melirik Sarah sekilas, lalu kembali mengabaikan pertanyaan tak masuk akal itu.

Di sisi lain, Sarah merasa kesal karena tak mendapatkan jawaban sama sekali dari Adipati.

Ia pun menyadari gaun yang ia pakai begitu tak nyaman. Oleh sebab itu, Sarah mengambil sebuah dress simpel berwarna hitam yang sudah disiapkan.

Sarah segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Di sana dia berpikir keras bagaimana cara agar bisa kabur dari pria itu.

Tidak sia-sia dia berdiam diri lama di kamar mandi. Sarah akhirnya menemukan sebuah ide untuk kabur.

“Ya, aku pasti bisa,” lirih gadis itu lalu tersenyum puas.

*****

"Paman. Aku merasa sangat bosan menunggumu bekerja. Aku ingin keluar berjalan-jalan di taman hotel sebentar."

"Sebentar lagi, pekerjaanku akan selesai. Aku akan menemanimu." jawab Adipati tanpa memandang istri mudanya itu.

"Tidak perlu, Paman. Aku bisa sendiri. Anda bisa menyusul setelah pekerjaanmu selesai."

Adipati mengerjapkan mata sebelum memandang ke arah Sarah.

Pria itu lalu bangkit dari kursinya dan membukakan pintu kamar. Memang, kunci akses pintu dipegang olehnya agar pengantin kecilnya itu tidak kabur.

Sementara itu, Sarah seketika tersenyum. Ia tampak begitu bahagia, sampai ia mendengar ucapan Adipati selanjutnya….

"Romi. Temani gadis ini berkeliling ke taman," perintahnya pada sang bawahan yang ternyata masih berjaga di depan pintu kamar mereka.

Sarah sangat terkejut.

Mengapa Romi selalu ada di dekat mereka?

Jika bersama kerabat jauhnya itu, tentu saja Sarah tidak akan bisa kabur.

Sungguh percuma jika dia keluar pun. Kini dirinya benar-benar seperti burung yang terjebak di dalam sangkar.

"Aku tiba-tiba tidak enak badan. Aku tidak jadi pergi ke taman," alasan Sarah mendadak.

Perempuan itu pun mendengus kesal dan kembali ke dalam kamarnya.

Adipati dan Romi sontak saling bertatapan.

Mereka telah dapat membaca strategi amatir Sarah untuk kabur.

Oleh sebab itu, Adipati kembali menutup pintu kamar hotelnya.

Tatapan matanya memandangi Sarah yang terlihat jelas sangat kesal karena rencananya gagal.

Entah mengapa, Adipati jadi tertarik pada perempuan itu. Jadi, ditutupnya laptop untuk menunda pekerjaan.

"Paman. Kenapa kau menikahiku?"

Pertanyaan Sarah yang mendadak membuat pria itu kesal. "Kenapa kamu memanggilku, Paman? Aku adalah suamimu."

"Usia Paman jelas lebih tua dariku.”

Sarah sengaja memanggil suaminya dengan menyebutnya paman. Dia berharap Adipati akan kesal dan membenci perilakunya, sehingga tidak akan mau menyentuhnya.

Namun, Adipati justru mengambil nafas dalam.

Ia menyadari umur mereka memanglah terpaut cukup jauh. Namun, mendengar gadis itu selalu memanggilnya paman, membuat gendang telinganya terganggu.

Adipati lantas menghampiri Sarah yang tengah duduk bersila di tengah ranjang. Ia hendak memberi pelajaran perempuan itu agar tidak banyak bicara lagi.

"Panggil aku suamimu. Atau kau bisa memanggilku Adipati saja."

"Tidak. Usia Anda jelas lebih tua dariku. Anda bahkan lebih pantas menjadi pamanku atau ayahku."

Sudah dua kali Sarah mengulang kalimat ini, yang menyamakan usianya dengan sosok Ali, pamannya.

"Kau mengatakan aku tua?” ulang Adipati dengan tatapan tajam, “Baiklah. Setelah kubuat kau merasakan kekuatanku, kuharap kau berhenti memanggilku, Paman."

"Apa maksud Anda? Menjauh dariku!"

Sarah segera menggeser tubuhnya ke belakang.

Dia hendak turun dari ranjang melarikan diri.

Namun, tangan kekar Adipati berhasil meraihnya dan menghempaskannya terbaring di atas ranjang.

Dengan cepat Adipati sudah berada di atas tubuh Sarah. Matanya yang dingin menatapnya tajam.

Sarah mencoba meronta untuk melepaskan genggaman tangan Adipati darinya. Beberapa kali mencoba namun Adipati sama sekali tidak bergeser dari posisinya. “Paman, bukankah kau punya istri yang sangat kau cintai? Lepaskan aku, Paman!"

"Aku ingin kau melahirkan keturunanku,” tegas pria itu mendominasi, “karena istriku, tidak bisa melakukannya."

Mata Sarah sontak mengerjap. "Jadi, Anda ingin menjadikanku mesin pencetak anak? Paman, Anda bisa mencari wanita lain yang bisa melakukannya untukmu, dan seusia denganmu, Paman."

Namun, Adipati menulikan telinganya.

Disibaknya bagian bahwa dress yang Sarah kenakan.

Hal ini membuat istri mudanya itu berusaha lebih keras lagi untuk melepaskan diri.

Sayangnya, itu justru membuat hasrat Adipati semakin panas.

“Paman!”

Pria itu langsung melumat bibir Sarah. Satu tangannya bahkan bergerilya menjelajahi tubuh sang istri.

"Diamlah. Setelah kamu merasakan kenikmatannya, jangan sebut aku tua lagi."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Detrina Tiwatu
kemarin2 bisa dibuka,kenapa skarang harus pake koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status