"Tu-tunggu! Jangan macam-macam denganku. Dengarkan aku, Paman. Aku tidak akan melakukan apapun denganmu,” ucap Sarah panik, “bahkan, Anda lebih pantas menjadi Ayah atau pamanku daripada suamiku."
Adipati menatap tajam perempuan muda di hadapannya yang tampak sulit diatur.Hanya saja, ia tidak ingin berdebat dengan Sarah. Jadi, Adipati memilih tidak menjawab dan kembali fokus dengan pekerjaannya."Paman, kenapa Anda tidak menjawabku? Katakanlah sesuatu,” pinta Sarah, “Apakah kita bisa untuk tidak melakukannya?"Adipati melirik Sarah sekilas, lalu kembali mengabaikan pertanyaan tak masuk akal itu.Di sisi lain, Sarah merasa kesal karena tak mendapatkan jawaban sama sekali dari Adipati.Ia pun menyadari gaun yang ia pakai begitu tak nyaman. Oleh sebab itu, Sarah mengambil sebuah dress simpel berwarna hitam yang sudah disiapkan.Sarah segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.Di sana dia berpikir keras bagaimana cara agar bisa kabur dari pria itu.Tidak sia-sia dia berdiam diri lama di kamar mandi. Sarah akhirnya menemukan sebuah ide untuk kabur.“Ya, aku pasti bisa,” lirih gadis itu lalu tersenyum puas.*****"Paman. Aku merasa sangat bosan menunggumu bekerja. Aku ingin keluar berjalan-jalan di taman hotel sebentar.""Sebentar lagi, pekerjaanku akan selesai. Aku akan menemanimu." jawab Adipati tanpa memandang istri mudanya itu."Tidak perlu, Paman. Aku bisa sendiri. Anda bisa menyusul setelah pekerjaanmu selesai."Adipati mengerjapkan mata sebelum memandang ke arah Sarah.Pria itu lalu bangkit dari kursinya dan membukakan pintu kamar. Memang, kunci akses pintu dipegang olehnya agar pengantin kecilnya itu tidak kabur.Sementara itu, Sarah seketika tersenyum. Ia tampak begitu bahagia, sampai ia mendengar ucapan Adipati selanjutnya…."Romi. Temani gadis ini berkeliling ke taman," perintahnya pada sang bawahan yang ternyata masih berjaga di depan pintu kamar mereka.Sarah sangat terkejut.Mengapa Romi selalu ada di dekat mereka?Jika bersama kerabat jauhnya itu, tentu saja Sarah tidak akan bisa kabur.Sungguh percuma jika dia keluar pun. Kini dirinya benar-benar seperti burung yang terjebak di dalam sangkar."Aku tiba-tiba tidak enak badan. Aku tidak jadi pergi ke taman," alasan Sarah mendadak.Perempuan itu pun mendengus kesal dan kembali ke dalam kamarnya.Adipati dan Romi sontak saling bertatapan.Mereka telah dapat membaca strategi amatir Sarah untuk kabur.Oleh sebab itu, Adipati kembali menutup pintu kamar hotelnya.Tatapan matanya memandangi Sarah yang terlihat jelas sangat kesal karena rencananya gagal.Entah mengapa, Adipati jadi tertarik pada perempuan itu. Jadi, ditutupnya laptop untuk menunda pekerjaan."Paman. Kenapa kau menikahiku?"Pertanyaan Sarah yang mendadak membuat pria itu kesal. "Kenapa kamu memanggilku, Paman? Aku adalah suamimu.""Usia Paman jelas lebih tua dariku.”Sarah sengaja memanggil suaminya dengan menyebutnya paman. Dia berharap Adipati akan kesal dan membenci perilakunya, sehingga tidak akan mau menyentuhnya.Namun, Adipati justru mengambil nafas dalam.Ia menyadari umur mereka memanglah terpaut cukup jauh. Namun, mendengar gadis itu selalu memanggilnya paman, membuat gendang telinganya terganggu.Adipati lantas menghampiri Sarah yang tengah duduk bersila di tengah ranjang. Ia hendak memberi pelajaran perempuan itu agar tidak banyak bicara lagi."Panggil aku suamimu. Atau kau bisa memanggilku Adipati saja.""Tidak. Usia Anda jelas lebih tua dariku. Anda bahkan lebih pantas menjadi pamanku atau ayahku."Sudah dua kali Sarah mengulang kalimat ini, yang menyamakan usianya dengan sosok Ali, pamannya."Kau mengatakan aku tua?” ulang Adipati dengan tatapan tajam, “Baiklah. Setelah kubuat kau merasakan kekuatanku, kuharap kau berhenti memanggilku, Paman.""Apa maksud Anda? Menjauh dariku!"Sarah segera menggeser tubuhnya ke belakang.Dia hendak turun dari ranjang melarikan diri.Namun, tangan kekar Adipati berhasil meraihnya dan menghempaskannya terbaring di atas ranjang.Dengan cepat Adipati sudah berada di atas tubuh Sarah. Matanya yang dingin menatapnya tajam.Sarah mencoba meronta untuk melepaskan genggaman tangan Adipati darinya. Beberapa kali mencoba namun Adipati sama sekali tidak bergeser dari posisinya. “Paman, bukankah kau punya istri yang sangat kau cintai? Lepaskan aku, Paman!""Aku ingin kau melahirkan keturunanku,” tegas pria itu mendominasi, “karena istriku, tidak bisa melakukannya."Mata Sarah sontak mengerjap. "Jadi, Anda ingin menjadikanku mesin pencetak anak? Paman, Anda bisa mencari wanita lain yang bisa melakukannya untukmu, dan seusia denganmu, Paman."Namun, Adipati menulikan telinganya.Disibaknya bagian bahwa dress yang Sarah kenakan.Hal ini membuat istri mudanya itu berusaha lebih keras lagi untuk melepaskan diri.Sayangnya, itu justru membuat hasrat Adipati semakin panas.“Paman!”Pria itu langsung melumat bibir Sarah. Satu tangannya bahkan bergerilya menjelajahi tubuh sang istri."Diamlah. Setelah kamu merasakan kenikmatannya, jangan sebut aku tua lagi."Setelah pergumulan panas itu, Sarah langsung menepi dan menuju kamar mandi.Adipati jelas tahu bahwa perempuan itu menangis di sana. “Hah…” Pria itu menyugar rambutnya kasar. Mereka belum sampai klimaks.Sebenarnya, Adipati tidak tega melanjutkannya. Ia justru ingin segera pulang menemui istrinya. Namun, jika ia tidak bisa menjamah Sarah secepatnya, keduanya harus menghabiskan malam lebih lama.“Tidak. Aku harus segera pulang dan menemui Anna,” lirih Adipati mengabaikan perasaan iba pada istri mudanya itu.Tok tok tok!Adipati mengetuk pintu kamar mandi, meminta Sarah keluar. Dia juga berjanji tidak akan melanjutkan permainan kecuali Sarah yang memintanya.Setelah beberapa saat, Sarah yang mempercayai perkataan Adipati pun keluar dari kamar mandi. Namun, perempuan itu tidak mengatakan apapun. Sarah tampaknya benar-benar takut untuk berada di dekat pria itu. Meskipun mereka tidak melakukannya hingga klimaks, namun kesuciannya telah direnggut.Adipati mengetahui apa yang sedang pe
“Hei, kenapa kau justru menangis?" "Semua ini gara-gara kamu, Kak. Kini aku tidak pantas disebut seorang Ibu. Aku telah menjual anakku sendiri. Semua tetangga mencelaku sekarang," marah Layla."Jadi gara-gara itu kamu menangis? Sudahlah Layla, abaikan mereka. Kita tidak makan dari tetangga, bukan?""Bukan tentang mereka. Tapi ini tentang menjadi seorang Ibu. Aku gagal Kak. Aku gagal menjadi Ibu yang baik."Layla merutuki penyesalannya. Namun, Ali mengabaikannya. Bagi pria itu, yang terpenting kini adik dan keponakannya telah naik derajatnya. Tentu saja, Ali meminta sedikit bagian sebagai upah menjodohkan mereka.Sarah menutup kedua telinganya, tidak ingin mendengar perdebatan Ibu dan pamannya.Drrt!Sarah meraih sebuah ponsel baru yang sengaja ditinggalkan suaminya untuk memudahkan komunikasi. Sejujurnya, ia sempat bimbang untuk mengangkatnya. Namun, Sarah penasaran apa yang akan dikatakan suaminya itu padanya."Maaf, aku pergi tanpa berpamitan.""Anda tidak perlu melakukannya, P
"Sudahlah, Nak. Mungkin kalian memang tidak berjodoh," ujar ibu Arjuna menenangkan."Aku sangat mencintai Sarah, Bu. Tapi bagaimana bisa dia meninggalkanku begitu saja demi menikahi pria kaya itu?"Sang ibu terdiam sejenak. Ia mengetahui rahasia yang sebenarnya atas pernikahan itu. Namun ia ragu mengatakan pada putranya.Ia tak ingin putranya menimbulkan masalah dalam rumah tangga orang lain. Selain itu, mungkin saja Sarah sudah menerima takdir seperti nasehatnya saat itu. Sehingga ia mengatakan hal keji, yang membuatnya seolah menjadi pelaku utama dalam ketidakadilan kisah cinta mereka."Sarah menikah bukan karena keinginannya."Kejujuran sang ibu lolos juga. Ternyata hati kecilnya menolak untuk memendam kebenaran itu sendiri.Arjuna sontak menatap sang ibu. Kedua netra mereka saling menatap. Sang ibu mengangguk, lanjut menjelaskan."Keluarganya telah menjualnya pada pria kaya itu. Pria itu hanya menginginkan Sarah untuk melahirkan anak untuknya, karena istri pertamanya mandul. Jadi
“Glek."Sarah sebenarnya tidak terlalu terkejut saat melihat suaminya sudah berada di kamarnya. Ia telah melihat mobil mewah milik sang suami terparkir di halaman rumahnya.Hanya saja, ia tiba-tiba merasa kahwatir melihat tatapan menyelidik pria itu di kamarnya.Perlahan, Sarah masuk dan mengunci pintu kamar itu. Lalu, ia mendekat ke arah Adipati yang sedang duduk di tepi ranjang menunggunya. "Apa yang Paman lakukan dengan barang-barang itu di kamarku?""Itu semua oleh-oleh untukmu.""Paman tidak perlu membawanya. Aku tidak butuh apapun dari Paman!""Kamu tahu 'kan, aku tidak menerima penolakan? Bukalah!"Sarah mendengus kesal. Terpaksa ia membuka satu per satu tas belanja yang suaminya bawa."Lingerie?" ujarnya melongo.Sarah menatap suaminya, yang tengah sibuk menata laptop di meja riasnya. Adipati ke mana saja selalu sibuk bekerja. Sikapnya benar-benar seperti orang tua yang gila kerja."Apa dia ingin aku memakai baju yang seperti sarang nyamuk ini?" protes Sarah lirih."Tidak, ak
"Lepaskan! Aku tak mau mandi denganmu!""Jangan bicara lagi."Adipati langsung melumat bibir Sarah. Awalnya Sarah memberontak sekuat tenaga. Namun ciuman hebat dari sang suami membuatnya kalah.Milik Adipati kini semakin mengeras. Sarah dapat merasakannya.Dengan tidak sabar, Adipati membuka semua kain yang melekat di tubuh Sarah dengan kasar.Mereka melakukannya penuh dengan hasrat yang menggelora pada setiap sentuhan dan gerakan ….****"Sarah, ambilkanlah makanan untuk suamimu lebih dulu."'Bukankah dia punya tangan? Mengapa harus aku yang mengambilkannya?'"Terima kasih." ucap Adipati seraya menyodorkan piringnya untuk diisi.Sarah mengambil sesendok nasi dan beberapa lauk pauk untuk sang suami.Mereka makan malam dengan tenang, tidak ada yang berbicara, karena mereka segan jika bukan Adipati yang memulainya.Sedangkan Sarah tampak biasa saja meskipun mereka tahu, Sarah masih tidak menyukai sang suami.Sial bagi Adipati. Hasratnya yang menggelora masih tersisa, ia begitu menikmati
"Aku tidak mau, ranjangku masih bagus."Adipati mengernyitkan dahi. Apa wanita itu tidak merasa sakit setiap bangun tidur? Sedangkan dirinya selalu merasa sakit dan tidak nyenyak karena kasur yang keras.Adipati tidak menghiraukan Sarah yang menolak permintaannya.Pria itu berkeliling mencari barang yang dia inginkan. Ia terlihat sedang melihat dan mempertimbangan mana ranjanh yang akan dia ambil."Aku beli yang ini," Adipati menunjuk kasur dengan ukuran king untuk mengganti kasur keras di kamar Sarah.Adipati ingin merasa nyaman saat ia menginap dirumah Sarah. Selain itu, ia memutuskan untuk membeli sofa, lemari es, lemari pakaian dan banyak perabotan rumah lainnya."Paman, kau tidak perlu membeli semua itu.""Aku membeli dengan uangku, mengapa kau melarangku?"Sarah meneguk salivanya, memang benar perkataan pria itu. Namun, untuk apa membeli semua itu, jika dia saja tidak tinggal di rumahnya.Akhirnya Sarah membiarkan suaminya melakukan semaunya. Lagi pula ia tak dirugikan apapun."
"Dasar orang tua mesum!" Sarah mendengus kesal. Menatap Adipati dengan mata menyalang.Adipati menyeringai. "Aku tahu, kau juga menikmatinya, bukan?"Sarah memalingkan muka, tidak menjawab pertanyaan Adipati. Ia mulai kesal dengan dirinya sendiri, ia memang ikut menikmati, namun ia tentu tak sudi mengakuinya. Baginya melakukan itu hanyalah kewajibannya. Namun ia tetap mengukuhkan cinta di hatinya untuk Arjuna tercintanya."Apa kita akan melakukannya lagi di kamar mandi?"Sarah tidak menjawab. Adipati yang merasa gemas dengan wanita susah diatur itu lantas menggigit dagu Sarah, bercanda.Seketika Sarah melemparkan lirikan mautnya pada Adipati. Ia tak suka pria itu terus menggodanya.Adipati menyeringai sombong."Pakailah baju dinasmu yang sudah kubelikan. Jangan melawan perintah suamimu."Sarah lantas pergi meninggalkan Adipati. Jantungnya berdegup sangat cepat. Pria tua itu sangat membuatnya
"Anna, aku akan segera pulang. Tunggulah dirumah orang tuamu, aku akan langsung menjemputmu kesana.""Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Aku juga membawa mobil sendiri."Adipati mengalah tidak ingin berdebat. Ia sangat paham dengan sifat keras kepala sang istri. "Tuut." Anna mematikan panggilan teleponnya sepihak. Jika Anna berkata tidak, maka sebaiknya tidak usah repot-repot melakukannya. Atau itu akan menjadi sia-sia dan berbuntut perkelahian panjang."Ekhem. Apa kau akan terus melamun dengan tubuh polosmu itu, Paman?" suara Sarah membuyarkan lamunan.Sarah meneguk salivanya saat melihat sang suami yang belum juga mengenakan pakaian. Terlihat jelas aset milik suaminya yang masih terlihat mengeras, menyambut pagi."Aku sebenarnya lebih suka seperti ini saat bersamamu, tapi aku takut kau akan semakin menginginkanku. Jadi aku akan mandi sekarang."Adipati beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Ia menyeringai, meledek Sarah."Huh, apa Paman bilang? Aku menginginkannya? Itu tidak m