“Hei, kenapa kau justru menangis?" "Semua ini gara-gara kamu, Kak. Kini aku tidak pantas disebut seorang Ibu. Aku telah menjual anakku sendiri. Semua tetangga mencelaku sekarang," marah Layla."Jadi gara-gara itu kamu menangis? Sudahlah Layla, abaikan mereka. Kita tidak makan dari tetangga, bukan?""Bukan tentang mereka. Tapi ini tentang menjadi seorang Ibu. Aku gagal Kak. Aku gagal menjadi Ibu yang baik."Layla merutuki penyesalannya. Namun, Ali mengabaikannya. Bagi pria itu, yang terpenting kini adik dan keponakannya telah naik derajatnya. Tentu saja, Ali meminta sedikit bagian sebagai upah menjodohkan mereka.Sarah menutup kedua telinganya, tidak ingin mendengar perdebatan Ibu dan pamannya.Drrt!Sarah meraih sebuah ponsel baru yang sengaja ditinggalkan suaminya untuk memudahkan komunikasi. Sejujurnya, ia sempat bimbang untuk mengangkatnya. Namun, Sarah penasaran apa yang akan dikatakan suaminya itu padanya."Maaf, aku pergi tanpa berpamitan.""Anda tidak perlu melakukannya, P
"Sudahlah, Nak. Mungkin kalian memang tidak berjodoh," ujar ibu Arjuna menenangkan."Aku sangat mencintai Sarah, Bu. Tapi bagaimana bisa dia meninggalkanku begitu saja demi menikahi pria kaya itu?"Sang ibu terdiam sejenak. Ia mengetahui rahasia yang sebenarnya atas pernikahan itu. Namun ia ragu mengatakan pada putranya.Ia tak ingin putranya menimbulkan masalah dalam rumah tangga orang lain. Selain itu, mungkin saja Sarah sudah menerima takdir seperti nasehatnya saat itu. Sehingga ia mengatakan hal keji, yang membuatnya seolah menjadi pelaku utama dalam ketidakadilan kisah cinta mereka."Sarah menikah bukan karena keinginannya."Kejujuran sang ibu lolos juga. Ternyata hati kecilnya menolak untuk memendam kebenaran itu sendiri.Arjuna sontak menatap sang ibu. Kedua netra mereka saling menatap. Sang ibu mengangguk, lanjut menjelaskan."Keluarganya telah menjualnya pada pria kaya itu. Pria itu hanya menginginkan Sarah untuk melahirkan anak untuknya, karena istri pertamanya mandul. Jadi
“Glek."Sarah sebenarnya tidak terlalu terkejut saat melihat suaminya sudah berada di kamarnya. Ia telah melihat mobil mewah milik sang suami terparkir di halaman rumahnya.Hanya saja, ia tiba-tiba merasa kahwatir melihat tatapan menyelidik pria itu di kamarnya.Perlahan, Sarah masuk dan mengunci pintu kamar itu. Lalu, ia mendekat ke arah Adipati yang sedang duduk di tepi ranjang menunggunya. "Apa yang Paman lakukan dengan barang-barang itu di kamarku?""Itu semua oleh-oleh untukmu.""Paman tidak perlu membawanya. Aku tidak butuh apapun dari Paman!""Kamu tahu 'kan, aku tidak menerima penolakan? Bukalah!"Sarah mendengus kesal. Terpaksa ia membuka satu per satu tas belanja yang suaminya bawa."Lingerie?" ujarnya melongo.Sarah menatap suaminya, yang tengah sibuk menata laptop di meja riasnya. Adipati ke mana saja selalu sibuk bekerja. Sikapnya benar-benar seperti orang tua yang gila kerja."Apa dia ingin aku memakai baju yang seperti sarang nyamuk ini?" protes Sarah lirih."Tidak, ak
"Lepaskan! Aku tak mau mandi denganmu!""Jangan bicara lagi."Adipati langsung melumat bibir Sarah. Awalnya Sarah memberontak sekuat tenaga. Namun ciuman hebat dari sang suami membuatnya kalah.Milik Adipati kini semakin mengeras. Sarah dapat merasakannya.Dengan tidak sabar, Adipati membuka semua kain yang melekat di tubuh Sarah dengan kasar.Mereka melakukannya penuh dengan hasrat yang menggelora pada setiap sentuhan dan gerakan ….****"Sarah, ambilkanlah makanan untuk suamimu lebih dulu."'Bukankah dia punya tangan? Mengapa harus aku yang mengambilkannya?'"Terima kasih." ucap Adipati seraya menyodorkan piringnya untuk diisi.Sarah mengambil sesendok nasi dan beberapa lauk pauk untuk sang suami.Mereka makan malam dengan tenang, tidak ada yang berbicara, karena mereka segan jika bukan Adipati yang memulainya.Sedangkan Sarah tampak biasa saja meskipun mereka tahu, Sarah masih tidak menyukai sang suami.Sial bagi Adipati. Hasratnya yang menggelora masih tersisa, ia begitu menikmati
"Aku tidak mau, ranjangku masih bagus."Adipati mengernyitkan dahi. Apa wanita itu tidak merasa sakit setiap bangun tidur? Sedangkan dirinya selalu merasa sakit dan tidak nyenyak karena kasur yang keras.Adipati tidak menghiraukan Sarah yang menolak permintaannya.Pria itu berkeliling mencari barang yang dia inginkan. Ia terlihat sedang melihat dan mempertimbangan mana ranjanh yang akan dia ambil."Aku beli yang ini," Adipati menunjuk kasur dengan ukuran king untuk mengganti kasur keras di kamar Sarah.Adipati ingin merasa nyaman saat ia menginap dirumah Sarah. Selain itu, ia memutuskan untuk membeli sofa, lemari es, lemari pakaian dan banyak perabotan rumah lainnya."Paman, kau tidak perlu membeli semua itu.""Aku membeli dengan uangku, mengapa kau melarangku?"Sarah meneguk salivanya, memang benar perkataan pria itu. Namun, untuk apa membeli semua itu, jika dia saja tidak tinggal di rumahnya.Akhirnya Sarah membiarkan suaminya melakukan semaunya. Lagi pula ia tak dirugikan apapun."
"Dasar orang tua mesum!" Sarah mendengus kesal. Menatap Adipati dengan mata menyalang.Adipati menyeringai. "Aku tahu, kau juga menikmatinya, bukan?"Sarah memalingkan muka, tidak menjawab pertanyaan Adipati. Ia mulai kesal dengan dirinya sendiri, ia memang ikut menikmati, namun ia tentu tak sudi mengakuinya. Baginya melakukan itu hanyalah kewajibannya. Namun ia tetap mengukuhkan cinta di hatinya untuk Arjuna tercintanya."Apa kita akan melakukannya lagi di kamar mandi?"Sarah tidak menjawab. Adipati yang merasa gemas dengan wanita susah diatur itu lantas menggigit dagu Sarah, bercanda.Seketika Sarah melemparkan lirikan mautnya pada Adipati. Ia tak suka pria itu terus menggodanya.Adipati menyeringai sombong."Pakailah baju dinasmu yang sudah kubelikan. Jangan melawan perintah suamimu."Sarah lantas pergi meninggalkan Adipati. Jantungnya berdegup sangat cepat. Pria tua itu sangat membuatnya
"Anna, aku akan segera pulang. Tunggulah dirumah orang tuamu, aku akan langsung menjemputmu kesana.""Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Aku juga membawa mobil sendiri."Adipati mengalah tidak ingin berdebat. Ia sangat paham dengan sifat keras kepala sang istri. "Tuut." Anna mematikan panggilan teleponnya sepihak. Jika Anna berkata tidak, maka sebaiknya tidak usah repot-repot melakukannya. Atau itu akan menjadi sia-sia dan berbuntut perkelahian panjang."Ekhem. Apa kau akan terus melamun dengan tubuh polosmu itu, Paman?" suara Sarah membuyarkan lamunan.Sarah meneguk salivanya saat melihat sang suami yang belum juga mengenakan pakaian. Terlihat jelas aset milik suaminya yang masih terlihat mengeras, menyambut pagi."Aku sebenarnya lebih suka seperti ini saat bersamamu, tapi aku takut kau akan semakin menginginkanku. Jadi aku akan mandi sekarang."Adipati beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Ia menyeringai, meledek Sarah."Huh, apa Paman bilang? Aku menginginkannya? Itu tidak m
Setibanya di rumah sang mertua, Adipati mengedarkan pandangan ke seluruh sudut garasi. Namun ia tak menemukan mobil istrinya yang terparkir di sana."Kemana dia?" batin Adipati.Adipati beranjak masuk ke dalam rumah sang mertua. Saat membuka pintu, tampak kedua mertuanya sedang duduk di sofa ruang tamu."Selamat malam. Ayah, Ibu." sapanya pada mereka.Mereka tampak terkejut atas kedatangan sang menantu. "Kenapa kau tiba-tiba datang tanpa memberitahu kami? Jika kami tahu kau akan datang, kami pasti menyiapkan hidangan istimewa untukmu.""Aku tidak ingin merepotkan kalian. Aku hanya ingin menjemput istriku. Tapi, kenapa aku tidak melihat mobilnya di garasi?"Andre-sang ayah mertua langsung berdiri, "Anna ada di kamarnya. Tadi dia sempat pergi bersama temannya. Lalu, mobilnya mogok dan perlu di service. Tenang saja, Ayah sudah menyuruh orang untuk mengurusnya.""Begitu rupanya. Terima kasih, Ayah. Seharusnya akulah yang melakukannya."Andre melempar senyum. "Tidak usah dipikirkan. Aku jug