Share

Bab 7

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2021-06-09 18:00:00

*Happy reading*

"Kenapa melihat saya seperti itu? Mau ngerengek? Atau mau ngadu lagi sama Mama? Ngadu aja, saya udah gak perduli. Karena apapun yang kamu lalukan, tidak akan pernah membuat saya simpatik sama kamu. Camkan itu!"

Butuh beberapa detik, untukku bisa menguasai diri dan rasa sakit akan ucapan Kak Sean tersebut.

Namun setelahnya, aku pun mencoba tersenyum, dan mengangguk mengerti pada pernyataan itu.

"Ya, Kak. Rara tau. Dan Rara juga gak akan berharap lebih pada kakak, ataupun pernikahan ini. Karena Rara sadar posisi Rara di mana." Aku pun mencoba menjawab sebijak yang aku bisa.

"Bagus kalau kamu memang sadar diri," ucap Kak Sean setelahnya.

"Kalau begitu, sekarang tunjukan kamarnya. Karena saya lelah ingin segera istirahat!"

Aku kembali mengangguk. Sebelum berdiri dari dudukku, dan menunjukan satu-satunya kamar yang ada di Apartemen ini.

Begini, sebenarnya ini bukan Aprtemen mewah seperti dalam bayangan kalain. Ini hanya loft minimalis, yang memang di peruntukan untuk di tinggali seorang diri. Jadi ... ya kamar di sini memang cuma satu saja.

"Ini kamarnya, kak?" Aku mempesilahkan Kak Sean masuk. Pada kamar, yang sebenarnya jadi ranah pribadiku.

"Kamarnya cuma satu?" keluhnya kemudian. Saat melihat tampilan kamar, yang memang terdapat banyak pernak-pernik milikku.

"Iya, kak." 

"Kenapa cuma satu?"

"Ya, karena emang ... Rara kan cuma sendirian di sini, jadi ... buat apa Rara pakai Apartemen lebih luas? Lagipula,  loft ini juga dekat dengan kampus, jadi--"

"Oke, stop! Saya mengerti," sela Kak Sean cepat. Seperti malas mendengar penjelasannya. 

Aku pun segera menutup mulutku rapat-rapat. Karena tak ingin membuat Kak Sean makin tak nyaman.

"Untung ada sofa di sini. Jadi, mulai malam ini kamu tidur di sana. Oke!" ucapnya kemudian. Setelah memindai kamar ini, dan menemukan sofa malas yang memang sengaja kutaruh di sana untuk bermalas-malasan. Tapi ....

Apa katanya tadi? 

"Aku tidur di sofa, kak?" beo ku pelan. Ingin memastikan pendengaranku barusan. 

"Tentu saja? Memangnya kamu mau tidur di mana lagi? Di tempat tidur sama saya? Gitu? Gatel juga kamu, ya?" balasnya ketus, sambil tersenyum merendahkan.

Ya, Tuhan. Aku kan cuma bertanya. Kenapa tanggapan Kak Sean seperti itu? Apa ... aku memang serendah itu di matanya.

"Dengar saya baik-baik ya, Ra. Saya memang menyetujui usul Mama, untuk tinggal sama kamu selama di sini, dan membiarkan kamu melakukan kewajiban kamu sebagai istri. Tapi, bukan berarti saya akan menjadikan kamu istri yang sesungguhnya. Karena satu hal yang harus kamu tahu. Saya, tidak akan pernah menyentuh wanita yang tidak saya cintai. Jadi, lupakan mimpi kamu untuk hal itu."

Tuhan, apa aku memang serendah itu di matanya. Hingga dia bisa seenaknya menuduhku seperti ini?

Padahal, aku tidak bermaksud menawarkan diriku padanya. Aku cuma ingin memastikan pendengaranku dan keputusannya saja. Tapi, kenapa dia malah ....

"Dan satu lagi!" lanjutnya lagi tiba-tiba.

Sekarang apalagi maunya? 

"Sepertinya kita harus membuat perjanjian dalam pernikahan ini. Agar kamu tau batasan kamu!"

Batasanku? Memang aku harus membatasi diri bagaimana lagi? Apa aku kurang menjauh dari mereka, atau ... apa?

Apa perlu, aku menghilang saja dari kehidupannya, agar mereka puas sekalian. Begitu?

"Baiklah. Terserah kakak saja. Lakukan apapun yang menurut Kakak baik. Aku akan menyetujuinya," jawabku kemudian. Tak ingin memperpanjang masalah ini.

"Bagus. Kalau begitu keluar kamu sekarang. Karena saya mau tidur!" Dia pun lalu mengusir aku seenaknya, sebelum berbalik badan dan menghempaskan diri ke atas tempat tidur tanpa dosa.

Setelah diusir seperti itu. Bisa apa aku selain pergi. Karena sekalipun sebenarnya ini adalah kamarku, tapi dia juga adalah suamiku. 

Jadi, perintahnya wajib aku jalani.

"Jangan lupa tutup pintunya dan jangan ganggu tidur saya, sampai saya bangun sendiri!" ucapnya lagi, tanpa membuka matanya. Saat aku baru saja sampai di ambang pintu.

"Iya, kak."

Dengan patuh aku pun melaksanakan titahnya. Sebelum kembali ke ruang tamu dan menghempaskan diri pada sofa yang ada di sana.

Aku lelah sekali. Sungguh! Bukan cuma tubuhku saja, tapi juga hati dan seluruh rasa yang ada pada diriku.

Padahal aku sudah mencoba mengalah, dan tak berharap apapun pada pernikahan ini. Tapi, kenapa rasanya tetap terasa sakit, saat Kak Sean mengatakan penolakannya selugas itu dan menunjukan posisiku yang sebenarnya?

Apa yang ku inginkan sebenarnya? 

Apa ... aku kurang ikhlas? Atau ... jangan-jangan aku sudah berharap lebih pada kedatangannya tanpa sadar? 

Akan tetapi, apa aku salah jika merasakan hal itu? Karena bagaimanapun, dia itu kan suamiku. Jadi wajarkan, kalau aku--

Ah, sudahlah. Sepertinya memang aku yang terlalu lembek.

Lebih dari itu, mulai sekarang aku harus menata hatiku lagi untuk lebih kuat. Karena aku yakin, selama satu minggu ini, akan ada banyak rasa sakit lagi yang akan aku terima dari Kak Sean.

Entah itu apa, yang jelas aku harus bisa bertahan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Td blg mau cerai aj giliran orgnya dtg malah mingkem
goodnovel comment avatar
lies aini
sebell kl pemeran cewenya lembek masa kalah ga punya pendapat sendiri ..suami sih Suami ga gitu kali ..sebel
goodnovel comment avatar
Yuli Harmina
kenapa rara ndk mau melawan, bukannya perusahaan tempat sean bekerja itu perusahaannya rara, ya otomatis rara yg lebih berkuasa, kok bodoh x rara ya, melempem amat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Nomor Dua   Last extra part

    Pov Kenneth” “Bang?”“ “Hm ....”“ “Itu siapa?”“ Kairo mengangkat wajahnya dengan kesal, sebelum mengikuti arah pandangku.” “Maba,” jawabnya singkat. Membuat aku kesal sekali.” Abang kembarku ini memang pelit sekali berkata-kata. Seakan setiap kata dia ucapkan itu harus membayar.” “Ck, Dari baju yang dia pakai pun, gue juga bisa nebak kalau di masih Maba.” Aku berdecak cukup keras, menyuarakan kekesalanku pada pria yang lahir tiga menit lebih awal dariku.” “Kalau begitu, kenapa masih tanya?” gumamnya kemudian, membuat kekesalanku makin menjadi-jadi.”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 3

    “Loh, Kak Sean? Udah pulang? Kok, gak ngabarin? Gimana kabar Kakak sama Kak Audy? Baikkan?”“ Aku cukup terkejut melihat keberadaan Kak Sean di Ruang tamu kediamanku, saat baru saja menidurkan Kean yang lumayan rewel hari ini.” Kak Sean tidak menjawabku. Hanya tersenyum tipis, sebelum menyerahkan sebuah amplop padaku.” “Aku baru datang. Sengaja langsung ke sini untuk memberikan itu padamu,” ucapnya sendu, tidak seperti biasanya.” Entah kenapa, aku melihat kesedihan yang teramat sangat dalam matanya.” “Ini apa?” tanyaku kemudian, sambil menerima amplop yang sepertinya berisi surat di dalamnya.” “Baca aja, itu dari Audy.”“ Eh?”

  • Istri Nomor Dua   Extra part 2

    *Happy Reading*” “Saya terima nikah dan kawinnya Andara prameswari Binti Matheo Prameswari dengan mas kawin tersebut, tunai!”“ “Bagaimana para saksi? Sah?”“ “Sah ....”“ Alhamdulilah ....” Rasa haru pun menyeruak tak terbendung, saat moment itu kembali terulang dalam hidupku.” Meski ini memang bukan yang pertama ku alami. Tapi rasa haru ini benar-benar pertama kali aku rasakan dan ....” Terima kasih Tuhan. Akhirnya aku punya hari bahagiaku sendiri.” Aku benar-benar tak pernah menyangka akan punya kesempatan lagi, bisa merasakan moment ini kembali dalam hidupku, setelah semua yang sud

  • Istri Nomor Dua   Extra part 1

    *Happy Reading*”“Andara Prameswari. Kau ku talak.”“Alhamdulilah ....”Senyumku pun langsung terbit, setelah mendengar kata talak kembali diucapkan pria ini.”Please ... tolong jangan bilang aku gila. Karena apa? Karena ini memang harus dilakukan, agar aku bisa meraih kebahagiaanku yang sudah menunggu.”“Makasih ya, Kak,” ucapku tulus, seraya menatap pria yang sekarang sudah sah ku sebut Mantan suami.”Iya, dia adalah Sean Abdilla, yang baru saja mengucapkan kata talak untuk kedua kalinya terhadapku.”Kenapa bisa begitu? Ya ... karena aku sendiri sebenarnya selama ini r

  • Istri Nomor Dua   Epilog

    “Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi.” Mama Sulis terus membelai rambutku, mencoba menenangkan aku yang benar-benar tak bisa menghentikan tangis.”Bagaimana tidak? Aku harus menerima kenyataan kembali ditinggalkan, oleh pria yang sangat penting dalam hidupku. Juga pria yang sudah aku labeli akan menjadi pasangan hidup sampai tua nanti.”Demi Tuhan. Tujuanku ke Rumah ini kan, untuk menyelesaikan masa lalu, agar bisa hidup tenang dengan pria itu.”Tetapi pria itu malah seenaknya pergi, tanpa memberi kabar apapun padaku. Seakan aku ini sudah tak penting dan ....”“Apa perlu kita pesan tiket ke London sekarang. Agar kamu bisa menyusul Dokter Ken ke sana?” usul Kak Sean kemudian. Tampak ikut bersalah akan kejadian itu.”

  • Istri Nomor Dua   Bab 55

    “Kalau begitu, apa Kakak keberatan jika aku bilang kita impas?” ucapku kemudian, setelah cukup lama membiarkan Kak Sean larut dalam penyesalannya.”Sayangnya, Kak Sean malah menggeleng, dan tersenyum miring saat mengalihkan atensinya padaku.”“Kurasa kata impas lebih tepat diucapkan Papimu, Ra. Karena kamu tak punya salah apapun di sini. Hanya aku saja yang bodoh sudah menjadikanmu alat untuk balas dendam. Jadi, kamu tak pantas mengucapkan hal itu,” balasnya dengan bijak.”Ah, i see.”“Kalau begitu. Apa ini sudah cukup untuk kakak, agar tak menggangguku lagi. I mean, Kakak gak akan meminta aku kembali sama Kakak lagi, kan? Karena aku benar-benar tidak--”“&ldqu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status