Share

Bab 3

Author: Mimoy
last update Last Updated: 2025-09-12 22:31:29

Sisi ranjang di sebelahku kosong—Arkana sudah pergi.

Tubuhku lemas karena semalaman hampir tidak tidur. Aku membuka mata perlahan, menatap sinar matahari yang menembus tirai kamar setengah terbuka. Bayangan di cermin memantulkan wajah pucat dengan lingkaran hitam di mata. Inikah wajah seorang pengantin baru?

Pintu terbuka. Seorang pelayan masuk. “Nyonya, Tuan Arkana menunggu di ruang makan. Beliau meminta Anda segera turun.”

Aku mengangguk pelan. “Baiklah.”

Ruang makan itu begitu luas dan megah, tapi bagiku lebih mirip ruang interogasi. Meja panjang dengan taplak putih, piring porselen berkilat, dan kursi empuk—semua tampak mewah tapi dingin.

Di ujung meja, Arkana duduk dengan jas abu-abu, memegang cangkir kopi. Tatapannya dingin, sikapnya tenang, seolah-olah ia menguasai segalanya.

“Duduk,” katanya singkat.

Aku duduk di seberang. Hidangan mewah tersaji: roti panggang, sup hangat, jus jeruk segar. Tapi tenggorokanku terasa terkunci. Aku hanya menatap makanan tanpa menyentuhnya.

Akhirnya, aku membuka suara. “Kenapa aku? Kau bisa mendapatkan siapa saja. Wanita cantik mana pun pasti rela menjadi istrimu. Tapi kenapa aku, yang jelas-jelas menolak?”

Arkana meletakkan cangkirnya dengan tenang. “Karena kau satu-satunya yang tidak bisa menolak.”

Aku terdiam. Kata-kata itu menghantam lebih keras daripada yang kubayangkan.

“Jadi aku hanya pion?” tanyaku lirih. “Alat tukar untuk menyelamatkan perusahaan Ayah?”

Senyum tipis muncul di wajahnya. “Kau menyebutnya korban. Aku menyebutnya kesempatan.”

Aku mengepalkan tangan di bawah meja. “Kalau aku kabur?”

Sorot matanya langsung berubah tajam, menusuk seperti belati. “Jangan coba-coba, Nayla. Dunia di luar sana lebih kejam daripada aku. Kalau kau keluar dari perlindunganku, kau akan hancur dalam sekejap.”

Aku menahan napas. Kata-katanya terdengar seperti ancaman, tapi juga menyimpan sesuatu—sebuah rahasia pahit yang tidak ingin ia jelaskan.

“Kenapa kau bicara seperti itu? Seolah-olah ada sesuatu yang hanya kau ketahui,” desakku.

Arkana berdiri, melangkah ke arahku. Setiap langkahnya berat, penuh wibawa. Aku hampir tidak bisa bernapas ketika ia berhenti di dekat kursiku.

“Karena ada orang-orang yang lebih menginginkanmu daripada aku,” katanya pelan tapi penuh tekanan. “Dan mereka… tidak akan sebaik aku.”

Aku terpaku. Tubuhku membeku. “Apa maksudmu? Siapa mereka?”

Ia tidak menjawab. Hanya menatapku sebentar, lalu mengambil jasnya. “Pikirkan baik-baik, Nayla. Kau boleh membenciku. Tapi jangan pernah berpikir kau bisa hidup tanpaku.”

Ia meninggalkan ruang makan dengan langkah mantap, menyisakan aku yang duduk kaku di kursi.

Tanganku gemetar saat meraih gelas jus jeruk. Embun dingin menempel di kulitku, tapi bukan itu yang membuatku menggigil. Kata-katanya menggema di kepalaku, semakin lama semakin menekan.

Untuk pertama kalinya, aku mulai merasa ketakutan—bukan hanya pada Arkana, tapi juga pada sesuatu di luar sana. Sesuatu yang bahkan lebih berbahaya daripada pria dingin ini.

Aku kembali ke kamar, mencoba menenangkan diri. Ruangan mewah itu terasa semakin sempit. Aku membuka laci meja rias, menemukan sebuah buku catatan kecil kosong. Tanpa sadar, aku mulai menulis:

Hari pertama sebagai istri Arkana Pratama. Aku tidak tahu apakah aku seorang pengantin… atau tawanan. Tapi aku tidak boleh menyerah. Jika Arkana menyembunyikan sesuatu, aku harus tahu kebenarannya.

Aku berhenti menulis ketika mendengar ketukan pelan di pintu.

“Boleh aku masuk?”

Aku terlonjak. Suara itu begitu familiar, membuat jantungku berdetak kencang. Dengan tangan gemetar, aku membuka pintu.

Sosok di hadapanku membuatku tercekat.

“Adam?”

Sahabat masa kecilku berdiri di sana, senyumnya lemah tapi matanya penuh kekhawatiran. “Nayla… aku dengar tentang pernikahanmu. Aku harus memastikan kau baik-baik saja.”

Dadaku langsung hangat sekaligus sakit. “Bagaimana kau bisa masuk ke rumah ini?”

“Aku punya cara,” jawabnya singkat. Ia menunduk, suaranya bergetar. “Kau bahagia, Nayla? Katakan yang sebenarnya.”

Pertanyaan itu menghantam hatiku. Air mata hampir jatuh. Tapi sebelum aku sempat menjawab, suara langkah berat terdengar di koridor.

Aku kaku. Jantungku serasa melompat ke tenggorokan.

Pintu terbuka.

Arkana berdiri di ambang pintu, tatapannya dingin dan tajam. “Apa yang kau lakukan di sini?”

Adam menatap balik tanpa gentar. “Aku hanya ingin memastikan Nayla tidak menderita.”

Arkana melangkah masuk, berdiri di antara kami. Aura dinginnya memenuhi ruangan. “Dia istriku. Aku tidak butuh orang lain mencampuri hidupnya.”

Aku terjepit di antara dua tatapan membara—satu penuh kepedulian, satu penuh penguasaan.

Adam menarik napas dalam, lalu menatapku lebih serius. “Aku tanya lagi, Nayla… kau bahagia?”

Aku masih terdiam, jantungku berdegup kencang. Bibirku akhirnya terbuka perlahan.

“Aku…”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 10

    Tanganku terangkat, menutupi bibir yang bergetar. Suara hujan deras di luar semakin membuat dunia terasa kacau, menampar wajahku dengan dingin yang menusuk. Nafasku berat, dada sesak, dan setiap detik terasa seperti diseret oleh ketegangan yang tak tertahankan. Aku menunduk, mencoba menembus kegelapan, mencari tanda-tanda keberadaan Adam. Suara langkah kaki samar terdengar lagi—lebih dekat, lebih pasti—membuat bulu kudukku berdiri. Setiap gerakan terasa seperti perangkap, dan aku tahu aku harus tetap waspada. Sosok pria bertopeng muncul dari bayang-bayang semak-semak. Tubuhnya tegap, gerakannya tenang tapi penuh ancaman. Di tangannya, sebuah senjata panjang berkilat diterpa cahaya bulan. Aku menelan ludah, jantungku berdegup begitu kencang hingga rasanya ingin meledak. Aku mundur selangkah, dan kedinginan dari hujan membuat kakiku terpeleset. Air hujan bercampur air mataku. Rasanya seperti dunia runtuh di sekitarku. “Berhenti!” teriakku, suara pecah, hampir hilang ditelan hujan. “

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 9

    Adam berdiri kaku di tengah ruangan, tubuhnya tegang, matanya menajam meneliti setiap sudut. Nafasnya berat, seperti berusaha menahan amarah sekaligus rasa takut yang membuncah. Aku bisa mendengar detak jantungku sendiri, begitu keras seakan memenuhi seluruh ruangan. “Duduk di belakangku,” katanya singkat, tegas, tanpa menoleh. Tanganku gemetar, tapi aku menuruti ucapannya. Aku merayap perlahan ke arah belakang punggungnya, mencoba mencari sedikit perlindungan dari sosok Adam yang kini tampak lebih seperti perisai hidup. Adam meraih vas bunga pecah di lantai, mencengkeram pecahan porselen tajam yang bisa digunakan sebagai senjata. Cahaya lampu yang berkelip-kelip memantulkan kilau dingin di permukaan pecahan itu. Aku menelan ludah, tenggorokanku kering. “Mereka… mereka benar-benar sudah masuk ke rumah ini?” suaraku bergetar. Adam tidak menjawab langsung. Matanya fokus, tubuhnya sedikit merunduk. Ia mendengar sesuatu—langkah kaki samar, gesekan halus di lantai kayu. “Ya,” katanya

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 8

    "Nayla… apa maksudnya? Siapa sebenarnya kau?”Suara Adam memecah keheningan, terdengar berat sekaligus terluka. Tatapannya menusukku, seolah ingin membongkar seluruh lapisan diriku. Aku ingin bicara, tapi mulutku terkunci, tubuhku gemetar.Aku menunduk, kedua tanganku saling meremas. “Aku… aku tidak bermaksud menipumu, Adam. Aku hanya… tidak bisa mengatakan semuanya.”“Tidak bisa? Atau tidak mau?” Adam mendekat, suaranya meninggi. “Kau tahu kita sudah melewati begitu banyak hal, Nayla! Aku berdiri di sisimu, meski aku tidak tahu siapa yang mengejarmu, kenapa mereka melakukannya. Dan sekarang aku baru tahu—bahwa mungkin aku bahkan tidak mengenalmu sama sekali.”Dadaku terasa sesak. Air mataku kembali jatuh. “Aku takut. Kalau kau tahu kebenarannya, kau mungkin akan meninggalkanku.”Adam memalingkan wajah, berjalan mondar-mandir di ruang tamu yang kacau. Pintu hancur, serpihan kayu berserakan, angin malam masuk membawa bau debu bercampur dingin. Lampu gantung di atas kepala bergoyang per

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 7

    Tubuhku membeku. Kata-kata itu masih menggema di udara, menusuk lebih tajam daripada retakan pintu yang baru saja jebol. “Akhirnya… aku menemukanmu.” Bayangan tinggi itu melangkah masuk. Gerakannya pelan, sengaja dibuat panjang, seakan ingin menunda penyiksaan. Setiap langkah kakinya menghantam lantai kayu, menimbulkan gema yang menusuk telinga. Cahaya dari koridor menyorot sebagian wajahnya—garis rahang tegas, pipi cekung, dan sorot mata hitam pekat yang berkilat penuh ancaman. Adam berdiri di depanku. Bahunya tegang, napasnya kasar, tapi aku bisa melihat jelas tangannya sedikit gemetar. Meski begitu, ia tetap merentangkan tubuhnya, menghadang sosok itu dengan berani. “Siapa kau?!” suaranya keras, mencoba tegas, tapi tidak sepenuhnya kokoh. Lelaki itu menoleh sebentar ke arah Adam, lalu tertawa rendah. Suara tawanya berat, menekan, membuat bulu kudukku berdiri. “Pertanyaan yang salah.” Tatapannya kembali padaku, menembus hingga ke sumsum tulangku. “Yang benar adalah: siapa dia se

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab6

    Ponselku jatuh ke lantai, layar masih menyala. Pesan itu terpampang jelas, huruf-hurufnya sederhana namun menghantam dadaku seperti palu. “Kami sudah tahu.” Aku membeku. Dunia seakan runtuh, suaraku hilang. Tangan dan kakiku dingin, darah seolah berhenti mengalir. Seluruh tubuhku gemetar, tidak mampu menerima kenyataan yang seharusnya masih jauh dari jangkauan. Adam cepat-cepat meraih ponsel itu. Matanya menatap layar, lalu wajahnya berubah pucat. “Apa ini?” suaranya serak, lalu meninggi, penuh amarah. “Nayla, siapa yang mengirim pesan ini?!” Aku menggeleng keras, air mata jatuh. “Aku… aku tidak tahu.” Suaraku pecah, nyaris tak terdengar. Tapi hatiku tahu persis. Aku tahu siapa mereka. Aku hanya tidak pernah menyangka mereka akan bergerak secepat ini. Adam melangkah maju, mencengkeram bahuku. “Jangan bohong!” teriaknya. Matanya berkobar, antara marah dan takut. “Kau tahu sesuatu! Katakan padaku, Nayla!” Aku mundur, punggungku menabrak dinding. “Aku tidak bisa… tolong, Adam, aku

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 5

    “Aku…” suaraku pecah di udara. Hanya satu kata itu yang berhasil keluar, namun sudah cukup untuk membuat ruangan ini terasa menegang. Arkana memiringkan kepala, menatapku dengan sorot mata yang membuat tubuhku membeku. “Kau… apa, Nayla?” suaranya rendah, nyaris berbisik, tapi tekanan di baliknya begitu kuat. Tanganku masih digenggam Adam. Ia menatapku dengan penuh harap, seolah menunggu kalimat yang bisa menyelamatkan kami berdua dari neraka ini. “Nayla, jangan takut. Katakan saja. Katakan padaku yang sebenarnya.” Dadaku naik turun, napas terasa berat. Aku ingin melarikan diri, tapi tidak ada tempat yang cukup jauh untuk kabur dari kenyataan ini. Air mata akhirnya jatuh, mengalir deras di pipiku. “Aku… tidak bahagia,” ucapku, suaraku gemetar namun jelas. “Aku merasa… terjebak.” Adam memelukku singkat, hangat, seakan berusaha melindungiku dari semua luka. Untuk sesaat, aku ingin tenggelam di pelukannya, berpura-pura semua baik-baik saja. Tapi kebahagiaan itu hanya bertahan sebe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status