Share

Calon Suami Sempurna

“Hah?! Menikah?! Apa aku tidak salah dengar?!” suara Brian terdengar lantang, hingga membuat beberapa pengunjung restaurant menengok ke arahnya dan Rara.

  “Sssst! Pelankan suaramu, Brian!” ujar Rara yang kini menutup mulut Brian dengan tangannya.

  “Menikah dengan siapa, Ra? Kenapa aku tidak pernah tahu kamu memiliki kekasih?”

  “Aku menyukai seorang pria sejak lama dan kemarin dia mengajakku menikah,” Rara terpaksa berbohong, tidak ingin sahabatnya ini khawatir.

  “Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya padaku?”

  “Maaf, Brian. Aku tidak bermaksud menyembunyikannya darimu.”

  “Baiklah. Perkenalkan aku pada pria itu.”

  “Ja—Jangan! Ah, maksudku, Nanti! Ya, nanti akan aku kenalkan padamu.”

  “Kenapa nanti?”

  “Nanti, saat aku sudah siap,” ucap Rara sambil tertunduk.

  “Aku kecewa karena kamu tidak pernah memberitahuku tentang pria itu, tapi aku ikut bahagia atas pernikahanmu.”

  “Terimakasih, Brian.” Rara melemparkan senyum ke arah Brian.

Rara merasa lega, karena sahabatnya tidak banyak bertanya tentang pernikahan yang mendadak ini.

***

Rara sudah selesai bersiap dan menunggu Joe untuk menjemputnya. Dia mengenakan dress simple yang elegan. Rambutnya setengah terikat, memberikan kesan manis pada wajah Rara yang memang sudah cantik. Meski terlihat tenang, namun sebenarnya Rara sangat gugup karena takut keluarga Joe tidak menerimanya.

Tak lama, terdengar suara mobil Joe yang sudah berada di depan rumah Rara. Dia segera bergegas keluar, kemudian mereka berangkat untuk pergi ke rumah Joe.

Saat tiba dan akan masuk ke rumah Joe, dia tiba-tiba merangkul pinggang Rara. Meski tampak terkejut, namun Rara enggan untuk protes. Sejujurnya, Rara belum tahu alasan Joe ingin menikahinya.

Orang tua Joe yang memang sudah menunggu kedatangan calon menantunya, langsung berdiri dan menghampiri anaknya yang baru saja memasuki pintu rumah mereka. 

  “Pa, Ma. Wanita ini yang akan menjadi istri Joe,” ucap Joe tanpa basa-basi.

  “Selamat malam, Om dan Tante,” ucap Rara menyapa orang tua Joe ramah.

  “Selamat malam. Cantik sekali... nama kamu, siapa?” tanya Mama Joe yang tak kalah ramah.

  “Saya Rara, tante.”

  “Sini, duduk dulu,” ujar Papa Joe sambil berjalan ke arah sofa. “Jadi, sudah berapa lama kalian saling mengenal?”

  “Sudah setahun, Om,” jawab Rara gugup.

  “Kenapa baru sekarang kamu mengenalkan wanita selembut ini, Joe?” tanya papa Joe sambil tertawa senang.

Joe hamya terdiam, enggan menjawab pertanyaan yang membuat Joe merasa kesal.

  “Jadi, kapan kalian akan menikah?” tanya Papa Joe.

  “Jangan terburu-buru, Pa. Banyak yang harus mereka persiapkan. Gedung, gaun pengantin, undangan, dan masih banyak lagi. Kita bahkan belum menyapa keluarga Rara,” ujar Mama Joe.

  “Kalau begitu, minggu depan kita akan pergi ke rumah Rara. Papa akan segera menyiapkan gedung yang bagus untuk pernikahan kalian. Joe, jangan biarkan Rara mempersiapkan semuanya sendirian, kamu harus menemaninya mencari gaun pengantin!” Papa Joe terdengar senang dan tidak sabar akan pernikahan putranya.

Setelah papa Joe merasa puas akan pembahasan pernikahan anaknya, Rara pun berpamitan untuk pulang. Joe yang sedang merasa kesal akan pernikahan ini, segera mengantar Rara pulang dan melajukan mobilnya sangat kencang.

 “Terimakasih, Joe. Ucapkan terimakasihku pada Mama dan Papamu juga. Mereka orang yang sangat baik,” ucap Rara saat akan turun dari mobil Joe.

  “Kamu hanya perlu bersandiwara di depan mereka! Tidak usah sok akrab denganku!”

  “Joe.. kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Padahal sebelumnya kamu sangat baik dan ramah padaku.”

  “Aku memang begini! Jangan banyak menuntut! Lagi pula, pernikahan kita hanya pura-pura.”

Degg!! Jantung Rara berdetak sangat kencang. Meski pernikahan ini terkesan sangat aneh, namun Rara tidak menyangka akan mendengar ucapan yang menyakitkan seperti ini.

  “Pura-pura? Joe, apa maksud kam—“ suara Rara tercekat, dia sangat bingung dengan situasi ini.

  “Iya! Kita hanya berpura-pura menikah. Kamu jangan berpikir aku benar-benar ingin menikahi wanita sepertimu! Aku sudah punya wanita lain yang ku cintai!”

  “Lalu kenapa kamu tidak menikah dengannya?! Kenapa kamu menikahiku? Terlebih lagi, pura-pura katamu?!”

  “Aku tidak mengijinkanmu bertanya! Kamu cukup menerimanya saja! Lagi pula, kamu butuh uangku, kan?!”

Plakk!!  Tanpa sadar, Rara menampar pipi Joe. Rara lalu menggigit bibirnya sendiri, matanya terasa panas dan memerah karena air matanya akan keluar.

  “Apapun yang terjadi, jangan pernah berpikir untuk membatalkan pernikahan ini! Kalau kamu berani melakukannya, ku pastikan sisa hidupmu akan sangat hancur!"

Joe mendengus kesal. Dia turun untuk membuka pintu mobil dan menarik Rara agar keluar dari mobilnya. Joe bahkan tidak peduli meski Rara sudah mulai menangis.

***

  “Kalau saya sih, asalkan Rara bahagia, saya tidak masalah dengan siapapun orangnya, Pak,” ucap Ibu Rara saat keluarga Joe datang menemuinya.

Rara memutar matanya, karena menurutnya ucapan Ibunya sangat tidak masuk akal. Rara tau, Ibunya bukan orang yang rendah hati. Beliau akan mengomel jika Rara tiba-tiba ingin menikah dengan pria biasa yang bukan dari keluarga kaya.

Namun kali ini, Ibu Rara tampak sumringah. Beliau tidak peduli dengan raut wajah Rara yang seolah memaksakan senyumnya. Ibu Rara bahkan tidak mempermasalahkan pernikahan yang sangat mendadak ini.

  “Ayolah, Ibu. Berhenti berbicara omong kosong,” keluh Rara dalam hati.

Sebelum pulang, papa Joe berjanji akan membukakan rumah makan untuk Ibu Rara di desa. Papa Joe melakukannya untuk membantu perekonomian keluarga Rara. Tentu saja, Ibu Rara sangat senang mendengarnya.

  “Rara, kenapa kamu tidak pernah memeritahu Ibu, kalau kamu punya kekasih yang sangat kaya? Kamu bahkan sering mengeluh tidak punya uang,” ucap Ibu Rara segera setelah keluarga Joe meninggalkan rumahnya.

  “Kamu sengaja ya, tidak memberitahu Ibu? Kamu takut Ibu semakin sering meminta uang? Ibu kan, banyak kebutuhan. Kamu harus mengerti,” lanjut Ibu Rara.

  “Ibu! Kenapa Ibu hanya memperdulikan soal uang? Ibu tidak ingin bertanya apakah Rara bahagia saat ini? Ibu tidak ingin tahu perasaan Rara saat memutuskan untuk menikahi Joe?”

  “Kenapa lagi Ibu harus mempertanyakan hal itu? Semua orang juga pasti bahagia mendapat calon suami seperti Joe. Dia kaya raya, anak tunggal, tampan dan baik hati. Justru aneh kalau kamu bilang tidak bahagia mendapatkannya.”

Rara mengusap wajahnya kasar dan meninggalkan Ibunya untuk masuk ke kamar. Bagaimana bisa Ibunya bahkan tidak mempedulikan perasaan Rara? Mulai besok, hidup Rara akan sangat menyesakkan. Selain sikap Ibunya yang selalu membuatnya muak, sekarang dia harus menghadapi sikap calon suami yang tidak pernah menghargainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status