Share

Pernikahan Kontrak

“Apalagi yang harus aku pertahankan? Kekasihku sudah berselingkuh dengan temanku, hutang keluarga tidak bisa terbayar, dan sekarang ayah membutuhkan uang untuk biaya operasi. Setidaknya dengan menerima perjodohan dengan Anda, aku terhindar dari lelaki bajingan yang hanya menginginkan tubuhku saja,” keluh Aiska.

Arun terdiam tanpa ekspresi, bahkan ketika mereka sampai di depan ruang IGD, lalu sampai akhir operasi dilakukan. Dalam pikiran Aiska ada sedikit penyesalan, mengapa dia sebodoh itu untuk melontarkan sesuatu yang jelas-jelas tidak ingin dia lakukan. Pada akhirnya, kini Aiska berada di sebuah rumah makan mewah tidak jauh dari rumah sakit. Bagaimana dia berada di sana, tentu saja setelah keterkejutan akan keadaan mendesak sang bapak yang membuat linglung.

“Aku sudah melunasi biaya rumah sakit, kini giliranmu menepati janji,” kata Arun yang kini duduk berseberangan terhalang meja kaca di tengah. Salah satu anak buahnya membawa sebuah map lalu menyerahkan pada Arun. “Ini surat perjanjian pernikahan, aku tahu kita sama-sama tidak nyaman. Kau mengharap hutangmu lunas dan aku butuh istri untuk membungkam mulut kedua orang tuaku. Kita sama-sama untung dengan pernikahan ini bukan?” Arun menyerahkan sebuah map berisi surat perjanjian kontrak pernikahan.

Aiska membaca poin-poin dalam perjanjian, di mana satu sama lain tidak bisa saling mengganggu kehidupan masing-masing meski tinggal serumah. Aiska tidak diizinkan keluar rumah tanpa pengawasan karena Arun takut gadis itu berbuat onar. Poin terakhir, pernikahan tidak bisa diputuskan oleh satu pihak, jika berpisah harus sesuai kemauan bersama. Dalam ketidakberdayaan, Aiska kembali berpikir.

“Aku akan membiayai kuliahmu, kau bisa melanjutkan kuliahmu setelah kita menikah.” Suara Arun kembali bergema.

‘Kontrak ini tidak memberatkan diriku, kurasa ini aman. Daripada aku harus mengemis menahan sakit hati karena ulah kekasih dan teman brengsekku yang berselingkuh, pernikahan ini lebih baik.” Aiska melirik ke arah Arun sebentar, sungguh sampai saat ini dirinya tidak pernah melihat lelaki itu tersenyum. ‘Jika suatu saat kami bercerai masa depanku terjamin,” pikir Aiska membaca pasal perceraian, gadis itu mantap berpikir jika Arun pasti akan membuangnya setelah tidak butuh.

“Langsung tanda tangan jika kau tidak ingin menambah poin dalam perjanjian pernikahan kontrak ini!”

“Tidak Tuan, saya tidak keberatan dengan isinya,” ungkap Aiska.

“Baiklah, aku rasa anak buahku sudah menyiapkan pernikahannya. Mari kita ke ruang rawat inap bapakmu!”

“Apa!”

“Kita akan menikah hari ini juga.” Arun bangkit berdiri hingga membuat kursi yang diduduki berderit.

“Apa tidak terlalu cepat?”

“Kenapa kau kecewa pernikahan digelar di rumah sakit ini, tanpa pesta dan tamu undangan? Kau ingin mengadakan pesta pernikahan—”

“Bukan demikian.” Aiska cepat-cepat menggeleng, mengelak tuduhan Arun. “Tuan, tapi apa ini tidak terlalu cepat?”

“Bukankah lebih cepat lebih baik? Atau kau mau aku memintamu mengembalikan hutang keluargamu sekarang juga dan kau berakhir dengan bajingan yang mengganggumu tadi?”

Kalimat skak mat dari ucapan Arun membuat Aiska melongo. Bak keledai dia mengekor Arun yang sudah lebih dulu berjalan keluar rumah makan. Tak mau lagi membantah, Aiska menerima semua dengan ikhlas. Toh dia pasti akan malu jika sampai mengadakan acara pesta, karena dia menikah dengan pria tua hanya sebagai penebus hutang.

"Saya terima nikah dan kawinnya Aiska putri mikaila binti Bapak Sudrajat dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Arun lancar.

"Sah.”

Pernikahan hanya dihadiri keluarga inti Arun di hadapan Bapak Aiska yang masih terbaring lemah pasca operasi. Aiska terlihat cantik meski hanya dalam balutan gamis warna putih yang dikenakan.

“Semoga kalian hidup rukun dan bahagia.” Kalimat yang meluncur dari bibir sang bapak sewaktu Aiska menyalami tangan keriput itu.

Setelah keluar dari ruangan sang bapak, muncul Farid. Dia tampak marah saat melihat Arun bersama Aiska.

"Untuk apa kamu datang kemari? Aku sudah tak butuh bantuan kamu," ucap Aiska kesal.

"Berapa kamu menjual diri pada pria tua ini? Aku akan menggantinya, asal kamu mau kembali padaku," kata Farid sehingga membuat Aiska kesal.

Plak

"Aku tak pernah menjual diri," bentak Aiska. "Aku tidak sekotor dirimu yang suka zina," bantah Aiska.

"Sudah jangan ganggu Aiska lagi, dia sekarang sudah sah menjadi istriku," kata Arun.

Farid tampak terkejut, dia tidak menyangka Aiska akan menikah secepat itu. Sebagai pria yang mencintai Aiska, Farid tak terima.

"Aku tak percaya, kalian pasti membohongiku," bantah Farid. "Mana buktinya kalian sudah menikah!" pinta Farid masih tak percaya.

"Tanya saja pada orang tua Aiska di dalam," ucap Arun.

Arun menarik tangan Aiska agar ikut pergi dengannya. Farid yang masih tak percaya mengejar mereka hingga ke parkiran rumah sakit.

"Kalian menikah pun tak akan membuatku berhenti mengganggu Aiska. Aku akan dapatkan Aiska kembali," kata Farid.

"Hanya pria bodoh yang berusaha mengganggu istri orang," ucap Arun.

Farid tak terima dianggap bodoh oleh Arun, dia menarik baju Arun dan melayangkan bogem ke wajah Arun. Arun merasa sudut bibirnya mengeluarkan cairan merah. Dia menatap nyalang pada Farid, terjadilah pertikaian diantara mereka.

"Stop...," teriak Aiska tapi tak diindahkan oleh keduanya. Mereka masih saling serang hingga akhirnya Aiska mendekati mereka.

Farid yang tak melihat Aiska mendekat melayangkan pukulan pada Arun. Sayangnya, pukulan itu justru mengenai Aiska. Hingga Aiska jatuh pingsan, Arun segera menopang tubuh Aiska.

"Aiska...bangun...," panggil Arun tapi Aiska tak kunjung sadar.

"Ais...bangun maafkan aku, aku tak sengaja," ucap Farid mulai panik. "Semua salahmu," ucap Farid menyalahkan Arun.

Farid berniat mendekat ke arah Aiska, tiba-tiba lengannya di tahan seseorang dari belakang. Farid menoleh melihat siapa orang tersebut.

"Tinggalkan dia," ucapnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status