Tanpa terasa, Ayesha sudah berjalan ke parkiran.
Mobil pun sudah dipersiapkan.
Bersama Lily dan dua pengawal Murni, mereka bersiap menuju apartemen tujuan.
Namun, sebuah mobil mewah tiba-tiba datang.
Dan, seorang berjas rapi dan berkaca mata hitam tampak turun dari mobil menghampiri Murni.
Mucikari itu sontak menyuruh yang lain ke dalam terlebih dahulu.
“Ada apa ya, Tuan?” tanyanya sopan.
“Kami akan menjemput langsung nona yang dipesan bos kami,” ucapnya.
“Kenapa begitu?” Murni tampak heran. Baru kali ini, ada pembeli seperti ini?
Alih-alih menjawab, pria di depannya itu justru bertanya kembali, “Bukankah tuan kami sudah mentransfer uang yang banyak? Dia berjanji akan memberi bonus jika gadis itu bisa memuaskannya.”
Kali ini, Murni terbelalak.
Dia merasa beruntung mendapatkan pelanggan yang royal sepertinya.
Dengan cepat, Murni tersenyum menghampiri pria itu dan mengelus pundaknya. “Baiklah, tuan. Tunggu sebentar. Aku akan briefing dulu anakku itu!”
*****
“Kalian semua tidak perlu ikut!!” ucap Murni begitu melihat anak buahnya.
Ayesha sontak bingung. Dia saling bertatapan dengan Lily. Bisakah dia menjalankan rencananya tanpa bantuaan Lily?
“Kenapa, Mam?” tanya Lily seolah tahu pikiran Ayesha saat ini.
“Pria itu sudah menyuruh orangnya untuk menjemput Ayesha!” ujar Murni berjalan mendekati Ayesha. “Sha, aku kasih tau kamu. Pria itu sudah membelimu, kau aku lepaskan untuk menjadi mainanya. Karena itu, ini kesempatanmu keluar dari tempat yang kau pandang hina ini!”
Deg!
Jantung Ayesha mencelos mendengarnya.
Namun, ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Jadi, terpaksa diturutinya Murni untuk berjalan ke mobil mewah itu dan berharap bisa kabur sesuai rencana.
Sayangnya … sudah hampir setengah jam setelah dia duduk di mobil mewah itu, tapi Ayesha belum menemukan celah untuk bisa melarikan diri!
Dapat dilihatnya, mobil ini sudah memasuki pelataran rumah mewah yang dijaga ketat.
Ayesha juga memperhatikan pagar otomatis tertutup setelah mobil masuk halaman.
‘Bagaimana ini?’ batinnya panik.
Tak lama, pria yang duduk di kursi depan pun turun membuka pintu mobil untuk Ayesha.
“Silakan ikuti kami!” ujar pria tinggi besar itu dengan raut muka sangat serius.
Menahan gemetar di tubuh, Ayesha berjalan menuju suatu ruangan oleh dua orang pengawal dengan tampang sangar.
Otaknya kini benar-benar kosong, tak bisa sama sekali memikirkan bagaimana cara melarikan diri.
“Duduk dan tunggulah di sini!” tukas seorang pria mempersilahkan Ayesha masuk, “ Tuan Hilbram akan datang sebentar lagi.”
Tanpa basa-basi, mereka pun keluar dan berdiri berjaga di depan pintu.
Melihat itu, Ayesha kembali terdiam.
Di dalam ruang yang luas dan mewah itu, perempuan itu tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Namun, pikirannya berkecamuk.
Ayesha masih enggan melakukan hal kotor ini.
Dia tak mau menjadi seorang wanita hina yang ditiduri pria yang bukan suaminya.
Tak sengaja, ia melihat jendela. Sebuah ide pun muncul.
Barangkali, Ayesha bisa membukanya dan keluar?
Diperhatikannya pintu masuk yang tidak ada pergerakan.
Hal ini Ayesha manfaatkan dengan segera bergegas mendekati jendela dan mencari kunci.
Hanya saja, begitu jendela terbuka, dia langsung disambut kolam ikan penuh bebatuan terjal.
Ayesha tak mungkin melompat ke sana….
“Kenapa kau berdiri di sana?”
Terdengar suara bariton yang mendominasi dari belakang.
Ayesha sontak berbalik dan menemukan pria tinggi dalam balutan kemeja putih yang dilipat di siku.
Wajahnya terlihat masih muda dan kharismatik. Mungkin usianya 30 tahunan?
Ayesha mengerutkan kening bingung. Pria yang tampan seperti ini masih ingin menyewa pelacur untuk memuaskan nafsunya?
“Jangan dibuka. Anginnya sangat kencang di luar!”
Lagi, suara itu menyadarkan lamunan Ayesha.
Tanpa disadari, pria yang dipanggil Hilbram itu sudah berjalan mendekatinya. Ayesha pun panik.
“Jangan mendekat! Kalau kau mendekat, aku akan melompat dan bunuh diri dari sini!” ancamnya pada akhirnya.
Hilbram mengerutkan kening. “Kenapa kau mau bunuh diri?” tanyanya dengan suara datar.
“Aku, aku–”
Ayesha kebingungan. Bagaimana dia menjelaskan bahwa dia bukan pelacur? Dia di sini dijual dan di matanya, pastilah Ayesha berbohong….
“Kemarin kucingku melompat dari jendela itu, dan kucingnya beneran mati! Kepalanya hancur karena terbentur batu-batu besar di bawah,” ucap Hilbram tiba-tiba.
Ayesha terbelalak. Apakah pria ini sedang mencoba menghancurkan mentalnya?
“Tuan yang terhormat, lebih baik aku mati daripada harus disentuh pria sepertimu,” tegas Ayesha pada akhirnya.
Hilbram terkekeh sinis. “Lucu sekali dirimu! Aku membayar mahal agar bisa menyentuhmu. Bagaimana bisa kau malah ingin bunuh diri karena itu?”
Ayesha mengepalkan tangan menahan emosi.
Pria itu benar.
Dirinya dijemput dari rumah pelacuran untuk melayani tuan kaya raya ini.
Lalu, tiba-tiba saja, Ayesha mengancam bunuh diri. Memang siapa dia?
Kalaupun Ayesha memberitahu dirinya dipaksa harus melakukan hal ini karena hutang pamannya, apakah pria ini akan dengan suka rela melepaskannya?
Di sisi lain, Hilbram masih memperhatikan Ayesha yang terus saja mundur ke belakang.
Pria itu mulai kehilangan kesabaran. Tanpa basa-basi, ia langsung menghampirinya dan menarik lengan Ayesha.
Bugh!
Tanpa sadar wajahnya mendarat di dada bidang Hilbram.
Wajah Ayesha memerah kala menyadari posisi keduanya. “Lepaskan aku!” ucapnya sembari meronta.
“Diam! Di sini, akulah yang menentukannya,” perintah Hilbram dengan suara yang tiba-tiba memberat.
Ayesha tercengang. Tanpa sadar, dia pun mengangguk. Pria itu pun membenarkan posisi duduk keduanya. “Berapa usiamu?” tanya Hilbram menatap wanita itu lekat-lekat. “Dua puluh empat, Tuan!” lirih Ayesha menahan tangis. Hilbram tampak menghela napas. “Kenapa kau berharap aku melepaskanmu?” Ayesha mendongak pada pria itu. Entah mengapa, dia berharap ada rasa belas kasihan padanya. “Pamanku terlilit hutang dan menjadikanku tebusan. Aku ini bukan wanita pelacur. Anda bisa melihatnya bukan?” tukas Ayesha dan yakin pria ini tentu bisa melihat pakaiannya. “Kenapa dengan pakaianmu? Aku bisa membuatmu telanjang sekarang kalau aku mau!” tantang Hilbram balik. “Kalaupun, aku melepaskanmu. Bagaimana dengan uang yang sudah aku keluarkan?” “A-aku berjanji akan menggantinya, tapi tolong lepaskan aku!” balas Ayesha sembari berlutut. Meski dia tentu akan kesulitan untuk mengembalikan uang itu. Tapi demi harga dirinya, dia tidak mau menyerah begitu saja. Hilbram tersenyum miring mendengar pe
Ayesha terdiam. Saat ini, dia tengah duduk di atas tempat tidur setelah dua orang pelayan masuk ke kamar dan meletakan beberapa perlengkapan wanita di sana. Mereka juga menyampaikan bahwa sarapan pagi sudah tersedia. Saat pintu tertutup, barulah Ayesha memeriksa perlengkapan yang dibawa tadi. Hanya saja, dia benar-benar terkejut karena baju ganti yang disediakan merupakan dress panjang berikut jilbabnya. “Baik juga dia memberikan baju ganti yang sopan,” gumamnya dalam hati. Tapi, pikiran Ayesha terusik karena sikap aneh pria itu. Dia sepertinya bukan pria jahat. Buktinya, pria itu membiarkan Ayesha beristirahat dengan baik tanpa menidurinya. Kruk! Perut Ayesha tiba-tiba berbunyi karena lapar. Dilihatnya sarapan yang sudah disediakan dan mulai memakannya. “Terima kasih, Allah.” Senyum manis terlukis di wajahanya. Ayesha tak tahu ada kejutan baru yang disiapkan Hilbram. *** “Duduklah!” Begitu Ayesha selesai sarapan, Hilbram tiba-tiba memanggilnya ke ruangan lain. Anehny
Ayesha menerima surat perjanjian itu gemetar. Dibacanya berkas yang baru disodorkan. Tidak ada yang aneh di sana. Hanya saja, Ayesha tidak bisa menerima kenapa harus ada perjanjian pernikahan? “Saya hanya kurang paham tentang perjanjian ini,” ucap Ayesha, dari nada bicaranya sepertinya mulai memikirkan tawaran itu, “mengapa harus melakukan perjanjian pernikahan?” Hilbram menyender di kursinya. “Keluargaku mendesak agar aku menikah paling tidak tahun ini. Dan aku tidak punya waktu sekedar memikirkan wanita.” “Hidupku hanya tentang mengurus bisnis. Aku tahu kau wanita baik. Aku juga sudah memahami kesusahanmu karena hutang-utang pamanmu itu. Meskipun aku melepasmu, apakah kau yakin pamanmu itu tidak lagi menjualmu untuk hutang-hutang yang lainnya? Setidaknya kita saling menguntungkan dalam hal ini!” jujur Hilbram. Pria itu sadar tidak bisa memanipulasi gadis di hadapannya ini. Lagipula, dengan tahu alasannya, mungkin Ayesha akan mempertimbangkan dengan tenang. Dan benar saja, al
Sebulan yang lalu, tepatnya setelah dari acara hari ulang tahun yayasan pendidikan yang dikelola keluarganya, Hilbram tampak resah dan gelisah. Dia merasa enggan untuk balik secepat ini. Bukan karena acaranya, tapi karena gadis yang tak sengaja dilihatnya di taman. Diusap layar ponselnya dan melihat lagi rekaman gadis yang diambilnya di taman tadi. Sepertinya gadis itu terlalu manis untuk tidak segera didapatkan. “Berhenti!” ujar Hilbram pada supirnya. Rahman yang duduk di samping supir pun terlihat menoleh dan bertanya-tanya. “Ada masalah, Tuan?” tanya Rahman. Hilbram tiba-tiba saja, berjingkat keluar yang membuat pengawal di mobil belakang pun keluar. Rahman juga melakukan hal yang sama. “Tuan Bram, apa yang Anda lakukan?” Rahman bertanya karena sang tuan melepas jasnya lalu melemparnya ke dalam mobil. “Jangan ikuti aku, kalian pulanglah dulu!” tukasnya berlalu. Ketika dua pengawal itu membuntutinya, Hilbram berhenti dan menatap mereka tajam. “Kau tidak dengar tadi?” Mere
“Nanti malam pernikahan akan segera dilaksanakan, saya harap anda mempersiapkan diri dengan baik,” ucap Rahman–menyadarkan Ayesha dari lamunan. Dia kemudian pamit undur menyisakan Ayesha terduduk dan termenung. Dia baru sadar bahwa dalam hitungan jam nanti dia akan segera menjadi istri pria itu. Hatinya menjadi resah dan gelisah. Mengapa tiba-tiba perasaannya menjadi kacau begini dan merasa tidak sanggup melakukan apa yang sudah mereka sepakati semalam? Apakah dia siap menanggung segala resikonya? ****Tanpa disadari, akad selesai dengan lancar tanpa ada pengulangan. Tiba-tiba saja, Hilbram meminta waktu sebentar untuk berbicara dengan pria yang sudah menjadi wali Ayesha. Dia harus memastikan bahwa pria yang tidak berperasaan ini tidak lagi memanfaatkan keadaan gadis yang kini sudah sah menjadi istrinya itu. “Kau sudah mendapatkan yang kau mau, jadi kalau sampai aku mengetahui kau masih mencoba menganggunya lagi, kupastikan hidupmu akan menderita!” ancam Hilbram pada paman A
“Kau belum mengganti bajumu?” ucap pria itu dengan suara yang berat. Hilbram sebenarnya heran karena Ayesha masih dengan kebayanya. Ayesha tidak bergeming. Dia seolah masih belum bisa menerima status barunya saat ini. Mulutnya memang sudah menyepakati perjanjian itu, tapi siapa sangka bahwa hatinya sungguh masih tidak bisa menerima semua ini. “Apa kau mau aku panggilkan Rahman karena kau berubah pikiran?” Hilbram melepas jasnya dan tahu bahwa Ayesha sedih dengan kenyataan hidupnya. Astaga, pria ini! Tidak bisakah dia memberinya sedikit waktu untuk menyiapkan mentalnya? “Baik, Tuan!” ucap Ayesha sedikit bergetar di nada suaranya. Dia bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Hilbram hanya menatapnya dengan pandangan rumit. Saat di kamar mandi dan mencari baju ganti di walk in closet, dia hanya menemukan beberapa baju tidur. Momo tadi sudah bilang sementara baju-bajunya yang lain masih dalam pengerjaan dan besok pagi akan di antar dari butik langsung. Namun sepertinya, itu akal-akaln
Ayesha belum bisa berpikir jernih dan menentukan sikap dalam menjalani kehidupan barunya ini. Mungkin, dirinya masih sangat shock dengan pernikahan yang tiba-tiba ini hingga harus menolak pria yang sudah menikahinya itu. Beruntung sepertinya Hilbram bukan pria yang tidak punya belas kasihan. Sebagai pria yang punya hak penuh atas dirinya, Hilbram masih bisa membiarkannya malam ini meski dengan tatapan yang kecewa. * Pagi pun tiba, Ayesha memilih-milih gamis di lemari yang sudah tersedia untuknya. ‘Bagus-bagus sekali,’ batinya sambil mengambil satu yang segera dipakainya. Dia mengagumi model yang elegan yang tampak anggun saat dipakainya itu. Namun, ketika melihat merk baju itu dia melongo, dia sudah menabung untuk mambeli setidaknya satu dress dari merk tersebut. Sayangnya, tak pernah kesampean. Bagaimanapun dia seorang perempuan. Menyukai fashion dan barang-barang bagus adalah fitrahnya. Apalagi dia mengajar di sekolah ternama. Dimana penampilan juga menjadi salah satu yang
Ketika mobil sudah berhenti di sebuah tempat yang seperti sebuah vila, Ayesha berdecak kagum. Dua puluh empat tahun tinggal di kota ini kenapa tidak sekalipun melintas di jalan ini?Benar-benar seperti kastil yang penuh dengan bunga indah. “Apa kau berpikir aku tidak serius?” tanya Hilbram setelah mengajak Ayesha keluar mobil dan berjalan ke dalam.“Yang ada di otakmu pasti berpikir aku merencanakan hal buruk, bukan?” Hilbram berkata seolah tahu isi kepala Ayesha. “Bukan begitu,” ujar Ayesha lirih walau sebenarnya dia memang sempat berpikir pria ini akan memberinya hukuman. “Saya hanya merasa terkejut anda tiba-tiba mengajak saya menemui orang tua anda.” “Kenapa?” dengan kata tanya favoritnya, Hilbram mendesak Ayesha terus mengungkapkan isi hatinya. Pikirannya juga sama dengan Ayesha, tidak ingin hubungan ini berjalan dalam kebekuan. Saling mengobrol akan bisa memahami satu sama lain. “Orang tuaku tidak bisa memarahimu, tidak bisa membulimu, jadi apa yang kau cemaskan?” lagi Hil