Share

Bab 4

Author: kamiya san
last update Last Updated: 2024-12-05 11:01:12

Tidak sia-sia Umi masak soto sedikit banyak yang tidak habis untuk satu orang. Sebab hujan masih turun deras, kuliner langganan Daehan sudah tutup lebih awal. Tunangan cantiknya kelaparan, masakan perdana Umi pun jadi. 

Tidak menyangka masakan janda burik itu enak sekali. Bahkan Intana sangat suka. Lupa dengan hinaan jorok yang tadi dilontarkan. Jika tidak ingat bahwa yang masak pun sedang lapar, mungkin Daehan sanggup menghabiskan. 

“Niat masak buat dinikmati sendiri, malah dapat sisanya doang, dikit lagi,” ucap Shanumi menggerutu sambil berjibaku dengan barang pecah belah di wastafel.

“Nggak sopan banget, gini amat nasib istri sah.” Shanumi mengeluh kesal. Tetapi juga menyimpan tawa. Merasa konyol dengan ucapan sendiri yang menyebut diri istri sah.

“Udah masak buat orang … eh, panci-pancinya pun kena nyuci sendiri. Sabar ya, Shan … Ini demi dapat uang tambahan lebih cepat!” ucap Shanumi yang kali ini agak keras. Bersaing dengan suara air kran dan panci yang beradu.

“Um, kamu ini nggak ikhlas?! Kamu ini kerja, bahkan sudah aku bayar penuh di muka. Ini hanya soto doang! Mak Rum sekali masak macem-macem lah, Um!”

Glontang! 

Daehan tiba-tiba sudah menyembur di samping kanan belakangnya. Saking terkejut, panci yang dicuci jatuh keras ke lekuk wastafel. Untung tidak ada lagi piring di sana.

“Eh, anu… saya ikhlas dong, Pak. Tadi hanya suara hati, wajar kan manusia punya suara hati, Pak?” sahut Shanumi serba salah.

“Nggak! Kalo suara hati, simpan aja dalam dadamu sendiri. Jangan sampai keluar hingga ada suaranya!” rutuk Daehan di samping telinga Shanumi. 

“Katakan sekarang juga lima permintaanmu, jangan tunda-tunda. Aku nggak enak banget, nggak nyaman lihat kamu. Mandang kamu kayak terus ingat apesku! Cepetan mintalah lima sekaligus! Perhiasan, baju, tas, sandal atau apa …?” tanya Daehan kali ini lirih setengah berbisik. 

Matanya sempat melirik ke pintu salah satu kamar. Tidak ingin wanita yang adalah tunangannya di dalam mendengar.

“Ya enggak mendadak gini, dong Pak! Ngapain minta-minta yang saya udah punya semua? Saya berencana minta rumah, mobil, sawah, berlian dan tabungan yang nggak habis hingga tiga turunan!” sahut Umi cepat dan agak keras.

“Pelankan suaramu, Um! Kamu jangan bikin kacau hubunganku sama Intana. Oke, jika itu yg kamu ingin. Kita ….”

“Eits, tidak sekaligus, Pak. Bertahap. Ntar orang mikir saya punya babi ngepet. Tiba-tiba kaya, semua punya. Saya maunya satu-satu, biar yang Bapak kasih ada kualitasnya. Ogah dong, kalo dikasih rumah reot, mobil bekas, atau cuma sawah sepetak …?” ucap Umi lirih sambil mengelap tangan. Segala cucian pecah belah pun selesai.

“Kamu ingin memeras aku?! Jangan kurang ajar, jangan keterlaluan, Um!” sambar Daehan dengan suara keras ditahan. Ingin sekali menabok muka bengap Shanumi yang gelap. Geram dan muak sekali rasanya.

Shanumi bukan tidak tahu perasaan lelaki itu terhadap dirinya. Tetapi sengaja, sejauh mana kesabaran dan tanggung jawab lelaki itu akan ucapan dan janji yang terlanjur disanggupi sebelum terpaksa menikahi.

“Baiklah, Um. Aku tak sanggup lagi bersabar melihatmu. Satu jam lagi, Aku akan pergi. Rapikan apartemen dan bersihkan. Pagi-pagi aku kembali, kuharap kamu sudah tidak ada lagi di apartemen ini.” Daehan bicara yakin dan tegas. 

Melihat Umi yang burik dengan gaya sok jual mahal, bisa membuat mental Daehan terganggu. Dirinya tidak ingin hilang kendali akibat amarah yang meledak sebab tak bisa ditahan lagi.

“Anda mau ke mana? Jadi … saya diusir?” respon Umi setelah sempat termenung.

“Bukan urusanmu. Aku tidak mengusir, tetapi memecatmu.” Suara Daehan penuh penekanan. Menahan emosi yang mudah tersulut jika menatap wajah Shanumi. 

“Anda tidak kapok-kapok ya, Pak. Sudah kena kemarin dengan saya, sekarang berduaan lagi bersama perempuan lain. Nggak takut kena tangkap lagi?” tanya Umi sengaja. Mungkin Daehan akan bertambah marah. 

“Bedalah, aku dan dia memang akan menikah. Lagipula satu jam lagi kami akan ke bandara. Dia gadis berkelas, suka terbang ke luar negara.” Daehan berekspresi santai tetapi remeh pada Shanumi. 

“Oh jadi begitu… padahal Bapak udah berumur, usia tiga satu itu nggak muda lagi lho, Pak. Kenapa tunangan doang, nggak nikahan aja? Bermakna tunangan anda tuh egois. Bisa jadi juga punya serepan di negara orang.” Umi sengaja memanasi. Lumayan bisa membalas mulut Daehan yang selalu pedas padanya. 

“Umi, jaga mulutmu! Udah bengkak, julidnya nggak kira-kira. Intana tidak akan seperti itu, dia berpendidikan dan berwawasan. Dari keluarga baik-baik!” sembur Daehan kesal. 

“Kalo berwawasan, harusnya paham gimana keadaan calon lakinya. Dijaga… bukan ditinggal-tinggal ke luar negara!” timpal Umi lagi. 

“Tutup mulutmu! Jangan ngomong lagi kamu! Tahu dirilah sedikit!” Daehan menyentak Shanumi sengit. 

Gadis itu bungkam. Serta merta menyadari jika ucapan Daehan ada benarnya. Memang, dirinya pun siapa? Hanya asisten rumah tangga yang dipecat. Bahkan diusir pulak! Dirinya gagal mendapat legalisir kerja yang bagus.

“Maaf, Pak. Baiklah, saya ini lancang. Janji, saya akan pergi besok pagi. Saat anda buka mata, saya pastikan udah ngga ada lagi Umi di sini.” Shanumi bicara sungguh-sungguh. 

“Bagus! Terima kasih pengertianmu. Aku sudah membayar gajimu di awal. Aku juga siap menerima lima permintaanmu. Jangan lama-lama, aku ingin cepat bebas dari hubungan apa pun denganmu! Juga jangan lupa, ini rahasia. Tamat hidupmu jika kejadian di hotel barusan sampai bocor! Paham, Um?”

Daehan berbicara sambil melirik lagi ke pintu kamar sekilas. 

“Siap, Pak. Paham.” Shanumi menjawab singkat sambil mengangguk dan ikut melirik. 

“Eh, Um … saranku, cepetan kelarin urusan permak mukamu. Kurasa untuk tubuh, kamu udah bisa dibilang sukses sedot lemak, atau itu juga hasil operasi dan permak?” tanya Daehan sambil menelusur seluruh badan Umi dengan tatapan mencemooh. 

“Jangan menuduh sembarangan, ini bukan hasil …!” protes Shanumi terpotong. 

Daehan telah berbalik dan melangkah pergi. Pintu kamar yang beberapa kali dilirik tadi tiba-tiba terbuka. Ada Intana menyembul dari dalamnya. Sudah bertukar baju berbeda dari yang dipakai saat datang. Baju tunangan panjang telah berganti baju sangat seksi. 

“Sudah siap, Tan?” tanya Daehan. Mereka saling berhadapan di depan pintu. 

“Ini udah mepet, Mas. Gimana sih!” ucap Intana dengan nada manja. Melirik pada Shanumi sekilas. Merasa heran, kenapa dirinya sangat tidak suka pada asisten rumah tunangannya. 

“Mas… aku ingin jika datang ke sini, jangan dia pembantumu. Yang lain aja…,” ucap Intana. Matanya memandang Shanumi sinis. 

“Itu perkara mudah. Biar jadi urusanku. Sekarang kita berangkat ke bandara. Ntar kamu telat.” Daehan berbalik dari pintu kamar. 

Menyambar koper di samping sofa serta kunci dan dompet dari atas meja. Intana membuntuti tunangannya dengan santai. Melirik lagi ke dapur. Tidak ada lagi Shanumi di sana. 

“Tidak sopan. Juragan mau keluar, bukannya buka pintu, malah tiba-tiba ngilang. Dasar nggak ada akhlak!” rutuk Intana lirih. 

Namun, Daehan mendengar. Serta merta melirik ke tempat Shanumi tadi berdiri. Perempuan itu sudah tidak ada di seluruh area dapur. Ke mana dia, tanya Daehan dalam hati. 

🍓

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Perawan Disangka Janda   Ban 245

    Ruang yang tadinya terasa lapang, kini berubah penuh orang. “Tolong segera di mulai saja, Pa!” Erick berbisik tegas pada ayahnya. Disambut helaan napas dan anggukan. Erick sempat melirik Osara, merasa lega yang dia tidak ingkar janji, tangisnya benar-benar dihempas pergi. Meski mendengar bahwa riasan di wajah adalah karya sendiri, tetapi hasilnya penuh binar dengan aura wajah berseri. Merasa bersyukur dan lega, menyadari jika pengantin wanitanya itu cukup punya skil serta pintar menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi. Logikanya, lelaki mana yang tidak pongah jika pengantin perempuan tampak cantik dan cerah. Meski itu hanya sebatas kasat mata, sedang dalamnya hati… tidak seorang pun mendengarnya merintih. Sangat menakjubkan, acara sakral tersebut di mulai dengan cepat seperti yang diinginkan Osara. Sat set yang balance antara ijab, kabul dan pengesahannya pun berjalan serentak yang kompak tanpa ada kesalahan. Sah Sah Sah Sah Sah Ah, akhirnya terjadi sudah! Puaslah

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 244

    “Tidak kusangka, Kamu menusuk dari belakang, Pak Erick! Tega kamu pada sahabat sekaligus adik sepupumu sendiri! Meski sudah tiada, tetapi kamu telah mengkhianatinya!” Osara menatap tajam sambil menyembur Erick bersama umpatan sangat pedas. Erick memicing mata dengan napas memburu. Dituduh terlalu seperti itu rasanya sungguh tidak terima. Tetapi apa daya, duka wanita galak itu selalu sanggup meluluhkannya. “Dengar baik-baik, Osara. Aku tidak berkhianat apalagi menusuknya. Tuduhanmu padaku seperti itu sangat keji. Percayalah, ini aku lakukan juga demi ketenangannya. Aku benar-benar merasa kehilangan. Dia sudah seperti adikku, musibah ini aku juga sangat terluka. Untuk apa aku pun berdoa untuknya pagi, siang dan malam jika untuk berkhianat? Tenangkan pikiranmu, Osara.” “Kamu pikir juga apakah aku mangambil untung? Untung apa? Katakan padaku … untung apa saja yang akan kudapat dengan menikahimu? Padahal diluar sana begitu banyak wanita. Bahkan jika mau, memilih gadis pun bukan hal su

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 243

    Tanpa pikir panjang, Erick berjalan cepat mengejar Osara sebelum turun tangga. Keterkejutan janda muda itu dimanfaatkan Erick untuk mengambil alih Irgi dengan mudah dari gendongan ibunya. “Lebih baik susukan Irgi di dalam kamarku, Osa. Tangisannya akan mengundang perhatian, sudah tidak ada lagi kamar tamu yang kosong di depan.” Erick bicara tegas sambil melangkah membawa Irgi yang seketika berhenti menangis. Balita gendut itu didekapnya agar tidak terpikir jadi galak. Sebenarnya menjadi galak tidak masalah, asalkan tidak menangis. Osara terkejut dengan tindakan Erick yang sesukanya. Tetapi juga takjub akan Irgi yang jadi diam tanpa menangis atau memberi penolakan. Biasanya digendong orang akan menolak dan menangis jika tidak suka. Demi hal itu, Osara bergegas mengikuti Erick ke dalam kamar dengan sangat terpaksa. Meski canggung, toh Erick adalah lelaki baik yang bisa dipercaya. Lagipula, bukan sekali ini terpaksa sekamar dengan lelaki asing. Sebelumnya pernah sama kamar dengan D

  • Istri Perawan Disangka Janda   Ban 242

    “Jangan paksa!” hardik Osara saat Erick menarik pelan tangannya untuk masuk ke dalam kamar. Tidak disangka, Irgi pun memukuli tangan Erick. Melihat mamanya menangis kemungkinan bocah itu juga panik. Sangat lucu tetapi juga membabi buta. “Aku tidak memaksa, hanya kasian pada Irgi.” Erick segera menjauh sebab perlakuan ibu dan anak yang sama-sama jadi galak. “Aku sebentar di sini. Aku hanya ingin agar kamu meralat ucapanmu. Kita tidak sedang berencana menikah.” Osara bicara agak sengal. Antara tangis, lelah dan kesal sedang berpadu di raga yang membuat napasnya terengah. “Ini aku lakukan agar kamu tidak merasa sulit di posisi kamu sebagai janda cerai mati. Agar kamu lebih mudah dan tidak bersedih. Tetapi kamu justru menangis. Jangan membuatku merasa bersalah dan menyesali. Please, hentikan tangismu, Osara.” Erick bicara lembut dan sudah keluar kamar tidak lagi di pintu. “Kan aku hanya minta tolong untuk dipinang saja, bukan dinikahi. Itu jauh sekali konteksnya, paham gak sih?” t

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 241

    Emak pembawa sapu merasakan langkah kaki mendekat. Berbalik dan mendapati seorang wanita muda berparas cantik tetapi sedikit kurus dengan menggendong balita laki-laki berbadan gendut. Namun, meski baginya golongan kurus, wanita cantik itu sudah semampai dan luwes. “Maaf, Mak Cik. Boleh tumpang tanya ke?” tanya Osara dengan logat sedikit kaku. Meski kedua orang tua adalah warga Indonesia, dia terlahir di bumi Malaysia. Namun, dalam keseharian, dia juga jarang menggunakan bahasa Melayu. “Boleeeh, nak tanya apa, Kak?” Jawaban wanita itu ternyata lebih kaku logat serta pengucapannya dari Osara. Seketika perempuan penggendong bocah gendut pun memahami. “Maaf. Mak Cik orang Indonesia kah?” Osara menebaknya. Biasanya cara bicara seperti itu adalah para pendatang yang sedang belajar dan berusaha berbicara dalam Melayu. “Betul sangat, Kak. Emak nih datang dari Indon dibawa oleh Nyonyah. Sejak datang negara ini, langsung masuk sini dan tak lagi pergi mana-mana hingga kini.” Semangat

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 240

    Tengku merasa isi kepalanya seperti koma setelah mendengar langsung pengakuan Erick yang akan menikah dengan Osara. Terlebih perempuan yang ditanya benar tidaknya akan hal itu tanpa menjawab dan hanya diam mengalihkan pandangan matanya. Sikap Osara sudah memberi tahu segalanya. Bahwa kabar yang didengar dari sumbernya langsung itu memanglah benar-benar fakta. Apalagi yang bicara adalah Erick, seorang berpendidikan dan bagus dalam pekerjaannya. Tidak mungkin bicara mengada-ngada dan mengarang cerita. Meski kecewa luar biasa, merasa tidak dianggap dan tidak dihargai, sebab selama ini Osara diam saja. Membalas pesan satu kali pun tidak. Namun, jiwa Ksatria Tengku yang seorang pria berdarah aceh terus menyala. Menyadari bahwa diri dan Osara kemungkinan memanglah bukan jodoh. Mau apa lagi... “Jika seperti itu, aku minta maaf. Sudah sempat mengganggu calon istrimu. Tapi aku tidak sengaja sebab aku memang betul-betul tidak tahu jika kalian ada sesuatu. Juga, seperti tidak bisa kuperca

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 239

    Setelah bersalaman serta sedikit basa basi dengan Papa Handy dan keluarga, Erick kembali menghilang. Keergiannya justru membuat perasaan Osara jadi senang. Padahal dirinya sudah berusaha tidak peduli. Tetapi masih saja merasa kikuk setiap bertatapan mata tak sengaja dengan lelaki itu. Meski sebenarnya sikap Erick masih biasa seperti pertemuan sebelumnya. Orang tua Erick menghampiri meja mereka untuk berbasa basi dengan Papa Handy kembali. Berakhir dengan permintaan mereka agar pulang sedikit lambat malam ini. Setidaknya hingga selesai berjamaah shalat isya bersama di mushola belakang rumah. Sepasang suami istri pemilik acara berbahagia itu meminta pada keluarga Handy untuk ikut menunggu hingga acara berakhir dan para tamu sudah undur diri. Dari ekspresi dan gelagatnya, seperti ada sesuatu penting yang ingin dibicarakan oleh mereka pada keluarga Papa Handy. Mama Azizah yang lelah dan tidak sanggup berada dalam keramaian terlalu lama, dibawa ke sebuah kamar tamu oleh mamanya Er

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 238

    “Mir, besok sore, aku pergi menghadiri undangan di acara ultah kawin saudaranya Papa Handy. Jangan ngarep aku datang ke rumah kamu. Lusa saja, ya,” Osara yang baru turun dari treadmill, mesin untuk olahraga jalan kaki, mendekati Amira sambil menarik kursi khusus bocil tempat Irgi ditahannya. “Gak lupa, kamu sudah bilang, Osa. Dah beli gamis baru belum? Biar lebih cetar….” Amira memberikan usulan. Menatap Osara dari ujung kepala ke ujung kaki. Merasa puas, sahabat sudah banyak mendapat perubahan bentuk bodi. Amir juga turun dari treadmil dan duduk dekat Osara yang sambil melurus kakinya. Sesekali juga di goyang-goyangkan melurus. “Temani, yuk, Mir!” sambut Osara bersetuju akan usul Amira. Berpikir perlu juga memakai gamis model terbaru dan bukan itu-itu saja di depan umum. Gamis di almarinya adalah koleksi stok lama sebelum menikah beberapa tahun lalu. Hati yang membeku, membeli baju model baru pun tidak napsu. Osara teringat gamis-gamis bagus dan mahalnya di rumah Surabaya

  • Istri Perawan Disangka Janda   Bab 237

    Lelaki berdarah India dan Melayu, putra dari seorang pengusaha tekstil khusus sutra yang tampan itu menghela napas berat setelah Osara menyampaikan penolakan. Meski disampaikan dengan halus dan sopan agar tidak menyakiti, tetap saja seperti terhina dan dipandang sebelah mata. Merasa kedatangannya sudah begitu Ksatria dan terus terang dalam menyampaikan pinangan yang bertanggung jawab. Namun, gagal juga memberikan kesan terbaik agar wanita yang diidamkan menerima. Sebutan janda dingin itu masih bertahan untuk melekat pada Osara. “Kami minta maaf, salam untuk orang tua. Jangan pernah putus tali silaturrahim keluarga kita, ya.” Mama Azizah meluncurkan kalimat sakti untuk lelaki yang berpamit pulang dengan hampa. Kalimat sama andalannya pada setiap lelaki yang datang dan berpamit pulang setelah mendapat penolakan. Lelaki berperawalan gagah dan berwajah tampan itu telah pergi, meninggalkan suara samar deru mobil yang melaju. “Seperti itulah, Erick. Tante pening. Padahal kami su

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status