Share

Istri Pewaris Sebatas Status
Istri Pewaris Sebatas Status
Penulis: Pena_ baru

Bab 1 - Membawa wanita

"Nyonya!" seru kepala pelayan. "Ada sesuatu ingin kami sampaikan!"

Andini melihat ke arah Bu Dewi, kepala pelayan yang sudah puluhan tahun menemaninya. Ia menjadi penasaran hal apa yang ingin di sampaikannya.

"Ada apa, Bu Dewi?" tanya Andini.

"Anu... Nyonya!" ucapnya ragu. "Tuan pulang membawa seorang wanita." Andini terkejut, ada rasa tidak nyaman yang ia rasa di dalam hatinya.

"Wanita?!"

"Iya, Nyonya!"

"Siapa wanita itu?"

"Saya tidak tau, Nyonya! Kata Tuan dia tidak sengaja menabrak wanita itu saat di jalan. Karena lukanya tidak terlalu parah, Tuan memutuskan untuk membawanya ke rumah ini!"

"Apakah Bu Dewi yakin bahwa itu hanya wanita yang tak sengaja ia tabrak?"

"Kalau dilihat dari interaksi keduanya terlihat seperti sepasang kekasih, Nyonya! Apakah Nyonya ingin saya mencari tahu tentang wanita itu?"

Brakk.....

Tiba-tiba pintu dibuka dengan sangat keras. Andini sampai terkejut dibuatnya.

"Lia! Apa yang kamu lakukan membuka pintu kamar Nyonya seperti itu? Di mana sopan santunmu?" tegur Bu Dewi, sang kepala pelayan.

"Hah.. hah.., maaf, Bu Dewi, Nyonya!" Nafas Lia tersenggal-senggal. "Tuan, Nyonya!" Lia masih kesulitan mengatur nafasnya.

"Iya, kenapa dengan, Tuan?" tanya Andini.

"Atur dulu nafasmu, Lia! Baru kamu lanjutkan bicaranya," ucap Bu Dewi.

"Huh... Huhh...," Setelah nafasnya teratur, Lia kembali melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong.

"Tuan tengah membawa seorang wanita muda ke rumah kedua."

Andini heran dengan perlakuan suaminya itu. Pasalnya, kalau hanya sekedar wanita yang tak sengaja ia tabrak tak mungkin diperlakukan sampai seperti ini. Apalagi rumah itu diperuntukkan untuk para kolega bisnis mereka yang ingin menginap.

"Tuan sampai membawa wanita itu ke sana?" Raut wajah Andini tidak ada keterkejutan tapi di dalam hatinya ada perasaan tidak nyaman mendengar berita itu.

"Wajarkah memperlakukan wanita yang hanya tidak sengaja ia tabrak seperti itu?" Andini memandang ke arah Bu Dewi seperti meminta pendapat.

"Nyonya sudah tau berita tentang wanita itu?" Lia bertanya.

"Iya," jawab Andini. Wajahnya terlihat murung.

Melihat wajah majikan sekaligus sahabatnya itu murung, Lia mendekat untuk menghiburnya dan memberikan kekuatan.

"Mungkin saja Tuan hanya bersikap baik kepada wanita itu karena rasa bersalah, Nyonya."

"Bagaimana rupa wanita itu, Lia?"

"ini pendapat jujur saya, Nyonya! Walau wanita itu terlihat kampungan, wajahnya lumayan cantik. Tapi, tentu tak ada yang dapat menandingi kecantikan Nyonya!"

Bu Dewi mengusap bahu Andini. "Apa Nyonya ingin kami menyelidiki siapa wanita itu?" tanyanya.

"Tak perlu sampai seperti itu. Nanti biar saya saja yang menanyakannya secara langsung."

Bu Dewi merasa sedih melihat Andini. Wanita itu menganggap Andini seperti anaknya sendiri. Ia selalu berada di samping Andini sedari kecil.

Ia menyodorkan secangkir teh hangat beraroma melati kepada Andini. "Nyonya minum 'lah ini, mungkin bisa membuat perasaan Nyonya menjadi lebih baik."

"Terimakasih, Bu!" Andini tersenyum dipaksakan.

"Kalau masih belum baikan, ungkapkan 'lah perasaan yang membuat Nyonya tak nyaman. Siapa tahu itu bisa lebih membuat perasaan Nyonya menjadi tenang."

"Sebenarnya, saya sudah menduga bahwa kejadian seperti ini akan terjadi. Cepat atau lambat. Ibu saya pernah berkata kalau suatu hari nanti, saat Mas Devan memiliki wanita lain bersikaplah seperti biasa, karena ini sudah menjadi hal lumrah di dalam keluarga kita. Apalagi keluarga ini menginginkan penerus. Walaupun Mas Devan banyak memiliki wanita lain tapi percayalah hanya saya istri sahnya, Mas Devan. Wanita simpanannya tak akan bisa menuntut apa-apa!"

Bu Dewi dan Lia mendengarkan.

"Pernikahan kami di dasari atas perjodohan dan mungkin saja kami tidak saling mencintai, tapi kenapa di hati saya merasa kosong?" ungkapnya.

"Apakah kalau saya yang membawa pria lain, Mas Devan akan terganggu? Apakah dia merasakan apa yang tengah saya rasakan ini?"

"Tenang 'lah, Nyonya! Itu mungkin hanya perasaan terbiasa, sebab selama ini, Tuan tidak pernah berdekatan dengan wanita selain Nyonya."

"Mungkin saja begitu!" Andini terlihat lesu.

Bu Dewi dan Lia, pun saling berpandangan.

****

Malam pun tiba. Kini Devan dan Andini tengah duduk berdua di meja makan. Dengan berbagai macam hidangan mewah yang berada di atas meja, mereka makan bersama.

Ya, di rumah yang sebesar dan semewah itu mereka hanya berdua, setelah para pelayan menyiapkan makan atau apapun keperluan majikan mereka, mereka akan pergi ke rumah husus yang di peruntukkan untuk para pelayan yang bekerja di rumah itu.

"Aku dengar Mas membawa seorang perempuan ke rumah kedua?"

"Darimana kau mendengar berita itu?" tanya Devan tak suka.

"Tidak penting aku tau darimana berita itu? Yang penting sekarang adalah jawabanmu? Apa benar kau membawa seorang perempuan ke rumah kedua?"

"Iya! Benar," jawabnya santai.

"Siapa wanita itu?"

"Dia hanya seorang wanita yang tidak sengaja aku tabrak. Apa jawabanku sudah jelas bagimu?" Dengan nada sedikit membentak Devan menjawab.

"Apakah perlu sampai begitu kau memperlakukannya? Kenapa tidak kau antar dia ke rumah sakit dan membiayai pengobatannya? Bukannya malah kau bawa ke sini dan membawanya ke rumah kedua!"

"Aku kasihan dengannya. Sudah 'lah! Kamu kenapa sih? Tak biasanya memperdulikan hal sepele begini."

"Dengan jawabanmu yang seperti itu, itu artinya kau seperti ingin mengatakan 'jangan campuri urusanku yang satu ini," batin Andini.

" Sudahlah, kau membuat selera makanku hilang." Devan berdiri dari duduknya dan meninggalkan Andini sendirian di meja makan.

Semenjak Devan membawa wanita itu ke kediaman mereka, ia menjadi lebih emosi kepada Andini.

******

Keesokan harinya.....

Saat Lia, sang pelayan pribadi menyiapkan keperluan Andini untuk bekerja, ia mengajak Andini mengobrol perihal wanita itu karena sejak tadi Andini terlihat bengong.

"Sudah kuduga, pasti ada yang tidak beres terjadi semalam," batinnya.

"Nyonya," panggilnya hati-hati. "Apa yang Tuan katakan?"

"Tak ada, Lia!"

"Kalau tidak ada, tak mungkin Nyonya menjadi murung seperti ini," ucapnya lembut.

"Tak ada apa-apa, Lia! Tuan cuma bilang..!" ucapan Andini terputus. Ia ragu mengatakannya.

"Tidak apa-apa, Nyonya! Katakan saja kepada saya apa yang dikatakan Tuan, dan Apa tanggapan Tuan saat Nyonya bertanya tentang wanita itu?"

"Tuan menjawab ia hanya kasihan dengan wanita itu. Tak ada hubungan apa-apa antara mereka. Ia hanya merasa harus bertanggung jawab saja kepadanya. Dan Tuan mempertanyakan kenapa saya menjadi mengurusi hal sekecil ini. Tuan marah saat saya membahas hal itu."

"Apa?" Lia terlihat geram. "Itulah yang dikatakan para lelaki ketika ketahuan berselingkuh, Nyonya. Dari artikel yang saya baca, para lelaki yang ketahuan berselingkuh, mereka pasti mengatakan hal itu untuk menutupi kelakuannya."

"Persis sekali 'kan? Saat ketahuan berselingkuh, mereka akan membentak dan memutar kata-kata. Seolah kita terlalu mengatur mereka," ucapnya terlihat kesal, sampai-sampai wajahnya merah menahan emosi.

"Kalau memang tak ada hubungan apa-apa, kenapa marah saat ditanya?"

Tookkk... tookk... tookkk...

Bersambung.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status