Hana kembali ke rumah dengan perasaan yang masih terbawa emosi karena ucapan teman-temannya tadi.
Memang benar, mereka hanya bermulut manis kalau hanya ada di depannya saja. Dan mengatakan hal buruk di belakangnya seperti tadi.
“Mengesalkan! Bilang saja kalau iri padaku, tak usah membicarakanku seperti itu,” gerutu Hana.
Matanya menatap mobil mertuanya yang sudah terpakir dengan manis di halaman rumahnya.
Wajahnya menegang untuk sesaat karena dia tidak tahu kalau hari ini adalah kunjungan mertuanya di rumahnya.
Biasanya ibu Nicholas itu akan mengabarinya jika akan ke sana. Tapi hari ini dia datang tanpa memberi tahu pada Hana terlebih dahulu.
“Gawat,” desisnya panik.
“Amanda.”
Ibu Nicholas tidak tahu jika Hana menggunakan jasa ibu pengganti selama ini. Yang ia tahu, Hana saat ini hamil. Sudah hanya itu saja.
Kalau sampai dia tahu Amanda adalah ibu pengganti pasti Hana akan disuruh untuk menceraikan Nicholas. Sudah pasti itu.
Kalau bukan karena kejadian terkutuk itu, mana mungkin dia merestui pernikahan anaknya dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki sopan santun tersebut.
Masih banyak wanita yang menyukai Nicholas, apalagi dari keluarga baik-baik tak seperti Hana.
Bahkan dari sekali lihat saja ibu Nicholas sudah tahu kalau Hana adalah istri yang paling buruk yang pernah ia temui.
“Kamu habis dari mana?” tanya ibu Nicholas, Lilie.
“Oh—aku baru saja dari kafe,” jawab Hana. Ia melihat Amanda sedang mengantarkan camilan untuk mertuanya.
“Terima kasih,” ucap Lilie kemudian tersenyum pada Amanda. Senyum yang sangat langka, bahkan Hana tak pernah mendapatkan senyum itu dari bibir mertuanya.
“Bukankah kamu sedang hamil? Kenapa keluyuran sih? Mana masih hamil muda, seharusnya kamu menjaga anak Nicholas.”
“Kalau selalu di dalam rumah, lama-lama stress juga,” balasnya pelan. Dia mengambil duduk di depan mertuanya dan melihat Amanda pergi dari hadapan mereka berdua.
“Dia pembantu baru kamu? Cantik,” puji Lilie. “Dan sangat cekatan tidak seperti seseorang yang aku kenal.”
Bukannya marah, tapi Hana malah mengembuskan napas leganya mendengar ucapan itu.
Jadi Amanda mengenalkan dirinya sebagai pembantu baru di rumah itu?
“Apa gunanya cantik kalau cuma pembantu,” desis Hana.
“Apa gunanya cantik tapi kalau tak bisa menjadi istri yang baik untuk suaminya,” balas Lilie tak mau kalah.
Ia kemudian mengeluarkan beberapa paper bag dan meletakannya di atas meja.
“Ini adalah makanan yang bagus untuk ibu hamil. Apalagi jika yang hamil wanita yang sudah tidak muda seperti kamu.”
“Maksud ibu, Hana sudah tua?”
“Aku tak pernah mengatakan seperti itu, kamu saja yang merasa.”
Hana melipat bibir bawahnya, kesal juga dengan sindiran dari ibu mertuanya. Kalau saja dia bukan ibu dari lelaki yang ia cintai mungkin Hana sudah mengajaknya ribut sejak tadi.
“Pokoknya aku mau anak itu terlahir sehat dan tanpa kekurangan apapun,” ujar Lilie menekankan. “Kamu tahu kan kalau aku sangat ingin memiliki cucu selama ini?”
“Ya, ibu sudah mengatakan padaku bahkan ketika kami baru menikah satu bulan.”
“Bagaimana aku tidak bisa mengharapkan cucu dari kalian? Sedangkan kalian saja menikah karena malam itu, dan ternyata kamu tidak hamil,” keluhnya panjang lebar.
Hana mendesah pelan, tak ada yang bisa mengalahkan kalimat dari orang tua satu ini. Hingga akhirnya dia mengiyakannya saja.
“Kamu jangan pergi ke club malam.”
Hana tertegun, dari mana ibunya tahu kalau dirinya sering ke club malam?
“Dari mana ibu bisa tahu?”
“Kalau aku memberi tahumu bagaimana aku bisa tahu, nanti kamu akan sangat pandai untuk menyusup,” jawabnya dengan tenang. Ia menyesap teh yang dibuatkan oleh Amanda tadi.
“Rasa manisnya pas,” pujinya pelan, membuat Hana semakin kesal.
Dia sejak tadi memuji Amanda, padahal dia selama ini belum pernah diberikan pujian dari wanita itu.
“Amanda, kamu ambil dari agen mana?” tanya Lilie pada Hana.
“Oh—itu—sama seperti Emma.”
“Begitu, pembantu dari agen itu sangat bagus. Apa ibu juga harus ambil pembantu dari sana saja?”
Hana lagi-lagi tak sanggup harus menjawab apa. Jika sampai ibunya menanyakan perihal Amanda di agen pembantu itu pasti ketahuan kalau Amanda bukanlah pembantu yang berasal dari sana.
“Ibu mau? Nanti biar Hana yang cari.”
“Benar juga, kan ada kamu. Yang sangat pintar menilai seseorang,” sindirnya sambil tersenyum.
Matanya menatap perut menantunya yang masih rata itu.
“Akhirnya kamu sudah tidak mementingkan penampilan lagi. Nicholas bisa hidup dengan tenang pasti.”
“Ya, setelah kupikir. Mungkin Hana bisa diet lagi setelah melahirkan.”
“JANGAN BODOH KAMU! MANA ADA IBU DIET SETELAH MELAHIRKAN!”
**
Hana sedang duduk di kursi santainya. Kakinya sedang dipijat oleh pembantunya, dan pelipisnya ia urut sendiri.
Seperti biasa dia pasti akan pusing setelah kedatangan mertuanya itu.
“Apa mertua kamu seperti itu?” tanya Hana pada Emma.
Emma menjawabnya dengan tersenyum. “Mungkin jauh lebih parah,” jawabnya dengan santai.
“Aku selalu pusing, darahku seakan naik setelah bertemu dengan mertuaku.”
Emma lagi-lagi hanya tersenyum. Mungkin jika menantunya bukan sejenis wanita seperti Hana bisa jadi Lilie tak akan sekaku itu.
“Kamu mau ke mana?” tanya Hana pada Amanda yang sedang bersiap ingin keluar malam itu.
“Aku akan bertemu dengan teman,” jawabnya.
“Jangan clubbing.”
“Aku tak mungkin melakukannya.”
“Baguslah kalau begitu. Jangan pulang malam, kamu hamil, ingat itu.”
Amanda hanya mengangguk. Kemudian meninggalkan Hana yang masih menggerutu mengenai mertuanya sejak tadi sore.
Ia tidak tahu kalau hubungan Hana dan Lilie ternyata tidak sebaik itu. Mereka lebih mirip seperti Tom dan Jerry, tapi Amanda dapat merasakan kalau Lilie itu sedikit perhatian pada Hana meskipun ucapannya sedikit menyebalkan.
**
Amanda sedang menunggu seseorang di kafe. Sudah setengah jam dia menunggu di sana dan belum ada penampakan yang ditunggunya.
“Kalau sepuluh menit tidak datang, aku akan kembali,” kata Amanda melalui telepon.
Lalu lima menit kemudian seorang lelaki datang dengan wajah yang berantakan. Dia duduk di depan Amanda dengan napas yang terengah-engah.
“Kali ini apalagi?” tanya Amanda pada Christian, mantan suaminya.
“Leo sakit, aku harap kamu mau memberikan uang untuk biaya rumah sakitnya,” ucapnya dengan putus asa.
“Memangnya kamu sama sekali tidak punya uang?”
“Kamu pikir aku bisa mendapatkan uang banyak dari pekerjaannku yang sekarang?”
Amanda memutar bola matanya. “Kalau begitu Leo akan hidup denganku.”
Christian berdecih dan tersenyum meledek ke arahnya. “Menjadi anak dari seorang ibu pengganti? Melihat ibunya berkali-kali melahirkan tapi bukan anaknya sendiri?”
“Diam kamu Christian,” geram Amanda.
“Kalau begitu mana uangnya, Leo membutuhkannya sekarang, Amanda!”
“Dia siapa?” Suara berat itu mengejutkan mereka berdua. Nicholas sudah berdiri di samping meja dan menatap mereka berdua bergantian.
“Nicholas,” desis Amanda.
Sementara itu Christian memandangi Nicholas dengan mata menyipit. “Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat,” bisiknya dalam hati.
Amanda buru-buru membawa Nicholas menjauh dari hadapan Christian, sebab Amanda tahu jika mantan suaminya itu akan memanfaatkan Nicholas, seorang pengusaha muda terkenal dan sukses di usianya yang masih muda.“Dia siapa?” tanya Nicholas ketika mereka berdua sudah menjauh dari Christian.“Mantan suamiku.” Amanda menjawab dengan mata menatap ke arah Christian duduk. Terlihat jelas kalau mata lelaki itu memandangnya dengan penasaran.“Lalu? Apa dia memerasmu?”“Bukan seperti itu—dia ingin meminta uang untuk anakku. Dia sedang di rumah sakit saat ini.”Nicholas diam, memandangi wajah Amanda yang seakan kebingungan.“Kenapa? Apa kamu tak punya uang?”Amanda sontak menatap wajah Nicholas dan tersenyum tipis. Uangnya masih banyak, dari gaji menjadi ibu pengganti dua tahun yang lalu.“Bukan begitu, aku ragu memberikannya karena Christian suka berjudi. Aku ta
Sudah pukul dua belas kurang beberapa menit dan Nicholas masih terjaga dari tidurnya. Tentu saja dia sengaja melakukan hal tersebut karena ingin mengerjakan hal lain malam itu.Sejak tadi dia berusaha untuk memastikan kalau istrinya sudah nyenyak tidur.“Han,” panggil Nicholas pelan. Matanya melirik ke sampingnya.“Hana,” panggil Nicholas lagi dan Hana tidak menyahut.Nicholas kemudian bangkit, ingin memastikan lagi jika istrinya benar sudah masuk ke dalam alam mimpinya.Telapak tangannya ia kibaskan di depan wajah istrinya. Dan tak ada reaksi dari Hana.Aman!Nicholas perlahan bergerak dari tempat tidurnya kemudian membuka pintu kamar dengan perlahan.Lampu di rumah sudah gelap dan pasti pembantu-pembantunya juga sudah tidur.Dengan langkah mengendap Nicholas berjalan ke kamar Amanda. Dadanya berdegub sangat kencang, ini adalah hal
Hana tidak menaruh curiga pada Nicholas yang tiba-tiba mengatakan kalau dirinya akan pergi ke luar negeri untuk beberapa hari.Karena alasannya Nicholas memang sudah sering pergi untuk urusan bisnis dan tentunya Nicholas tak akan menyeleweng karena sudah ada istri yang sempurna di dalam rumahnya.Namun kepercayaan diri Hana yang tinggi itu membuat dirinya mungkin akan kehilangan suaminya.Dia terlalu percaya jika suami hanya membutuhkan penampilan istri yang seksi dan indah dipandang. Tetapi ia lupa, jika suami juga membutuhkan hal lainnya.Usai sarapan pagi itu Hana mengobrol dengan Emma.Setelah dia mengalami hal tak menyenangkan dengan teman-temannya. Akhirnya dia lebih suka mengobrol dengan pembantunya itu sambil dipijit kakinya."Em, suamiku sudah beberapa hari ini selalu malas untukku ajak berhubungan. Kira-kira kenapa ya?" tanya Hana. Dia
Hana berdecak kesal setelah mendapatkan perlakuan seperti itu barusan. Bagaimana bisa Nicholas sama sekali tidak peduli jika dirinya sedang sakit?Yah, setidaknya dia bisa berbasa-basi pada Hana meskipun dia tidak tahu penyakit apa yang sedang Hana derita itu.“Emma!” panggil Hana dengan berteriak. Pembantu yang masih muda itu langsung menghampirinya.“Ada apa Nyonya?”“Siapin makan siang,” suruhnya masih dengan tersulut oleh kemarahan.“Sudah sejak tadi siap, Nyonya.”“Amanda di mana?”“Oh tadi dia katanya pergi keluar,” jawabnya.**Amanda masuk ke dalam sebuah restoran yang dipesan oleh Nicholas. Tadi pagi dia memang berencana untuk mengajak wanita itu untuk makan siang bersama meski sudah ditolak oleh Amanda.Alasannya sederhana karena dia tak mau kalau sampai Hana tahu.“Lebih baik kita jangan
Pikiran Hana sudah lebih baik sekarang, apalagi setelah Nicholas kembali mau bermain dan melakukan hubungan intim tadi malam.Dia membuka matanya dan tampak sangat bersemangat. Sambil mengendurkan otot-ototnya yang pegal. Hana kemudian menurunkan kedua kakinya di atas lantai.Bergerak menuju kaca di meja rias. Hal yang pertama ia lakukan adalah bercermin dan melihat bentuk tubuhnya.“Masih seksi, jadi tak mungkin Nicholas berpaling dariku. Ukuran payudaraku juga tidak terlalu kecil, tak mungkin kalau Nicholas tak puas dengan permainan tadi malam.” Hana bergumam sambil memuji dirinya sendiri.Betapa puasnya dia setelah berhasil melakukan hubungan suami istri dengan Nicholas tadi malam.Ia pikir Nicholas sedikit tersentuh setelah Hana melakukan kewajibannya sebagai istri yaitu menyiapkan baju untuk suaminya di atas kasur meskipun tak dipakai olehnya.Padahal tidak. Itu semua hanyalah
“Aku makan siang dengan Amanda kemarin,” jawab Nicholas. Ia sudah menduga jika Hana akan cemburu padanya. Tetapi ekspresi wajahnya itu di luar dugaannya.Hana sama sekali tidak menampakan wajah cemburu pada Nicholas. Alih-alih marah dia malah merasa lega karena wanita itu adalah Amanda.“Oh Amanda, tak sengaja bertemu dengannya lagi di jalan?” Entah itu sindiran atau hanya pertanyaan biasa tapi yang pasti raut wajah Hana tidak setegang tadi.“Oh—iya,” jawab Nicholas terbata sambil mengamati wajah istrinya dari samping.“Kenapa? Kamu tak cemburu padanya, kan?” tanya Nicholas. Ia mengenal Hana lebih dari wanita itu sendiri, dia memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi. Dan pasti akan menganggap Amanda adalah bukan saingan beratnya.“Buat apa aku cemburu dengan wanita itu. Kupikir tadi kamu akan menjawab akan makan siang
Nicholas sedang mengenakan dasinya pagi itu. Melalui pantulan cermin, dia melihat Hana masih tertidur pulas di atas ranjangnya.Sejak dia kembali dari kamar Amanda tadi malam, Hana tidak menyadari jika suaminya sudah menghabiskan malamnya dengan wanita lain.“Kupikir kamu pintar,” bisik Nicholas ia kemudian keluar dari kamarnya.Dari tempatnya berdiri Nicholas melihat Amanda sedang memasak sarapan untuknya. Nicholas tersenyum, berbeda dengan senyum tadi. Ia tersenyum hangat melihat Amanda berada di meja makan dan sedang menyiapkannya sarapan.Berbeda sekali dengan seseorang yang ia kenal. Selalu bangun seenaknya, dan menyalahkan Nicholas jika tidak membangunkannya.“Seharusnya kamu duduk saja di kursimu,” ucap Nicholas, ia menarik kursinya kemudian duduk.“Aku ingin memasakkan sesuatu untukmu,” sahut Amanda senang. Dia meletakan nasi dan beberapa lauk di meja.
“Jadi bagaimana?” tanya Alex ketika siang itu mereka berdua akhirnya memutuskan untuk makan siang berdua.“Apanya?” Hana balik bertanya.“Aku akan mencari tahu apa sebenarnya hubungan suami kamu dan wanita yang bernama Amanda itu. Ayolah, Hana. Jangan jadi wanita polos,” ucap Alex yang membuat Hana menjadi sedikit ragu.“Apa maksud kamu menjadi wanita polos?”“Tck!” Alex berdecap. “Kamu tahu kan kalau aku ini juga lelaki? Dan aku tahu mana lelaki yang memiliki hubungan biasa dan ada apa-apanya dengan wanita lain,” bisiknya."Seperti kamu dulu, maksudnya?"Sebenarnya Hana bukannya tak mau Alex menyelidiki Nicholas, dia hanya tak mau kalau harus menghadapi kenyataan menyakitkan nantinya. Dia tidak ingin Alex tahu kalau Nicholas memang memiliki hubungan khusus dengan Amanda.Namun saat ini Hana masih ingin memercayai Nicholas lebih dari siapapun. Toh selama ini Nichola