Share

Akad Nikahan

Hari ini adalah hari yang paling mendebarkan untuk Hanum dan Arkan. Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, yakni hari pernikahan yang diselenggarakan pada hari sabtu tempat di kediaman rumah Hanum.

Sengaja mengambil di hari libur, Hanum dan Arkan berencana akan merahasiakan dulu berselisih, setelah nanti jika diantara keduanya ada rasa-rasa tumbuh saling menyukai mereka akan langsung memublikasikannya.

"Apa kau yakin dengan ini, Hanum?" tanya Bella, saat ini ia sedang menemani Hanum dalam kamar rias.

"Aku tidak tau. Tapi aku berharap pilihan yang ku jalani saat ini tidak salah dan tidak menjadi bumerang dalam hidupku," sahut Hanum.

"Sebenarnya tidak ada salahnya kamu menikah dengan Pak Arkan. hanya saja, aku khawatir dengan mu, kalian menikah bukan karena cinta dan itu sangat mustahil jika akhirnya akan menjadi bahagia."

"Tidak usah membandingkan dengan orang jauh, cukup lihat di sekeliling kita pun ada orang-orang yang menikah karena cinta tapi justru berakhir kandas juga," lanjut Bella.

"Ya, aku tau itu. Tapi ini sudah menjadi takdir ku, Bel. Aku bahkan tidak bisa menolak dengan beralasan kebebasan dan impian ku, Ayah bahkan tidak mau mendengar ku," lirih Hanum diakhir kalimatnya, ia sudah sangat berpasrah.

Ceklek ...

Pintu kamar terbuka, menampilkan wajah sang Bunda yang masih saja terlihat muda dan cantik. Bunda memasuki kamar dengan tersenyum bahagia dan di ikuti Kak Wilda dari belakang. Mendekati Hanin dan mendudukkan dirinya di samping putrinya.

"Masya Allah, anak Bunda cantik sekali," pujinya dengan mata haru dan bahagia.

Hanum hanya membalas dengan senyumnya.

"Sayang, apa kamu sudah siap?" tanya Bunda sembari menggenggam lembut tangan Hanum.

"Insya Allah, Hanum siap Bunda," jawab Hanin sambil tersenyum menguatkan hatinya.

"Hanum, kamu ingat pesan Bunda ya, berbaktilah pada suamimu, dengarkan apa katanya yang menurutnya itu benar. Jangan pernah membantahnya ataupun melawannya. Sekarang kamu sudah bukan lagi wanita lajang yang masih bisa bebas dengan main sana-sini. Harus izin dulu ke mana pun kamu pergi. Surga kamu sekarang sudah berada di suami kamu, bukan di Bunda lagi." Bunda sudah mulai menitikkan air mata.

"Sayangilah Sean seperti anak kandungmu. Beri dia kasih sayang dan perhatianmu penuh kepadanya, ya Nak," lanjut nasihat Bundanya membuat hati Hanin terenyuh dan ikut menitikkan air mata.

Rasanya susah sekali menahan air mata ini. Ia akan berpisah dengan tak satu atap lagi bersama kedua orang tuannya. Mengikuti kemana pun suaminya akan membawanya.

"Iya Bunda, Hanum akan selalu mengingat pesan Bunda," ujar lirih Hanum

Bunda Amira menatap Hanum dengan tatapan sendu sekaligus bahagia. Bagaimana tidak? Putri kecilnya ini sebentar lagi akan menjadi tanggung jawab orang lain.

Bunda Amira kini melihat Hanum yang tertunduk, segera dia mendekap dan memeluknya. Bella yang melihat seorang ibu dan anak berpelukan sambil menangis ia pun juga tak dapat menahan untuk meneteskan air mata harunya.

Kemudian Bunda melepaskan pelukannya, dan menghapus air mata Hanum yang membasahi kedua pipinya.

"Jangan nangis dong, sayang make-up nya luntur," ucapnya Bunda terkekeh.

"Bunda ..." rengek Hanum mendengar Bunda menggodanya.

*****

Hanum berjalan mendekat ke arah Arkan ditemani sang Bunda dan Bella. Ia duduk di samping Arkan untuk melaksanakan akad nikah. Baik Arkan maupun Hanum, keduanya merasa sangat berdebar.

Padahal kalau dipikir-pikir, Arkan yang memang sudah pernah merasakan momen tersebut, kenapa sekarang malah masih terlihat seperti orang yang baru pertama kali melakukannya.

Setelah membuat Hanum duduk dengan nyaman di samping Arkan, Bunda Amira beranjak dan bergabung dengan para tamu undangan untuk menyaksikan langsung ijab qabul tersebut.

Ayah Bara langsung menggenggam erat tangan Arkan, ditatapnya Arkan dan mulai mengucap ijab kemudian segera dijawab oleh Arkan dengan lantang dan tegas.

“Saya terima nikah dan kawinnya Arsyila Hanum Khayla binti Albara Nugraha, dengan mas kawin logam mulia seberat 524 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”

Ketika kalimat sakral itu terlontar dari bibir Arkan, Hanum tidak kuasa menahan air matanya. Pernikahan yang tidak pernah ia bayangkan kini sudah menjadi kenyataan sebelum saatnya ia meraih semua impiannya.

Bunda Amira masih pun tidak bisa membendung air di matanya melihat putrinya kini akan menjadi seorang istri dan berumah tangga.

Alih-alih merasakan kebahagiaan sepenuhnya, pada kenyataannya Bunda masih ada sedikit rasa hancur juga atas kehilangan sang putri sulungnya yang dulu lebih memilih jalan pintas yang salah untuk mengakhiri penderitaannya.

Tapi, sebisa mungkin dia berusaha kuat untuk tetap terus menjalankan hidup. Karena dia berpikir bukan hanya dirinya sendiri yang merasakan kehilangan, tapi sang suami juga putri bungsunya pun ikut merasakan kehilangan.

Untuk Hanum, Bunda berdo’a semoga mereka tidak salah mengambil jalan perjodohan itu. Kedua orang tua itu berharap banyak pada Arkan yang seorang pria baik dan mampu membimbing putri mereka.

Semua orang menyaksikan itu dengan penuh kebahagiaan dan haru.

Kini Hanum sudah berpasrah sepenuhnya dengan takdir, selanjutnya ia tidak akan terlalu banyak menuntut lagi dengan nama sebuah harapan.

Begitu pu dengan Arkan, apa pun di masa depan nanti semoga pernikahan keduanya Arkan bisa membangun kembali kepercayaan pada seorang perempuan dan tidak kembali menjadi trauma kesekian.

Arkan penuntun tangannya pada Hanum. Hanum menerimanya dengan perasaan gugup. Ia mencium penggung tangan Arkan dengan lembut.

Kemudian Arkan dengan jantung yang tiba-tiba saja berdebar tidak karuan mencium kening Hanum cukup lama sambil mendoakannya.

Setelah itu Pak penghulu membacakan doa untuk Hanum dan Arkan. Ada beberapa orang dengan khidmah penuh menengadahkan tangannya membantu mengaminkan do’a yang dibacakan.

Setelah akad selesai, Arkan dan Hanum menandatangani surat pernikahan mereka. Kemudian sesi foto dimulai, Arkan dan Hanum tampak malu dan masih canggung satu sama lain.

Sampai akhirnya acara resepsi akan dimulai, Arkan dan Hanum mengganti kostum.

Arkan memakai jas berwarna cream dan Hanum memakai gaun pengantin berwarna cream juga. Hanum dan Arkan sudah seperti raja dan ratu yang sangat memukau.

Setelah acara resepsi selesai, Hanum duduk di singgasana bersama dengan Arkan yang telah resmi menjadi suaminya.

Arkan menatap Hanum dengan lekat, gadis yang ia nikahi seperti bidadari yang sangat memukau dengan kecantikannya. Entah kenapa Arkan menjadikan kegiatan favoritnya memandangi wajah manis Hanum.

Hanum yang mengetahui Arkan selalu terpesona oleh keterbatasan tenaga menahan malu saat beberapa kali matanya bertemu dengan mata Arkan. Hanum salah tingkah sendiri karena masih belum terbiasa dengan semua ini.

Arkan yang mengetahui kegugupan Hanum kemudian tangannya memegang tangan Hanum dan digenggam dengan erat.

“Kenapa masih gugup? Akadnya sudah selesai dari tadi, sekarang kita hanya akan bersalam dengan tamu. Jadi kamu tenang, jangan berlebihan.”

Hanum langsung mematung dengan perasaan sulit didefinisikan. Ia semakin dilanda perasaan gelisah saja karena perilaku Arkan yang begitu tiba-tiba hingga membuat detak jantungnya berhenti sejenak.

Perlakuan kecil Arkan itu mampu membuat Hanum spot jantung, apalagi senyum manis Arkan yang tidak pernah ia lihat selama ini.

Arkan dan Hanum terus memasang senyum tulus kebahagian pada setiap para tamu undangan yang datang bersalam.

Sejujurnya Hanum sudah merasa cukup lelah dan pegal, tapi ia berusaha menahannya karena melihat ke antusias keluarga besar dan teman-temannya.

Arkan juga tahu jika Hanum pasti sangat pegal, apalagi ia masih menggunakan gaun pengantin yang Arkan yakini sangatlah berat, ditambah dengan heels yang digunakan oleh Hanum tidak setinggi main-main.

Bella datang mendekati Hanum yang sudah tersenyum melihat kedatangannya. Sahabatnya itu terlihat juga sangat cantik, Bella datang dengan kekasihnya.

Masya Allah … cantik sekali kamu Hanum. Seperti bidadari turun dari langit,” puji Bella dengan mata yang berkaca-kaca. Bella sangat bahagia melihat sahabatnya menikah tapi ada terselip rasa kehilangan yang tidak bisa ia sembunyikan.

“Kamu juga sangat cantik, Bel,” puji Hanum dengan seulas senyum.

“Aku mau langsung pamit, ya. Maaf aku tidak bisa lama-lama, soalnya pesawat yang ditumpangi Papa dan Mama sebentar lagi akan landing dan aku harus buru-buru ke bandara untuk jemput,” ujar Bella pamit.

“Saya titip Hanum ya, Pak. Jaga dia baik-baik, Hanum ini anaknya random dan polos jadi Bapak harus siap stok kesabaran yang banyak biar bisa hadapi dia,” ucap Bella pada Arkan.

Arkan menjawabnya hanya mengangguk dengan raut datarnya.

“Ya sudah, aku pamit dulu ya, Hanum. Assalamu’alaikum,” pamit Bella mengucap salam.

“Wa’alaikumusalam. Hati-hati ya, Bel,” pesan Hanum.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status