Share

Istri Pura-Pura Direktur Kejam
Istri Pura-Pura Direktur Kejam
Penulis: Kharamiza

Bab 1 - Awal yang Buruk?

Gadis dengan setelan celana baggy pants berwarna abu-abu yang dipadukan dengan kemeja putih dan jilbab segi empat berwarna nude itu setengah berlari menuju sebuah gedung pencakar langit yang berdiri megah tak jauh di depan sana.

Suara hentakan heel yang memburu membuktikan bahwa dirinya sedang berpacu dengan waktu.

Dia Kirana.

Setelah sepekan bekerja, baru kali ini ia hampir saja terlambat bangun akibat malamnya tidur terlalu larut. Kebiasaan overthingking-nya pada tengah malam tiba-tiba kumat. Terlebih, dia sedang libur salat, jadi ada kesempatan untuk bangun lebih pagi.

Di tengah aktivitasnya yang mengejar waktu, sebuah mobil melaju sedikit kencang hingga nyaris menabraknya. Walaupun hanya hampir, tapi membuat Kirana panik dan tersungkur di jalan berpeping. Tak lama, ia bangkit dan ternyata kejadian nahas itu mengakibatkan telapak tangannya sedikit terluka dan mungkin saja lututnya juga terluka. Pergelangan kakinya pun sedikit sakit karena keseleo. Kirana merasakan ada perih di kulit yang terlapisi oleh kain itu.

“Makanya kalau jalan jangan di tengah. Halangin mobil tau, nggak?!” Suara bentakan itu membuat Kirana sontak menoleh sebentar ke sumber suara. Kemudian, berdiri menepuk debu yang mungkin saja menempel pada pakaiannya.

Pemuda berkacamata hitam berdiri dengan wajah angkuh di balik pintu mobilnya yang sengaja dia buka sedikit. Kirana masih mendengkus sebal di tempatnya. Bukannya minta maaf hampir melenyapkan nyawa orang, malah marah-marah tanpa rasa bersalah.

“Anda juga jangan seenaknya di jalan. Mentang-mentang pakai mobil, nyalahin orang kecil,” gerutunya tak mau kalah.

Pemuda yang tingginya ditaksir mencapai hampir 170cm itu membanting pintu mobil dengan kasar. Dia berjalan dengan kedua tangan di dalam saku celana menghampiri Kirana yang mulai tersulut emosi. Terlebih, melihat wajah sang pemuda dengan tampang jutek yang terkesan sombong.

“Terus, maksud lo mau minta ganti rugi karena bikin lo jatuh dan lecet?” Pemuda itu tertawa mengejek. “Halah, sudah terbaca akal-akalan manusia licik seperti lo itu. Jelas-jelas gue tadi belum nabrak, tapi lo jatuh sendiri. Iya kan? Drama lo!”

Sebentar saja, Kirana memejamkan mata. “Aku tidak butuh belas kasih orang sombong seperti Anda yang selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan uang. Pengecut!”

“Apa lo bilang?!”

“Tuan Dzaka, sebentar lagi tamu penting perusahaan tiba ke kantor. Kita sudah tidak punya banyak waktu lagi untuk terus berada di sini.”

Mendengar kalimat dari Fikri—asisten pribadinya, Dzaka memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan dengan gadis yang tidak dikenalinya itu.

Tapi, menurutnya gadis itu cukup berani. Baru kali ini, dia merasa dimaki oleh orang, dan pelakunya adalah perempuan.

Di satu sisi, ia masih murka dan ingin rasanya memberikan gadis itu pelajaran, tapi di sisi lain ada hal yang lebih penting untuk diurusi.

Beberapa saat kemudian, Kirana sudah berada di lantai dasar kantor.

Dia sudah berhasil menempelkan kartu daftar hadirnya meski di lima menit terakhir. Hampir saja, ia mencetak kesan buruk di masa kerjanya yang masih terbilang sangat baru.

Seluk-beluk perusahaan saja pun dia belum terlalu tahu. Ah, bahkan ia belum mengenal banyak petinggi-petinggi perusahaan tempatnya bekerja itu. Maklum, ia tak cukup banyak waktu untuk mencari tahunya.

Sekarang, yang akan ia lakukan selanjutnya adalah naik ke lantai lima—ke ruang kerjanya sebagai divisi keuangan.

Dia berjalan menuju lift sambil memasukkan kartu ke dalam tas selempang kecilnya. Alhasil, tak memperhatikan sekelilingnya, hendak menekan angka lima di depan lift, seketika itu juga bahunya ditepuk oleh seseorang dan lengannya sedikit ditarik ke belakang.

Kirana kaget dengan apa yang dilakukan oleh Dina, teman satu divisinya yang sejauh ini selalu menemaninya selama di kantor.

Namun, rasa ingin meminta penjelasan itu terhenti kala sepasang matanya menangkap dua sosok yang sudah berada di hadapannya. Salah satu orang itu memandang dirinya dengan tatapan mengintimidasi.

Kirana bahkan sempat berpikir kenapa harus bertemu dengan orang itu lagi di sini? Sosok yang menyebalkan.

Sudah gitu, jutek. Sombong lagi.

Namun, pikirannya langsung ditepis saat melihat semua orang yang mengantri untuk masuk lift itu mundur dan menunduk melihat wujudnya.

Mereka semua seakan memberikan ruang untuknya agar masuk ke lift terlebih dahulu.

Mau tidak mau, Kirana mengikuti aktivitas rekan-rekan satu kantornya. Sejatinya, dia tidak tahu kalau Dzaka, orang yang dimakinya di halaman depan tadi adalah Direktur Utama perusahaan tempatnya mengadu nasib.

Ting!

Saat lift sudah tertutup dan meluncur naik membawa dua orang itu, Kirana pun membuang napas kasar.

“Sepertinya mereka orang penting di perusahaan ini, tapi kenapa naik lewat lift karyawan. Memangnya lift pimpinan sedang rusak?” tanyanya setengah berbisik kepada Dina.

“Yaps. Biasanya begitu. Mereka tadi itu Pak Dzaka, Direktur Utama di sini sama asistennya,” jawab Dina.

“Jaga sikap kalau ketemu sama dia, serem soalnya, Ra.”

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya lift kembali turun. Kirana dan Dina, bersama dua orang lainnya kemudian memasuki lift yang akan membawa tubuhnya lintas lantai gedung.

“Jangan sekali-kali bikin masalah di kantor, Pak Dzaka orangnya tegaan. Dia kalau udah marah, bisa mecat karyawan tanpa ampun. Agak kerasan juga dianya,” ucap Dina lagi saat lift sudah mulai bergerak naik.

Mendadak, Kirana kepikiran insiden perdebatannya dengan pimpinan perusahaan beberapa saat lalu. Bagaimana kalau ia dipecat secepat itu? Ah tidak! Sungguh, awal yang sangat buruk.

“Anak baru, ya?” tanya wanita berbadan gempal itu pada Kirana.

Kirana mengangguk sopan sebagai balasan. Tak lupa dengan iringan senyum manisnya.

“Pak Dzaka juga paling benci orang yang tidak disiplin. Jadi, jangan sampai terlambat jika sudah berurusan dengannya,” sahut perempuan berkacamata satunya lagi.

“Ada peraturan ketat juga yang tidak membolehkan karyawan menjalin hubungan di area kantor, kecuali menikah.” Perempuan gempal bernama Amel itu menambahkan.

“Nah, benar itu, Mbak. Dulu anak divisi sebelah ada yang pernah dipecat gara-gara ketahuan sedang bertukar saliva di tangga darurat yang remang-remang. Udah gitu, ternyata laki-lakinya sudah punya istri,” balas Dina seraya bergidik jijik.

Mereka pun keluar saat lift sudah berhenti di lantai lima. Sedang, dua perempuan yang lainnya tadi hanya sampai di lantai empat.

"Tidak boleh menikah?" gumam Kirana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status