Home / Romansa / Istri Pura-Pura Direktur Kejam / Bab 1 - Awal yang Buruk?

Share

Istri Pura-Pura Direktur Kejam
Istri Pura-Pura Direktur Kejam
Author: Kharamiza

Bab 1 - Awal yang Buruk?

Author: Kharamiza
last update Last Updated: 2023-04-13 09:02:47

Gadis dengan setelan celana baggy pants berwarna abu-abu yang dipadukan dengan kemeja putih dan jilbab segi empat berwarna nude itu setengah berlari menuju sebuah gedung pencakar langit yang berdiri megah tak jauh di depan sana.

Suara hentakan heel yang memburu membuktikan bahwa dirinya sedang berpacu dengan waktu.

Dia Kirana.

Setelah sepekan bekerja, baru kali ini ia hampir saja terlambat bangun akibat malamnya tidur terlalu larut. Kebiasaan overthingking-nya pada tengah malam tiba-tiba kumat. Terlebih, dia sedang libur salat, jadi ada kesempatan untuk bangun lebih pagi.

Di tengah aktivitasnya yang mengejar waktu, sebuah mobil melaju sedikit kencang hingga nyaris menabraknya. Walaupun hanya hampir, tapi membuat Kirana panik dan tersungkur di jalan berpeping. Tak lama, ia bangkit dan ternyata kejadian nahas itu mengakibatkan telapak tangannya sedikit terluka dan mungkin saja lututnya juga terluka. Pergelangan kakinya pun sedikit sakit karena keseleo. Kirana merasakan ada perih di kulit yang terlapisi oleh kain itu.

“Makanya kalau jalan jangan di tengah. Halangin mobil tau, nggak?!” Suara bentakan itu membuat Kirana sontak menoleh sebentar ke sumber suara. Kemudian, berdiri menepuk debu yang mungkin saja menempel pada pakaiannya.

Pemuda berkacamata hitam berdiri dengan wajah angkuh di balik pintu mobilnya yang sengaja dia buka sedikit. Kirana masih mendengkus sebal di tempatnya. Bukannya minta maaf hampir melenyapkan nyawa orang, malah marah-marah tanpa rasa bersalah.

“Anda juga jangan seenaknya di jalan. Mentang-mentang pakai mobil, nyalahin orang kecil,” gerutunya tak mau kalah.

Pemuda yang tingginya ditaksir mencapai hampir 170cm itu membanting pintu mobil dengan kasar. Dia berjalan dengan kedua tangan di dalam saku celana menghampiri Kirana yang mulai tersulut emosi. Terlebih, melihat wajah sang pemuda dengan tampang jutek yang terkesan sombong.

“Terus, maksud lo mau minta ganti rugi karena bikin lo jatuh dan lecet?” Pemuda itu tertawa mengejek. “Halah, sudah terbaca akal-akalan manusia licik seperti lo itu. Jelas-jelas gue tadi belum nabrak, tapi lo jatuh sendiri. Iya kan? Drama lo!”

Sebentar saja, Kirana memejamkan mata. “Aku tidak butuh belas kasih orang sombong seperti Anda yang selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan uang. Pengecut!”

“Apa lo bilang?!”

“Tuan Dzaka, sebentar lagi tamu penting perusahaan tiba ke kantor. Kita sudah tidak punya banyak waktu lagi untuk terus berada di sini.”

Mendengar kalimat dari Fikri—asisten pribadinya, Dzaka memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan dengan gadis yang tidak dikenalinya itu.

Tapi, menurutnya gadis itu cukup berani. Baru kali ini, dia merasa dimaki oleh orang, dan pelakunya adalah perempuan.

Di satu sisi, ia masih murka dan ingin rasanya memberikan gadis itu pelajaran, tapi di sisi lain ada hal yang lebih penting untuk diurusi.

Beberapa saat kemudian, Kirana sudah berada di lantai dasar kantor.

Dia sudah berhasil menempelkan kartu daftar hadirnya meski di lima menit terakhir. Hampir saja, ia mencetak kesan buruk di masa kerjanya yang masih terbilang sangat baru.

Seluk-beluk perusahaan saja pun dia belum terlalu tahu. Ah, bahkan ia belum mengenal banyak petinggi-petinggi perusahaan tempatnya bekerja itu. Maklum, ia tak cukup banyak waktu untuk mencari tahunya.

Sekarang, yang akan ia lakukan selanjutnya adalah naik ke lantai lima—ke ruang kerjanya sebagai divisi keuangan.

Dia berjalan menuju lift sambil memasukkan kartu ke dalam tas selempang kecilnya. Alhasil, tak memperhatikan sekelilingnya, hendak menekan angka lima di depan lift, seketika itu juga bahunya ditepuk oleh seseorang dan lengannya sedikit ditarik ke belakang.

Kirana kaget dengan apa yang dilakukan oleh Dina, teman satu divisinya yang sejauh ini selalu menemaninya selama di kantor.

Namun, rasa ingin meminta penjelasan itu terhenti kala sepasang matanya menangkap dua sosok yang sudah berada di hadapannya. Salah satu orang itu memandang dirinya dengan tatapan mengintimidasi.

Kirana bahkan sempat berpikir kenapa harus bertemu dengan orang itu lagi di sini? Sosok yang menyebalkan.

Sudah gitu, jutek. Sombong lagi.

Namun, pikirannya langsung ditepis saat melihat semua orang yang mengantri untuk masuk lift itu mundur dan menunduk melihat wujudnya.

Mereka semua seakan memberikan ruang untuknya agar masuk ke lift terlebih dahulu.

Mau tidak mau, Kirana mengikuti aktivitas rekan-rekan satu kantornya. Sejatinya, dia tidak tahu kalau Dzaka, orang yang dimakinya di halaman depan tadi adalah Direktur Utama perusahaan tempatnya mengadu nasib.

Ting!

Saat lift sudah tertutup dan meluncur naik membawa dua orang itu, Kirana pun membuang napas kasar.

“Sepertinya mereka orang penting di perusahaan ini, tapi kenapa naik lewat lift karyawan. Memangnya lift pimpinan sedang rusak?” tanyanya setengah berbisik kepada Dina.

“Yaps. Biasanya begitu. Mereka tadi itu Pak Dzaka, Direktur Utama di sini sama asistennya,” jawab Dina.

“Jaga sikap kalau ketemu sama dia, serem soalnya, Ra.”

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya lift kembali turun. Kirana dan Dina, bersama dua orang lainnya kemudian memasuki lift yang akan membawa tubuhnya lintas lantai gedung.

“Jangan sekali-kali bikin masalah di kantor, Pak Dzaka orangnya tegaan. Dia kalau udah marah, bisa mecat karyawan tanpa ampun. Agak kerasan juga dianya,” ucap Dina lagi saat lift sudah mulai bergerak naik.

Mendadak, Kirana kepikiran insiden perdebatannya dengan pimpinan perusahaan beberapa saat lalu. Bagaimana kalau ia dipecat secepat itu? Ah tidak! Sungguh, awal yang sangat buruk.

“Anak baru, ya?” tanya wanita berbadan gempal itu pada Kirana.

Kirana mengangguk sopan sebagai balasan. Tak lupa dengan iringan senyum manisnya.

“Pak Dzaka juga paling benci orang yang tidak disiplin. Jadi, jangan sampai terlambat jika sudah berurusan dengannya,” sahut perempuan berkacamata satunya lagi.

“Ada peraturan ketat juga yang tidak membolehkan karyawan menjalin hubungan di area kantor, kecuali menikah.” Perempuan gempal bernama Amel itu menambahkan.

“Nah, benar itu, Mbak. Dulu anak divisi sebelah ada yang pernah dipecat gara-gara ketahuan sedang bertukar saliva di tangga darurat yang remang-remang. Udah gitu, ternyata laki-lakinya sudah punya istri,” balas Dina seraya bergidik jijik.

Mereka pun keluar saat lift sudah berhenti di lantai lima. Sedang, dua perempuan yang lainnya tadi hanya sampai di lantai empat.

"Tidak boleh menikah?" gumam Kirana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   END

    Pelan, Kirana membuka mata sembari menggeliat meregangkan otot-otot tubuhnya. Walau matanya masih berat terbuka, ia meraih ponsel untuk melihat jam. Sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi.Sekilas ia menoleh ke samping. Memandangi wajah suaminya yang masih tidur nyenyak dengan dengkuran halus di dekat telinganya. Tangan kekarnya pun berada di atas perut Kirana.“Sayang, bangun. Sudah subuh,” bisik Kirana. Ia menyentuh pipi suaminya. Lantas, menarik menarik pelan hidung mancung Dzaka. Tak butuh waktu lama, Dzaka bergerak karena merasa terganggu, tapi masih enggan membuka mata. Dia tetap betah pada posisinya. Justru meringkuk seolah mencari kehangatan di sisi istrinya dengan mengeratkan pelukan. “Hei ... sudah subuh, Mas. Bangun, yuk.” Lagi, Kirana menyentuh lengan suaminya. Sesekali, mencubit daging yang terasa keras itu. “Biar seperti ini dulu sebentar, Sayang. Aku masih mau menikmati waktu sama kamu. Kalau Baby Dzakir bangun, yang

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 122 - Baby Dzakir

    Baru saja, sepasang kaki Dzaka menjejaki teras, tetapi langkahnya seketika terhenti. Tubuhnya seolah beku di tempat manakala memikirkan Kirana yang tengah hamil. Perasaan bersalah pun menyeruak di hatinya. Mengingat, tadi ia tak sengaja membentak sang istri karena tengah dikuasi amarah yang hendak membalas dendam atas kematian papanya. Padahal, sejatinya balas dendam tak pernah ada dalam kamus kehidupan seorang Dzaka Hakeem.Rasa takut seolah sengaja mencekiknya. Isi kepalanya pun kian berkelana ke masa lampau, saat-saat di mana ia harus kehilangan calon buah hati karena keteledorannya sendiri.Dia tak mau, kehilangan kembali. Sungguh, ia tidak rela. Sebuah helaan napas berat terdengar darinya sembari mengingat kembali pesan-pesan Danial tadi malam. Dzaka menggeleng pelan, menyadari diri telah sangat berlebihan menyingkapi kehilangan yang mencekam batinnya. Detik kemudian, ia kembali melangkah. Bukan untuk melanjutkan misi, melainkan k

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 121 - Kehilangan yang Mencekam

    Tatapan tajam itu berubah jadi sayu. Seakan di dalam sana terdapat sebuah penyesalan yang tak berujung. Terlebih, butiran bening juga tampak menghiasai pipi yang berisi kini tinggal sedikit daging terlapisi kulit. Tenaga yang kuat juga seolah sudah terkikis. Pria itu berbaring sangat lemah laksana tiada lagi ada daya untuk bergerak lebih banyak. “Maafkan atas semua kesalahan Papa pada kalian,” ucapnya lagi disertai dengan isak pilu mencekam. “Papa sangat jahat,” imbuhnya sembari menghapus air mata. Sesekali tersenyum masam. “Kami teh sudah memaafkan kamu, Danial.” Bunda Andari angkat bicara. Ekspresinya cukup tenang bak terpancar ketulusan yang tak pernah pupus.Dzaka dan Sekar pun ikut mengangguk sekadar memberi keyakinan pada sang papa. Sesaat, Dzaka membungkuk dan menyangga badan dengan kedua tangan di ranjang Danial.“Apa perlu aku mengambil tindakan untuk pelaku penganiayaan Papa?” tanya Dzaka. Terlihat jelas d

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 120 - Maafkan Papa, Nak!

    Tangan Dzaka dan Kirana saling bertaut menyusuri koridor bangunan berdinding mayoritas putih itu. Cemas dan panik menghiasi wajah keduanya, bersama derap langkah memburu. Sampai di depan sebuah ruangan, sudah ada dua orang berkostum penjaga lapas baru saja selesai mengobrol dengan dokter. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Papa saya, Pak?” tanya Dzaka setelah sang dokter berlalu.Dua pria itu saling berpandangan sebentar.“Mohon maaf, Pak Dzaka. Sebenarnya Pak Danial sering mendapatkan tindak kekerasan dari penghuni lapas lain,” ungkap Pria bertopi hitam itu. “Beberapa penghuni lapas tau kasus Pak Danial sehingga dipenjara. Mereka tak terima dengan Pak Danial yang terlibat dalam kasus pelecehan dan perselingkuhan. Menurut mereka, tindakan itu sama sekali tak bermoral.”Dari ekspresinya, Dzaka terlihat kaget dengan pernyataan pria itu. Selama ini, tak ada tanda-tanda kekerasan ketika dia menjenguk Danial. Papanya pun seakan-akan terliha

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 119 - Papa?

    Kirana menarik napas panjang barang tiga kali. Dalam genggamannya terdapat sebuah testpack yang sengaja belum dilihat hasilnya setelah melakukan pengecekan beberapa saat lalu.Jantungnya pun berpacu dalam kecepatan tinggi, bersama perasaan was-was yang ikut serta menyeruak membuatnya bimbang akan hasil tes kehamilannya yang pertama kali pasca keguguran.Sepulang dari puncak, Kirana kerap merasa cepat lelah dan sedikit mual. Jadwal tamu bulanannya pun bahkan sudah lewat sepekan. Hal itu membuatnya penasaran sehingga memutuskan untuk membeli testpack tanpa sepengetahuan Dzaka. Ia juga tak pernah mengatakan pada suaminya tentang keadaannya akhir-akhir ini. Kirana tak mau Dzaka terlalu berharap dan akhirnya kecewa jika hasilnya tak sesuai harapan. Pelan, Kirana membuka genggaman. Ia langsung bisa melihat testpack itu sudah memiliki garis dua. Artinya, dia positif?Kirana menutup mulut, lantas tersenyum senang dalam diam. Detik kemudian, ia

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 118 - Perkara Merelakan

    “Sayang, aku dengar di Villa sekitar sini, ada acara pertunangan owner-nya 2R Cafe.”Kirana yang menyandarkan dagu di bahu suaminya, lantas menoleh memandang wajah Dzaka sekilas. Ah, lebih tepatnya ia memperhatikan cambang sang suami yang tampak semakin panjang. “Oh, ya? Rey atau Raya?” tanya Kirana penasaran. “Gak tau. Mau liat?” Mata Kirana terpejam sebentar, merasakan sejuknya udara perkebunan teh yang menyapu wajahnya. “Kita gak diundang. Datang tanpa diundang, namanya tamu tak diundang.” “Ngintip aja, kamu kan doyan ngintip.” Dzaka terkekeh, bersama dengan Kirana yang mencubit perutnya. Mereka diam beberapa saat. Sama-sama merasakan angin pagi Puncak menyapa. Pandangan Dzaka pun menyapu ke segala arah. Pemandangan yang cukup indah, tetapi seseorang yang tengah memeluk pinggangnya sembari bersandar di bahu tak kala indah, baginya. “Kenapa liatin terus? Baru tau suamimu punya kegantengan spek

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 117 - Sirna Ditelan Kenyataan

    “Din, tunggu!” Fikri menarik paksa lengan Dina yang hendak berlari menghindarinya. Mereka sekarang berada di samping Villa, jalan menuju perkebunan teh. “Apa lagi? Bukankah kemarin sudah cukup jelas jawabanku atas lamaran Mas Fikri?” tanya Dina. Bola matanya yang semula menatap Fikri langsung, seolah dialihkan ke arah lain. Jujur, ia tak sanggup melihat mata Fikri lebih lama lagi. Dia takut, hatinya goyah dan terus menerus berharap tanpa kepastian. Di sudut lain, seseorang tengah mengintip dari balik tembok. Tadinya, ia ingin jalan-jalan. Merasakan udara pagi di perkebunan teh, tetapi drama cinta yang tak sengaja dilihat membuatnya menghentikan langkah. Lantas, memilih diam di pojokan. “Ngapain di situ, Sayang?” Sang suami yang tiba-tiba datang menoel pinggangnya. Membuatnya terlonjak, hampir berteriak. Tetapi, ia justru mendorong tubuh suaminya ke tembok agar tak menyelonong begitu saja. Kirana meletakkan jari telunjuk di

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 116 - Bunga - Bunga Cinta yang Gugur

    Detik demi detik, Dzaka memutar tubuh dan menarik sang istri ke dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Kirana sambil membisikkan kata-kata cinta.“Tiup lilinnya ... tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga ... sekarang juga!”Perlahan, Kirana melepaskan diri dari rengkuhan Dzaka. Sekilas, ia menghapus air mata yang membuat wajahnya basah. Sepersekian detik kemudian, dia meniup lilin disertai dengan tepukan gemuruh.“Ada yang mau disampaikan, Nona?” tanya Fikri. “Untuk suaminya, mungkin.”Fikri menyodorkan mic yang kemudian disambut Kirana.Helaan napas pelan terdengar dari mic saat Kirana hendak berbicara. Ia tersenyum, lantas memejamkan mata sebentar. “Eum ... masyaAllah terima kasih banyak teman-teman semuanya. Sungguh, aku terharu banget karena bertambahnya usia tahun ini diberi kesempatan berada di lingkaran orang-orang hebat.” Kirana meneguk ludah, sembari mengusap pipi yang masih terasa basah.Saat jiwa dan pera

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 115 - Kejutan Birthday

    Pukul 10 pagi. Acara dibuka langsung oleh sang direktur, sekaligus memberi sedikit wejangan atau mengingatkan agar selalu menjaga citra perusahaan selama beraktivitas di puncak. Dia juga mengutarakan harapannya agar Family Gathering ini bisa berdampak dengan terjalinnya tali persaudaraan yang baik dalam perusahaan. Terlebih, Fam-Gath ini bisa menjadi wadah bagi karyawan lebih dekat pada pimpinannya.Beberapa rangkaian lomba yang dikhususkan antardivisi juga dilaksanakan untuk mengisi waktu dengan keseruan bersama. Masing-masing divisi mengirimkan peserta terbaiknya untuk unjuk kebolehan di depan petinggi sampai pemilik perusahaan. Keseruan dan kehebohan terus tercipta di tiap menit hingga jam berganti, bersama dengan matahari yang mulai condong ke Barat. Kegiatan yang dilombakan pun beragam. Ada lomba dance yang wajib menggunakan lagu dari daerah di Indonesia, lomba yel-yel menggunakan kostum seunik mungkin, lomba memasukkan pulpen dalam botol,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status