Share

4. Pasangan Kontrak (2)

Rachel kembali duduk di tempat sebelumnya. Gadis itu berusaha menahan kekesalannya. Ia yakin pria di depannya ini sudah menyelidiki semua kehidupan pribadinya. Bahkan pria ini juga berani mengancam dirinya menggunakan nama ibunya.

"Syaratnya sesuai dengan kontrak, saya akan memberikan anda waktu 24 jam untuk memikirkan tawaran ini." Rachel mengambil kembali dokumen tersebut dan mulai membaca poin-poin pentingnya.

"Ibu saya, kapan anda bisa bantu perawatannya?"

"Setelah anda setuju dengan kontrak ini."

Rachel merasa amarahnya sudah mencapai batasnya. Ia cukup bersyukur pria ini mau membantu ibunya tapi entah kenapa menurutnya ada yang salah dengan dengan pria di depannya ini.

Gadis itu mengambil pulpen yang terletak di meja samping tempat tidur pasien dan langsung membubuhkan tanda tangannya di atas kontrak tersebut. Calvin tersenyum puas. Pria itu mengambil ponselnya dan mengetikan sesuatu.

"Anetha Lee, tempatkan dia di urutan pertama donor." Calvin mengatakan kalimat itu sambil menatap Rachel. Tiba-tiba saja ponsel Rachel bergetar. Ada pesan masuk dari rumah sakit yang menginfokan bahwa ibunya berada di urutan paling atas.

"Selamat bekerja sama." Rachel menatap Calvin. Pria itu benar-benar puas seolah seluruh dunia berada di genggamannya. Rachel hanya mengangguk untuk membalasnya lalu pamit meninggalkan ruang rawat.

~

Nicky memastikan barang bawaan Calvin sudah tidak ada yang tertinggal. Calvin benar-benar hanya tinggal di rumah sakit selama 7 hari sesuai dengan perkiraan dokter. Bahkan yang lebih menyebalkannya lagi, Calvin memilih untuk langsung masuk kerja hari ini juga.

"Nicky, suruh Rachel datang ke ruangan saya setelah jam makan siang."

"Sepertinya Rachel tidak selalu ada di kantor deh Vin. Dia memang salah satu pegawai kami tapi dia di bagian penyiar online jadi hanya datang ke kantor saat ada produk baru dan acara khusus." Jelas Nicky. Calvin menatap Nicky dingin yang langsung ditanggapi Nicky dengan dehaman. Pria itu merogoh saku dalam jasnya dan mengetikkan pesan untuk Rachel.

Situasi kantor kembali ramai saat tahu presdir mereka sudah kembali bekerja hari ini. Berita tentang kecelakaan Calvin memang tidak disebarkan ke publik dan karyawannya hanya tahu kalau presdir mereka sedang ada rapat besar di luar negri.

Nicky membawakan setumpuk map dan meletakkannya di atas meja kerja Calvin. Pria itu berdiri terdiam di samping Calvin yang sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya.

"Ada apa?" Pertanyaan Calvin seolah menyadarkan Nicky.

"Menurut saya sebaiknya anda beristirahat terlebih dahulu." Calvin meletakkan pulpennya dan menatap tajam Nicky.

"Lalu anda yang akan menanggung semua kerugiannya?" Nicky menghela napas lalu meninggalkan ruang kerja Calvin dan kembali ke ruangan sekretaris presdir.

~

Rachel menatap gedung di depannya. Ia masih tidak percaya kalau sekarang ia berdiri disini bukan sebagai karyawan tetapi sebagai tunangan kontrak CEO Miguel Group. Gadis itu menghela nafasnya dan berjalan masuk menuju kantor.

Baru saja ia akan menghampiri meja resepsionis untuk menanyakan dimana letak ruang presdir tapi Nicky sudah menghampirinya terlebih dahulu.

"Selamat siang." Sapa Nicky. Rachel hanya mengangguk.

"Silahkan ikuti saya." Nicky mengarahkan tangannya mempersilahkan Rachel untuk jalan terlebih dahulu. Gadis itu sedikit risih karena pandangan semua orang yang mereka lewati tertuju pada dirinya dan Nicky. Tidak jarang mereka juga memberikan salam dan hormat pada Nicky.

"Silahkan masuk, Pak Calvin sudah menunggu."

"Terima kasih." Ujar Rachel. Nicky langsung berbalik pergi meninggalkan Rachel. 

Gadis itu menarik napas panjang lalu mengetuk pintu besar di depannya. Samar-samar terdengar suara pria dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Rachel membuka pintu itu perlahan dan sedikit terkejut melihat isinya.

Ruangan kerja yang sangat luas dengan interior elegan membuat siapapun pasti nyaman untuk bekerja berjam-jam disana. Namun tidak dapat dipungkiri kalau ruangan ini juga tampak mendominasi jika bukan sang pemilik ruang yang masuk. Hal ini dapat terlihat jelas dari posisi meja sang empunya ruangan yang berada di level yang berbeda dengan para tamu.

Calvin sedang sibuk dengan dokumen yang entah apa itu. Pria itu langsung memberikan perhatian saat Rachel berjalan mendekat. Jujur Rachel merasa dirinya terintimidasi berada di posisi ini. Tidak lama kemudian pria itu bangun dan berjalan menuju sofa yang berada di sebelah kaca besar ruangan. 

"Silahkan duduk." Ujar Calvin setelah dirinya duduk sambil menyilangkan kakinya. Rachel duduk dengan segan sambil terus meneliti ruangan tersebut. Calvin meletakkan sebuah map di atas meja dan mengisyaratkan Rachel untuk membukanya. 

Gadis itu langsung membuka map tersebut dan menemukan beberapa lembar kertas yang menurutnya cukup banyak. 

"Semua data diriku sudah tertulis dengan lengkap disana, kau tinggal hafalkan." Rachel mendelik kaget. HAFALKAN? SEBANYAK INI?

"Semua aku hafalkan?" Rachel bertanya dengan nada tidak percaya namun langsung dibalas dengan anggukan oleh Calvin.

"Sebagai tunanganku, sudah seharusnya kau hafal mengenai kehidupan pribadiku." Rachel menatap Calvin kesal.

"Tapi di dalam kontrak tidak tertulis bahwa aku harus menghafalkan sebanyak ini."

"Namun di dalam kontrak tertulis jelas bahwa pihak B harus menuruti semua perintah pihak A selama masih dalam ruang lingkup hubungan kontrak." Rachel mendengus pasrah. Detik itu juga ia ingin melempar sepatunya ke wajah Calvin.

"Tidak masalah jika kau tidak bisa menghafalnya, kau hanya perlu membayar biaya pembatalan kontrak." Rachel tambah kesal.

"Baik akan aku hafalkan. Tenang saja ini bukan hal yang sulit." Calvin tersenyum puas mendengar perkataan Rachel.

"Oh, kau akan mulai bekerja mulai hari ini." Rachel mengernyitkan dahinya.

"Bekerja?"

"Mulai hari ini kau harus pindah ke kediaman keluarga Miguel."

"PINDAH?" Rachel refleks berdiri saking kagetnya. Sialan pria ini semakin lama semakin seenaknya sendiri.

"Kalau aku tidak mau?" Rachel bertanya dengan kesal namun langsung dibalas dengan ekspresi dingin Calvin.

"Silahkan bayar biaya pembatalan kontraknya." Rachel menghempaskan kembali tubuhnya ke sofa. Gadis itu mulai tidak bisa menahan emosinya.

"Baik. Aku akan pindah." Rachel menyetujui hal itu dengan sangat terpaksa.

"Jam 8 malam nanti Nicky akan menjemputmu, sekarang kau boleh pergi membereskan semua kebutuhanmu. Oh, tidak perlu membawa barang terlalu banyak, semua sudah tersedia di kediaman Miguel." Rachel mendengus kesal dan langsung melangkah menuju pintu. Bahkan dirinya malas berpamitan dengan pria sialan itu.

Rachel masih mendengus seperginya dari kantor presdir. Pria sialan itu berani menyuruhnya untuk pindah tempat tinggal? Dasar gila!

Di sisi lain, Calvin tersenyum puas di dalam kantornya. Entah perasaan apa itu, tapi yang pasti Calvin menikmati permainan barunya dengan Rachel. Ekspresi Rachel yang mudah berubah membuat dirinya merasa senang.

Calvin beranjak kembali ke meja kerjanya. Kembali ke rutinitas sebelumnya mengerjakan semua dokumen yang sudah lama tertunda akibat dirinya harus di rawat di rumah sakit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status