Rachel langsung mengambil kopernya sesampai di apartment. Tiara menatap temannya kebingungan dan terus mengoceh tentang kemana sahabatnya itu akan pergi. Rachel yang mulai pusing dengan ocehan Tiara menghentikan langkahnya.
"Ara, dengarkan baik-baik dan jangan teriak-teriak." Tiara mengangguk dan Rachel langsung menceritakan kronologi kejadian yang ia alami seminggu terakhir ini pada Tiara. Gadis itu mendelik kaget dan memberikan tatapan kasihan pada Rachel.
"Sekarang kau sudah mengerti kan? lebih baik bantu aku berkemas dan jangan khawatirkan hal apapun." Tiara mengangguk namun tidak lama kemudian gadis cerewet itu kembali membuka mulutnya.
"Tapi kenapa sampai harus pindah ke kediaman Miguel?" Rachel menghentikan gerakannya sebentar lalu menatap Tiara. Pertanyaan Tiara ada benarnya. Kenapa ia harus sampai pindah?
"Hmm, mungkin aku akan mengetahuinya setiba disana. Kurasa sekarang yang terpenting adalah menuruti dulu semua keinginannya." Tiara mengangguk dan kembali membantu Rachel berkemas.
Rachel dan Tiara menghela napas lega setelah semua barang sudah terkemas dengan rapi. Rachel melirik jam yang tergantung di kamarnya dan baru menunjukkan pukul 6 sore.
"Mau pesan antar? Sepertinya kita harus mengadakan pesta perpisahan karena aku sudah tidak tinggal disini untuk sementara waktu." Tiara langsung mengangguk semangat.
"Ayam goreng? atau pesan set BBQ? Kau mau apa?" Tiara bangkit untuk mencari ponselnya.
"Set BBQ sepertinya menarik." Kedua gadis itu kemudian tertawa bersama.
~
Nicky memarkirkan mobilnya di depan apartment Rachel. Matanya dapat melihat Rachel bersama seorang temannya menunggu dengan 2 koper besar. Pria itu turun dari mobilnya dan menghampiri kedua gadis itu.
"Sudah siap?" Kedua gadis yang sedang sibuk mengobrol itu langsung menoleh ke arah Nicky. Rachel yang awalnya sedang tertawa langsung berubah suram saat melihat kedatangan Nicky.
"Iya." Jawab Rachel singkat sambil mengendikkan dagunya ke arah kedua koper di sebelahnya. Nicky hanya mengangguk dan membantu Rachel membawa kedua koper tersebut namun gerakannya terhenti saat seorang gadis menghadang dirinya.
"Kau sekretaris pria menyebalkan itu kan?" Nicky menatap Tiara bingung.
"Kau harus menjaga sahabatku. Aku akan menghajarmu habis-habisan jika sampai terjadi sesuatu dengan Rachel." Tiara memelototi Nicky. Pria itu hanya diam dan memasang ekspresi tidak peduli.
"Kau dengar tidak!" Seruan Tiara membuat Rachel sedikit tidak enak hati dan langsung menenangkan sahabatnya.
"Maaf nona saya tidak tahu apa hubunganmu dengan tunangan presdir tapi saya yakin presdir akan menjaga tunangannya dengan baik dan anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut." Jawaban Nicky membuat Rachel dan Tiara menganga. Tanpa menunggu jawaban apapun, Nicky langsung membawa kedua koper Rachel dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
"Silahkan masuk." Nicky membukakan pintu untuk Rachel dan Rachel yang sudah pasrah hanya mengikuti Nicky untuk masuk ke dalam mobilnya. Pria itu langsung menutup pintu mobil setelah memastikan Rachel masuk dan duduk dengan nyaman.
Nicky menyalakan mesin mobilnya dan langsung melaju meninggalkan apartment Rachel dan Tiara. Rachel menatap ke arah luar jendela. Pikirannya mulai kusut. Ia hanya berharap bahwa keputusannya saat ini tidak salah dan ini merupakan jalan terbaik bagi dirinya dan keluarganya.
~
Mobil Nicky memasuki wilayah perumahan mewah. Mata Rachel mulai mendelik kagum melihat semua rumah-rumah mewah disana. Tidak lama kemudian mobil itu berbelok menuju area yang lumayan sepi dengan pepohonan rindang di kiri dan kanan jalan. Jalanan sedikit menanjak dan Rachel dapat melihat ada satu rumah besar yang sangat terang berada di ujung jalan yang langsung ia yakini sebagai kediaman Miguel.
Gerbang tinggi itu terbuka secara otomatis saat mobil Nicky berhenti sebentar di depannya. Rachel sendiri tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya melihat arsitektur kediaman Miguel.
Mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan pintu masuk kediaman. Rachel dapat melihat Calvin sudah berdiri di depan pintu dengan sweater dan celana training. Pria itu tampak santai namun aura dingin tetap terpancar.
Nicky turun dari mobil dan tidak lama kemudian pintu penumpang tempat Rachel duduk terbuka. Gadis itu sedikit terkejut melihat pria yang membukakan pintu untuknya. Calvin. CEO perusahaannya yang membukakan pintu mobil untuk dirinya.
Rachel segera turun dari mobil dengan perasaan campur aduk. Gadis itu sempat menggumamkan terima kasih namun sepertinya Calvin tidak peduli. Pria itu langsung membawa koper Rachel setelah berbicara singkat dengan Nicky.
Mobil Nicky melaju pergi meninggalkan kediaman Miguel menyisakan Calvin dan Rachel dalam situasi yang benar-benar canggung. Rachel hanya berdiam di tempatnya tidak berniat memasuki kediaman Miguel.
"Tidak mau ikut?" Pertanyaan Calvin menyadarkan Rachel. Gadis itu menghembuskan napas lalu berjalan cepat untuk menyesuaikan posisinya agar tidak terlalu jauh dari Calvin.
Sekali lagi Rachel kembali berdecak kagum melihat interior kediaman Miguel. Ruang tamu saja tampak begitu mewah. Kedatangan mereka langsung disambut oleh beberapa pelayan. Pelayan itu langsung mengambil alih koper Rachel dan membawanya entah kemana.
Rachel memutuskan hanya mengikuti langkah Calvin. Gadis itu tidak mau banyak protes. Tiba-tiba saja sebuah tangan melingkari pinggangnya dan hal itu sontak membuat Rachel kaget. Calvin sang pelaku memasang senyum manis dan menahan pinggang Rachel cukup kuat hingga membuat gadis itu pasrah karena tidak bisa melawan.
Carla berada di depan mereka berdua dengan senyuman lebar.
"Selamat datang cucu menantuku." Sapaan Carla membuat Rachel kaget. Belum sempat gadis itu menormalkan ekspresinya tangan sialan Calvin sudah membelai rambutnya. Pria gila!
"Nenek, sesuai perintah nenek aku sudah berhasil membujuk Rachel untuk pindah kesini." Calvin menyapa neneknya. Rachel cukup kaget dengan nada bicara Calvin yang berubah halus dan sopan saat berbicara dengan neneknya.
"Ya Tuhan kalian serasi sekali. Rachel, nenek dengar dari Calvin kamu terlalu sibuk bekerja sampai jarang ada waktu untuk berdua oleh karena itu nenek memutuskan untuk mengajak kamu tinggal bersama kami." Rachel yang kebingungan hanya memberikan senyum lebar untuk menjawab Nenek Carla.
"Nenek, biarkan kami beristirahat dulu ya, besok kita akan mengobrol lagi. Sepertinya hari ini Rachel juga sudah sangat lelah." ucapan Calvin dibalas dengan anggukan neneknya. Beliau pun langsung mengizinkan mereka berdua untuk beristirahat.
Rachel menghentikan langkahnya saat dirinya merasa Nenek Carla sudah tidak terlihat. Gadis itu juga langsung melepaskan paksa rangkulan Calvin. Pria itu mengangkat tangannya dan menatapnya dengan senyum kecil seolah hal tadi bukan masalah besar.
"Dimana kamarku?" Tanya Rachel kesal. Pria di depannya hanya mengedikkan bahunya lalu sedikit membungkukkan badannya untuk mensejajarkan tinggi dengan Rachel.
"Menurutmu dimana?" Calvin balik bertanya. Rachel membuang wajahnya ke arah lain tidak mau menatap Calvin. Gadis itu tahu jarah wajah mereka berdua tidak sampai lima senti. Rachel langsung menengadahkan kepalanya dan mundur selangkah. Calvin tersenyum lebar.
"Itu di belakangmu adalah kamar kita."
"Itu di belakangmu adalah kamar kita."Rachel melongo tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria di hadapannya. Calvin tersenyum nakal lalu membuka pintu di belakang Rachel tanpa aba-aba sehingga membuat Rachel sedikit terhuyung.“Di perjanjian tidak tertulis bahwa kita harus tidur di dalam satu kamar yang sama!” Rachel berseru tidak terima.“Tapi di perjanjian kita tertulis bahwa kamu harus melakukan semua hal yang dapat membuat nenek mempercayai hubungan kita.” Calvin menjawabnya dengan ringan membuat Rachel tidak lagi bisa melanjutkan protesnya.“Tidur saja dulu di sofa, nanti aku akan memikirkan bagaimana caranya membawa satu kasur lagi masuk ke kamar ini.” Calvin menunjuk sofa yang tepat berada di sebelah Rachel.“Sofa? Bukankah seharusnya kamu sebagai lelaki yang mengalah dan tidur di sofa?” Rachel tidak terima dengan keputusan sepihak Calvin. Bagaimana tidak, ukuran sofa itu terlalu kecil bahkan lebih baik ia tidur di lantai.“Mengalah? Ini kan kamarku. Kalau k
“Mulai besok Rachel akan bekerja di kantor pusat dan menjadi bagian dari tim pemasaran. Saya sendiri yang akan mengaturnya.” Rachel membelalakan matanya kaget dengan perkataan Carla. Gadis itu bahkan tidak sengaja menjatuhkan sumpit yang sedang dipegangnya.“Nek sepertinya ini tidak baik,” ujar Calvin mencoba mencegah neneknya.“Iya nek, aku sama sekali tidak memiliki pengalaman di bidang pemasaran.” Rachel menanggapi.“Bukankah kamu sudah cukup lama menjadi penyiar online? Itu juga bagian dari pemasaran.” Jawaban Carla memang ada benarnya tapi entah mengapa Rachel merasa tidak seharusnya seperti itu. Ia memang memiliki pengalaman di bidang pemasaran tetapi sebagai penyiar online bukan sebagai tim yang menyusun strategi pemasaran dan bertanggung jawab atas pemasaran suatu produk. Bekerja dengan target seperti itu sudah jelas bukan bidang yang pernah disentuh oleh Rachel.“Tapi nek—” Calvin menyenggol kakinya dari bawah meja meminta Rachel berhenti membuat alasan dan melawan neneknya.
Calvin menghentikan langkahnya saat sudah tiba tepat di depan ruangan tim pemasaran. Entah apa yang membuatnya sangat ingin melihat keadaan Rachel yang hari ini mulai bekerja di tim pemasaran. Masih berdebat dengan dirinya sendiri, tanpa terasa ia sudah berjalan mondar-mandir sejak 15 menit yang lalu membuat beberapa karyawan bergosip tentang kedatangan dirinya.“Aku sudah janji dengan nenek akan menguruskan dikantor.” Calvin mencoba meyakinkan alasan ia datang mencari Rachel di tim pemasaran sambil membawa sebungkus roti yang ia rebut dari Nicky.Para karyawan yang berada di dalam ruangan tim pemasaran kaget dengan kedatangan Calvin dan langsung memberikan salam. Calvin hanya bisa membalasnya dengan kaku. Matanya mencari-cari keberadaan Rachel.“Pak Calvin” Calvin menghentikan langkahnya saat sebuah suara menyapanya. Calvin menghela nafas pelan saat melihat Diana yang menyapanya. Diana teman semasa kuliah Calvin yang sudah tidak terdengar kabarnya selama hampir 6 tahun dan tiba-tiba
“Kemarin kalian berdua pergi terpisah dan pulang terpisah?” Rachel dan Calvin sontak menghentikan gerakan makan mereka dan menatap neneknya kebingungan. “Itu karena kami memiliki jadwal pulang dan pergi yang berbeda nek.” Rachel mencoba menjawab dengan alasan paling logis menurutnya. Memang kemarin Rachel memutuskan untuk berangkat dan pulang terpisah saat bekerja untuk mengurangi rumor-rumor yang beredar di perusahaan nantinya. “Kalau begitu kalian harus saling menunggu” ujar Carla tenang. “Tapi Calvin sering lembur nek, aku agak lelah jika harus menunggu Calvin sampai lewat tengah malam.” Rachel mencoba membujuk Carla kembali. “Kau memiliki Rachel. Bukankah seharusnya kamu akan lebih sering pulang tepat waktu dan menghabiskan waktu bersama?” Calvin melirik Rachel meminta bantuan gadis itu untuk menjawab namun Rachel hanya fokus dengan makannya. “Nek menurutku–” “Tidak ada alasan lagi Calvin, mulai hari ini jika nenek tidak melihat kalian berangkat bersama dan pulang bersama, n
[Kamu tidak lembur tapi aku yang lembur. Kalau ada masalah dengan kekasihmu segera selesaikan agar ia tidak melampiaskannya padaku.]Calvin hampir saja mengumpat saat membaca pesan balasan dari Rachel. Ia sudah berniat baik untuk tidak lembur dan ingin mengajak gadis itu menikmati makan malam di luar rumah seperti saran neneknya, tapi balasan Rachel sangat tidak sesuai dengan dugaannya. Bahkan ia juga menyebutkan kekasih yang entah siapa itu.“Ada apa?” Nicky bertanya seraya meletakan beberapa dokumen di atas meja Calvin.“Menurutmu siapa kekasihku disini?” tanya Calvin.“Tentu saja Rachel.”“Kalau Rachel yang mengatakan aku memiliki kekasih disini menurutmu siapa?” Nicky mengerutkan dahinya bingung.“Mungkin… Diana?” Nicky menjawab dengan ragu namun reaksi Calvin sungguh di luar dugaan. Pria itu tampak terkejut dan menyangkal semuanya.“Kau tahukan sering ada rumor bahwa kau berkencan dengan Diana karena ia adalah salah satu teman kuliahmu?” Calvin berpikir sebentar lalu mengangguk.
Rachel berusaha menahan rasa kekesalannya saat melihat konsep yang ia rancang mati-matian dipresentasikan oleh Diana. Gadis itu meremas ujung bajunya sambil menunduk enggan mengamati presentasi tersebut. Bahkan dari penjelasan Diana, Rachel bisa menebak kalau atasan langsungnya itu menyalin mentah-mentah seluruh pekerjaannya.Rachel merutuki dirinya. Ia memang tidak memiliki pengalaman kerja tapi bagaimana bisa ia dengan mudah tertipu dan menyerahkan semua hasil kerjanya pada Diana. Rachel benar-benar kesal.“Sekian dari presentasi saya.” Diana mengakhiri presentasi dan kembali ke tempat duduknya diiringi oleh suara tepuk tangan semua yang menghadiri rapat kecuali Calvin dan Rachel.“Bagaimana menurut kalian mengenai konsep milik Diana?” Calvin bertanya dengan nada datar. Rachel menatap Calvin dengan penuh harap. Berharap pria itu akan membelanya dan mengatakan bahwa itu adalah hasil kerja kerasnya.“Menurut saya konsep ini sangat menarik, sesuai dengan keahlian Bu Diana.” Rachel mend
"Pagi nek, Rachel belum bangun?" Calvin menyapa neneknya sekaligus bertanya mengenai keberadaan Rachel yang tumben belum terlihat."Kau masih belum menyelesaikan masalahmu dengan Rachel?" Calvin menatap neneknya bingung. Pria itu meneguk susunya sambil berpikir keras apa yang salah dari dirinya sehingga membuat Rachel marah dari kemarin."Aku tidak berbuat salah nek" ujar Calvin tanpa dosa yang langsung membuat neneknya meletakan alat makannya di atas meja. Carla menatap cucunya kesal. Calvin pintar dalam segala hal kecuali dalam hal wanita dan itu sangat menyebalkan untuk Carla."Rachel sudah berangkat kerja satu jam yang lalu. Sebaiknya kau cepat renungkan apa kesalahanmu." Carla berdiri dari kursinya dna meninggalkan Calvin yang kebingungan.***Rachel berjalan melewati Diana seolah tidak melihatnya. Ia tidak dapat membohongi dirinya kalau ia masih benar-benar kesal dan tidak terima dengan perlakukan Diana yang mengambil hasil pekerjaannya."Rachel" merasa dipanggil Rachel menghenti
Rachel memasuki ruang kerja tim pemasaran dengan perasaan sedikit lebih baik daripada kemarin. Kunjungan ke pabrik membuat ia berhasil melupakan beberapa hal yang kurang mengenakan di kantor. Ia tidak begitu peduli lagi sekarang dengan apa yang akan dilakukan oleh Diana. Rachel hanya berpikir, untuk apa ia peduli jika memang kedua orang tersebut adalah sepasang kekasih. Marah atau kecewa dengan Calvin sepertinya juga suatu hal yang bodoh bagi Rachel. Seharusnya, ia sudah tahu pasti jika Calvin akan lebih berpihak pada Diana. Terkadang ia merasa bingung dengan dirinya belakangan ini, entah apa yang terjadi Rachel mulai sedikit menginginkan perhatian dari Calvin tanpa sadar.Gadis itu buru-buru menghapus segala macam pemikiran yang melintas di kepalanya. Ia mulai menyalakan komputernya dan berniat mulai bekerja. Semua yang ia lakukan saat ini adalah demi kesembuhan ibunya, ia tidak boleh melakukan hal-hal mengikuti emosinya saat ini."Rachel" merasa dirinya dipanggil Rachel menoleh. Vir