"Carol? Carol!" William menepuk bahu Caroline yang tetap bergeming sekalipun telah dipanggil beberapa kali. Hentakan suara William dan tepukan di bahunya cukup mengagetkan dan membawanya kembali ke alam sadar. "Ya?" tanya gadis itu. "Kau melamun? Apa yang sedang kau pikirkan? Aku memanggilmu berkali - kali tapi kau tidak merespon." "Maaf, pikiranku sedang memikirkan banyak hal." "Boleh aku tahu?" "Hm... sebenarnya, aku rasa aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang tua Ariana. Aku ingin tinggal di rumah mereka." "Kau ingin tinggal di rumah orang tua Ariana?""Ya." "Mengapa? Tadi kulihat kau bicara dengan Elliana. Apa yang kalian bicarakan?" "Oh, dia hanya memberiku beberapa wejangan pernikahan. Dia kelihatan seperti ibu yang sangat penyayang dan perhatian," Caroline tidak menceritakan mengenai kalungnya. Dia pikir untuk saat ini, dia akan menyimpan kalung Ariana tanpa sepe
"Ibu, aku datang," Caroline mengetuk pintu rumah lamanya hingga beberapa kali tepat pada pukul 8 malam sesuai dengan yang Jessica minta. Jessica membuka pintu dengan segera seolah sudah menunggunya. "Aku kira kau tidak akan datang. Ternyata kau masih percaya padaku? Ayo masuk!" Caroline mengikuti di belakang Jessica. "Aku tidak punya banyak waktu. Bisakah Ibu langsung ke intinya?" Jessica mencibir. "Apa kau sudah menjalani kehidupanmu sebagai puteri hingga menjadi sangat sibuk?" "Aku punya banyak kursus dan ada PR yang harus kukerjakan juga," Caroline memilih untuk tidak menanggapi cibiran Jessica. "Baiklah. Aku akan langsung ke intinya. Tunggulah di sini. Aku akan mengambil sesuatu yang ingin kutunjukkan," Jessica beranjak menuju kamarnya meninggalkan Caroline sendirian. BUK!! Saat Caroline sedang menunggu, seseorang memukul tengkuknya dengan sangat keras. Caroline terjungkal dan kesakitan. Pu
"AARGH!" teriak Casandra dari luar ruangan. Teriakannya cukup keras, membuat Jessica membatalkan aksinya. "Casandra, ada apa?" Jessica berteriak agar Casandra mendengarnya dari dalam. Belum sempat Jessica mengecek keadaan, segerombolan pria masuk dengan paksa dengan menggebrak pintu. Jessica terperangah. Para pria itu mengenakan seragam polisi kerajaan. Di belakang mereka, Casandra dan Albert sudah dalam keadaan tertangkap dengan tangan diborgol. "Jessica Walter, Anda tertangkap basah telah melakukan penyekapan dan percobaan pembunuhan kepada Ariana Bellwood. Menyerahlah dan ikut kami ke kantor polisi untuk investigasi!" "TIDAK!" Alih - alih pasrah, Jessica justru melakukan perlawanan. Dengan cepat dia menyandera dan menodongkan pistolnya kepada Caroline. Caroline sedikit panik. Tapi, dalam hati dia percaya bahwa para polisi ini lebih kompeten daripada ibu angkatnya. Dan Caroline benar, dari arah yang tidak terdug
William melarang Caroline untuk datang ke kantor polisi. Lelaki itu bersikeras bahwa Caroline harus beristirahat. Caroline hanya bisa pasrah sekalipun sebenarnya dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi. "Pokoknya, apapun kabar yang kau dengar dari polisi kau harus memberitahu aku secepatnya!" rengek Caroline sebelum William pergi tanpa dirinya. "Tentu saja. Tak perlu khawatir. Aku pasti akan mengabarimu secepatnya," jawab William meyakinkan. "Oke." Dan saat William pergi, Caroline tiba - tiba merasa kosong. Entah mengapa sekarang dirinya merasa sudah sangat terbiasa dengan kehadiran William di sisinya. Untungnya, orang tua Ariana datang ke rumah sakit pagi - pagi buta keesokan harinya sehingga Caroline tidak terus menerus kesepian. Elliana merawat Caroline dengan penuh perhatian. Dia mengupas apel, menyuapi dan membantu Caroline ke kamar mandi sekalipun sebenarnya Caroline tidak butuh bantuan untuk ke kamar mandi. [Jessica dalam keadaan baik. Tapi dia masih dalam perawatan
Caroline seketika membeku. Jantungnya seperti dihujam oleh keterkejutan yang amat sangat. Apakah Ariana sebenarnya tidak koma? Apa maksud William bahwa dia berpura - pura baik hanya untuk memanfaatkan dirinya? Pikiran Caroline diserang oleh beragam pertanyaan secara tiba - tiba. Di tengah kebimbangannya, Caroline berusaha mendekat ke sisi pintu agar dia bisa lebih jelas mendengar apa yang dikatakan oleh William. Diintipnya kamar perawatan Ariana melalui sedikit celah yang mampu dia jangkau. Ternyata gadis yang mirip dengannya itu sedang terbaring tidak sadarkan diri. Sepertinya, William bicara dengan Ariana yang masih koma. "Agak susah berpura - pura manis di depan orang yang sebenarnya sangat asing bagiku. Walaupun wajahnya sama denganmu, tetap saja dia orang lain bukan?" William melanjutkan ucapannya.Caroline berusaha bernafas sepelan mungkin. Dia tidak ingin William tahu keberadaannya sehingga dia batal mengetahui isi hati sebenarnya dari Sang Putera Mahkota. "Kau tahu Ana,
Caroline sedikit tegang. Dia tidak pernah menghadiri pesta bersama kaum elit sebelumnya. Semalam, dia begadang demi menghafal nama dan wajah teman - teman Ariana. Sekalipun dia berhasil menghafal semuanya, Caroline tetap khawatir ada data yang William lewatkan. Bagaimanapun, tidak mungkin William mengenal dan tahu bagaimana hubungan Ariana dengan semua temannya. Memasuki gedung lokasi reuni dengan gaun merah panjang rancangan desainer ternama, Caroline menggandeng William dengan anggun dan percaya diri. "Jangan sampai melupakan hafalanmu, Caroline. Selain nama dan wajah, ingat juga apakah dia ada di halaman merah atau halaman hijau di buku yang kuberikan padamu," William berbisik mengingatkan Caroline. "Tentu. Kau tidak perlu khawatir. Aku mengingat semuanya," Caroline meyakinkan William dan juga dirinya sendiri bahwa dia tidak akan salah. Dalam buku catatan yang William berikan. Terdapat halaman merah dan halaman hijau. William menj
"Ariana, bukankah Anda akan menikah dengan Pangeran William minggu depan? Tapi ternyata Anda menyimpan pria lain?" "Ariana, benarkah kalian sedang berselingkuh?" "Kalian teman satu kampus, apa hubungan kalian sudah berjalan cukup lama?" "Apakah kalian sengaja untuk bertemu di reuni ini untuk menjalin kasih?" "Anda sudah ketahuan, apa menurut Anda Pangeran William akan tetap melanjutkan pernikahan dengan Anda?"Rentetan pertanyaan tidak henti terlontar dari para wartawan itu. Caroline merasa frustasi. Dia bingung bagaimana menghadapi wartawan itu dan juga William nanti. "Tidak! Ini salah paham! Aku tidak berselingkuh!" Caroline berusaha menjelaskan. Tapi para wartawan itu tidak berhenti melontarkan pertanyaan dan mengambil gambar. "Bukankah Pangeran William ada di sini? Mengapa Anda begitu berani?" Seorang wartawan memberikan satu pertanyaan lagi dengan suara yang cukup lantang. Wartawan lain iku
Caroline tertegun membaca pesan itu. Rasa kantuknya mendadak lenyap. Sekarang otaknya dipenuhi pertanyaan yang ingin segera dia ketahui apa jawabannya. Mengapa Alice mengirim pesan seperti ini kepada Ariana? Nasehat Alice tidaklah buruk. Apa itu artinya Alice peduli pada Ariana? Atau apakah Alice sebenarnya tidak jahat? Apakah benar Ariana berselingkuh dengan Daniel dan Alice mengetahuinya? Caroline sangat penasaran. Dia bingung apakah harus memberitahu William soal pesan ini. Di satu sisi nalurinya mengatakan untuk merahasiakannya dan mencari tahu sendiri. Dia merasa sudut pandang William mengenai teman - teman Ariana tidak sepenuhnya benar. Justru William seolah termakan manipulasi Ariana. Ya, Caroline mulai meragukan kebenaran mengenai karakter Ariana yang selama ini William ceritakan. Di lain sisi, Caroline takut bahwa William yang benar dan Alice memang jahat. Dia takut dirinya sedang diperdaya dan