“Tunggu, Mas!” pekik Feby dengan napas yang terengah-engah.
Sayangnya Sandi tak peduli. Pria bertubuh tinggi tegap tersebut malah semakin mempercepat langkah hingga tiba di parkiran bandara. Membuat Feby kembali mengeluarkan tenaga ekstra untuk menyeimbangkan diri dengannya.
“Jangan pernah gunakan panggilan menjijikkan itu padaku.” Sandi mengatakannya saat mereka kembali melanjutkan perjalanan.
“Aku harus panggil apa?” tanya Feby kemudian.
Sandi hanya merespon dengan gendikan bahu. “Aku tak mau satu orang pun yang tahu kalau kita adalah suami istri. Mengerti??”
Feby mengangguk setuju. Berusaha maklum karena memang Sandi tak pernah sudi menjadi suaminya. Lagi-lagi dia merasa dejavu mengingat di pernikahan pertama pun serupa dengan yang sekarang. T
Empat tahun telah berlalu sejak malam penuh bintang itu. Kehidupan memang tak selalu mulus, tapi Feby dan Sandi telah membuktikan bahwa cinta dan kebersamaan adalah kunci untuk melewati segalanya.Pagi itu, rumah mereka dipenuhi aroma wangi kue yang baru dipanggang. Feby sedang menyiapkan sarapan di dapur sambil sesekali tertawa melihat tingkah Kayla yang kini sudah duduk di bangku SD dan sibuk membantu dengan celemek kebesaran. Haikal, yang kini mulai beranjak remaja, duduk di meja makan, menggambar sesuatu di bukunya."Haikal, kamu gambar apa, Nak?" tanya Feby sambil mengaduk adonan kue.Haikal mengangkat bukunya, memperlihatkan gambar sederhana keluarga mereka—Feby, Sandi, dirinya, dan Kayla berdiri di taman, dengan tulisan di bawahnya: Keluargaku adalah rumah terbaik.Feby tersenyum, hatinya meleleh."Bagus banget! Mama bangga sama kamu."Kayla langsung menyela, “Aku juga mau gambar, Ma! Tapi aku gambar rumah kita da
“Rindu kami tidak berarti apapun jika dibandingkan kebahagian Kak Feby,” gumam Zaki dengan tulus.Feby menatap adik bungsunya dengan terkejut, tetapi juga tersentuh. "Zaki. Makasih ya. Kakak enggak akan bisa melewati semua ini tanpa dukungan kalian semua."Sandi yang duduk di sebelah Feby merangkul bahunya. "Benar. Kita sudah menjadi tim yang hebat."Malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, Feby merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Semua konflik yang pernah mengusik hidupnya telah usai. Bella telah meminta maaf, dan mereka telah berdamai.Sementara Ares, mantan suaminya itu telah menghilang dari hidup mereka setelah terlibat kasus korupsi besar, namun Feby merasa kuat untuk membesarkan Haikal dan Kayla tanpa bantuan Ares. Kini, hanya ada cinta dan kebahagiaan di rumah mereka.Di dalam hatinya, Feby tahu bahwa hidup akan terus membawa tantangan. Tetapi, dengan keluarga yang mencintainya dan suami ya
Tiga bulan kemudian …Feby berdiri di depan cermin, mengenakan gaun sederhana namun elegan. Kilauan gaun itu memantulkan cahaya lembut dari jendela, memberi kesan bahwa hari ini adalah hari yang spesial. Meskipun hari ini bukanlah hari besar untuk dirinya, Feby tetap merasakan kebahagiaan yang begitu dalam. Pernikahan Rania—anak tirinya, yang sudah seperti anak kandungnya sendiri—telah membuat segala ketegangan yang dulu menyelimuti mereka berubah menjadi ketenangan."Dulu, rasanya semua masalah tak ada habisnya," gumam Feby sambil tersenyum kecil kepada dirinya sendiri. Gaun itu sempurna, dan semua sudah siap untuk perayaan hari ini.Feby tersentak ketika mendengar suara langkah kaki mendekat dari belakang. Itu adalah Sandi, suaminya. "Kau sudah siap, Sayang?" tanyanya lembut, berdiri di ambang pintu.Feby berbalik dan tersenyum, menatap Sandi yang tampak gagah dengan setelan jasnya. "Siap, tapi aku masih merasa sedikit gugup," jawabny
“SURPRISE!!”Feby tertegun. Di hadapannya berdiri Sukma dan Zaki, adik-adik yang sudah lama tak ia jumpai. Sukma yang kini sibuk dengan pekerjaannya sebagai ASN dan Zaki terakhir kali ia dengar balik dari perantauan, tampak membawa tumpukan kado di tangan mereka. Namun, yang membuat Feby lebih terkejut adalah dua anak kecil yang berlari menghampirinya dengan tawa riang. Siapa lagi kalau bukan Haikal dan Kayla, buah hatinya yang sudah lama tinggal bersama Ares, mantan suaminya."Mama!" pekik Haikal. Tawa mereka menggema, dan seketika hati Feby mencair bersamaan dengan air bening yang menggenang di pelupuk matanya.Feby tersenyum penuh haru, matanya mulai memanas oleh air mata yang tak terbendung. "Kalian... kalian semua di sini?"Sukma mengangguk, menepuk bahu kakaknya. "Tentu saja, Kak. Hari ini ulang tahunmu. Kami enggak akan melewatkan kesempatan buat kasih kejutan."Zaki tersenyum jahil, menyerahkan sebuket bunga mawar merah. "Happy
“Sudahlah, Ran. Jangan dengerin ayahmu. Dia ngawur,” ucap Feby dengan begitu cepat. Rania yang tadinya menggerutu seketika terbahak. Terlebih setelah melihat wajah ibu tirinya yang bersemu merah itu. Dia pun paham maksud dari omongan sang papa.“Iya iya. Ya udah nih!” Rania menyerahkan kotak P3K yang ada di tangannya. “Mbak, hmm maksudku Mbak Feby, eh mama ya? Atau —““Panggil aku seperti biasanya aja, Ran,” potong Feby cepat. Tangannya mengusap lembut pundak Rania dengan penuh kasih sayang. “Kau hanya punya satu ibu di dunia ini dan aku enggak akan bisa menggantikannya. Jadi meskipun aku adalah istri ayahmu, kita masih bisa menjadi teman ‘kan?”“Feby, kenapa gitu?” protes Sandi yang merasa keberatan.Feby terbahak lalu berkata, “Apa s
Feby menelan ludahnya dengan gugup. Udara malam terasa semakin menyesakkan, meski angin dingin menyentuh kulitnya. Sandi menariknya semakin dekat, hingga wajah mereka hanya beberapa inci terpisah.Kini mata Feby bergetar, tidak yakin dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia bisa merasakan napas suaminya yang hangat menyapu pipinya.“Kenapa harus panggil Om, hmm?” bisik Sandi, matanya tajam namun lembut. “Aku ini suamimu, bukan ‘Om’.”Feby mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi tidak bisa. Mata mereka saling terkunci, dan dia tahu jika Sandi sedang menantinya. Menunggu sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata. Perasaan pun menjadi campur aduk, antara rasa canggung, ragu, dan keinginan untuk menyerahkan diri pada momen ini.Dengan lembut, Sandi mengusap pipi Feby menggunakan ibu jarinya. Sentuhan barusan membuat jantung Feby berdegup kencang, begitu keras hingga rasanya bisa terdengar. Perlahan, Sandi menundukkan wajahnya lebih dekat lagi, bibirnya hampir menyentuh bibir Feby ya