Share

Siapa Wanita Itu?

"Sahabat? Pacar? Mantan? Kira-kira siapa ya wanita itu?" gumam Rania, sepanjang jalan menuju ruangan HRD.

Wanita yang tadi dia lihat, benar-benar sempurna. Wajahnya cantik, tubuhnya tinggi, suaranya juga sangat lembut dan bahkan badannya wangi. Pantas saja jika dia menjadi salah satu wanita yang bisa dekat dengan Algi. Dia juga masih ingat dengan jelas, betapa lebarnya senyuman Algi di foto tadi.

"Aku yang pendek, jelek dan bau ketek kayak gini jangan ngarep deh bisa jadi wanita yang bisa dicintai Algi, mimpi aja kali!" keluhnya, sesaat setelah menghentikan langkah sebentar untuk merapikan pakaiannya.

Dia pikir selera Algi mungkin wanita perfect semacam yang tadi dia lihat, pantas saja Algi begitu membenci pernikahan ini.

"Kalau seandainya dia itu beneran pacarnya, apakah aku ini disebut si pelakor?"

Dan pikiran itu berkecamuk di dalam kepalanya, amat menyiksa Rania, sampai-sampai dia tak fokus pada aktivitas yang dia lakukan sekarang. Padahal dia harus wawancara di ruang HRD, tapi malah kepikiran wanita itu terus.

"Ayok fokus Ran, jangan banyak pikiran!"

Dia menyemangati dirinya sendiri, sembari membuka pintu ruang kepala HRD, agensi GoldHuman.

"Permisi, saya Rania Artalezia Pak!" sapa wanita berambut panjang itu.

"Oh iya-iya, silakan masuk!" jawab sang kepala HRD, yang menurut perkiraan berusia sekitar 40 tahun.

Rania dipersilakan masuk lalu mereka mengobrol sebentar membahas kontrak kerja yang akan dia jalani. Tapi tanpa pikir panjang lagi, Rania menandatangani kontrak perjanjian itu dengan masa trainee 6 bulan.

"Kalau nanti selama masa percobaan para artis menyukai style dari kamu, maka status trainee akan dicabut dan kamu akan resmi jadi pegawai tetap GoldHuman," terang sang HRD, yang di mejanya ada papan bertuliskan nama Yudistira.

"Baik Pak, akan saya manfaatkan masa trainee untuk terus melatih style dan fashion saya, semoga bisa terus bekerja di perusahaan hebat ini!" sahut Rania tentunya dengan mata yang berbinar bahagia. Dia bahkan sejenah melupakan pernikahan paksanya itu, seiring jarinya telah selesai membubuhkan tanda tangan di atas materai.

"Semoga betah ya, besok ketika hari pertama kamu bekerja, akan ada atasan kamu yang bakal ngasih tau semua keperluan artis."

"Baik Pak, saya akan kembali lagi besok. Terima kasih atas pekerjaan ini."

"Ya ya, sama-sama ya, kami juga."

"Kalau begitu saya pamit dulu Pak, mari!"

Dengan membawa salinan tanda tangan kontrak, Rania keluar dari ruangan HRD dan setelah ini dia memutuskan untuk pergi ke sebuah Mall, guna membeli beberapa setel pakaian yang bisa dia gunakan ketika bekerja nanti.

***

"Satu, dua, tiga. Agak kurang ya! Coba sekali lagi, satu, dua, tiga. Coba ganti gaya!"

Pagi ini, Algi terlihat sedang menjalani pemotretan untuk cover majalah remaja, namun entah kenapa, sejak tadi Algi seperti tidak berselera sama sekali. Dia juga sering mendapat teguran karena ekspresi yang kurang pas jika dilihat dari lensa kamera.

Sepanjang dia bekerja sama dengan Algi, baru kali ini penyanyi muda itu seperti kurang fokus. Kadang tatapan matanya tak berfokus seperti orang linglung.

"Bentar, kamu kenapa sih, Algi? Ini konsep pemotretannya ceria loh, tapi dari tadi wajah kamu merenggut. Ada masalah?"

Sang fotografer merasa ada yang salah pada Algi karena wajahnya tak bisa menyesuaikan konsep pemotretan dan seperti ini baru pertama kali dia lakukan.

Sebelum-sebelumnya, Algi cukup terkenal menjadi penyanyi juga model yang jarang sekali melakukan kesalahan. Tapi hari ini, Algi seakan-akan terhipnotis dengan bayang-bayang pernikahan yang tidak diinginkannya itu.

"Masa sih? Aku udah senyum kok dari tadi!"

"Tapi senyumnya tidak leluasa, kayak ada masalah yang lagi lo tahan. Kenapa? Ada sesuatu terjadi?" tanya sang fotografer dan tentunya saja tidak bisa langsung dijawab oleh Algi. Dia sendiri pun bingung, kenapa harus merasa grogi padahal dia baik-baik saja.

"Mungkin aku sedikit kelelahan kali ya, kurang tidur!"

Melihat artisnya sedang berdiri lesu di depan ocehan sang fotografer, Radit, sang manager langsung pergi mendekat dan memeriksa apakah yang sudah terjadi di sana.

"Ini kenapa ya Mas, Gi? Ada sesuatu yang salah?"

"Kamu tanya aja sama Algi. Kita break dulu ya lima menit!" ujar sang fotografer meninggalkan Algi dan managernya di sana.

"Kamu kenapa? Ada sesuatu terjadi di rumah?"

Mendengar pertanyaan itu Algi menggaruk tengkuknya dengan kasar, "Gak ada, tapi gak tau nih, aku emang gak fokus aja hari ini!"

Algi lantas segera meneguk air putih mineral untuk mengembalikan energinya dia lagi.

Memang sejauh ini, hanya sang managerlah satu-satunya yang tahu tentang pernikahan dirinya.

"Kalo kamu salah gini terus entar yang ada orang-orang malah pada curiga! Tapi kamu yakin, dia gak bakal bongkar tentang pernikahan kalian?"

"Aku sih udah ancem dia, kalau dia berani bongkar, aku incer keluarga dia. Cuma gak tau, apa dia takut sama anceman aku atau enggak!" papar Algi selanjutnya. Mereka berdua bicara sambil berbisik-bisik agar tak ada staff yang bisa mendengarnya.

"Aku coba kalau ngomong ke dia itu, baik-baik, jangan pakek bentak apalagi ngancem!"

Mulutnya langsung tertutup rapat, menyadari bahwa cara dia berbicara pada Rania, memang sangat kasar. Apalagi suka diakhir dengan tuduhan ini, itu, siapa yang tidak akan jengkel jadinya.

"Ye ye, aku usahain kagak pakek bentak-bentak!" tutur Algi kembali, masih dengan rasa kesalnya. Tapi mungkin itu hanya sekedar di mulutnya saja, kenyataan nanti, Algi pasti akan tetap bicara dengan mode galaknya, karena itu sudah sifat bawaan sejak lahir.

Sebentar kemudian sang fotografer kembali menyuruh Algi untuk memulai pemotretan.

"Oke kita mulai lagi ya! Satu, dua, tiga...."

Setelah break selesai, pemotretan kembali dilakukan dan kini Algi semaksimal mungkin tanpa melakukan kesalahan. Brand itu sudah membayat mahal Algi, dan tidak boleh dikecewakan.

Algi kembali bergaya di depan kamera bak model mendunia, dengan parasnya yang tak bisa dipungkiri, memang sangat tampan.

Semua fansnya bahkan penasaran, siapakah wanita yang beruntung dan bisa dicintai oleh sosok yang nyaris sempurna seperti dia.

Tak berselang lama kemudian, fotografer menyudahi sesi foto hari ini, karena dirasa Algi sudah bekerja lebih baik. Dia akan memberikan hasilnya setelah majalah ini terbit.

"Jadwal kamu udah selesai Gi, mau makan malam dulu atau langsung pulang?"

"Aku langsung pulang aja lah. Besok aku ada jadwal apa?"

"Besok kamu ngisi acara jadi bintang tamu di podcast Gita Ginanjar."

"Oke, lo persiapkan aja semuanya."

"Ni kunci mobilnya," kata Radit lagi, seraya memberikan kunci mobil van milik Algi yang dia kendarai sejak tadi pagi.

"Thank's," Hanya itu jawaban Algi, lantas dia segera turun ke lantai basemen mencari mobilnya dan mengemudikan Bentley silver itu menuju ke rumahnya.

Di dalam mobil yang gelap, ditemani lagu dengan beat yang menggentak, justru pikirannya malah terburai ke mana-mana. Satu bulan belakangan ini memang seperti sebuah tsunami besar tengah menimpanya. Kehidupannya yang tenang telah berhasil diporakporandakan oleh pernikahan yang sama sekali tidak dia rencanakan.

Menurutnya, ia masih tidak paham, bahwa di jaman modern begini, masih ada perjodohan seperti Siti Nurbaya. Apalagi yang menjodohkan adalah kakeknya yang wajahnya pun Algi tahu seperti apa.

Tapi daripada ia justru kehilangan sponsor terbesarnya, lebih baik dia menyetujui pernikahan ini. Entah sampai kapan bertagan, Algi tidak pernah tahu.

Begitu sampai di rumah, dia mendapati rumah itu masih dalam keadaan kosong tak ada siapa-siapa, Algi bahkan mengitari rumahnya yang luas untuk mencari Rania, namun tak ada jawaban sama sekali.

"Ke mana sih cewek itu, udah gue suruh di rumah aja, kenapa pakek ngeluyur segala?"

Algi mendengus kesal sembari meletakkan tasnya di sofa kamar.

Bodohnya Algi saat dia mendesain rumahnya hanya dengan satu kamar tidur saja. Di rumah seluas lapangan sepak bola itu hanya diisi oleh satu kamar tidur, satu ruangan pribadinya, dan satu kamar istirahat untuk asisten rumah tangga.

Memangnya siapa yang kepikiran kalau dia akan menikah dengan wanita yang tidak dicintainya apalagi mengharuskannya untuk pisah kamar?

Algi membayangkan ketika dia sudah menikah nanti, saat malam tiba, dia akan tidur dengan memeluk tubuh istrinya penuh kemesraan.

"Mau tidur di ruang musik tapi sofanya sempit, huffffhhh terpaksa di sini aja lah!" gerutu lelaki berbibir tipis itu. "Awas aja kalo dia ngorok, gue pindahin ke kolam renang belakang rumah!"

Usai mengomel tak jelas, dia segera membuka kaos hitam yang dia kenakan hingga saat ini dalam keadaan bertelanjang dada. Karena merasa sesak dengan celana jeans yang ketat, Algi pun turut membuka celananya hingga menyisakan underwear-nya saja di sana.

Tak peduli lah, toh dia juga lagi sendirian. Pikirnya begitu.

Namun selang beberapa detik, terdengar suara pintu terbuka dan....

"Aaaakkkkhhhh...!!" Rania berteriak histeris dengan mata terbelalak ketika melihat kondisi Algi yang nyaris bertelanjang bulat itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status