Share

Istri Sah Presdir Yang Terbuang
Istri Sah Presdir Yang Terbuang
Penulis: Angsa Kecil

Bab 1. Luka Malam Pertama

"Sayang, akhirnya kita menikah." Wanita itu memeluk pria yang sangat dia cintai dari belakang. Dia menghirup aroma maskulin yang sangat disukai.

"Ya, kita memang sudah menikah. Apa kamu senang?" Pria itu menghempas tangan istrinya. Lalu, berbalik dengan mengulas senyum sinis. Wajahnya tampak menakutnya dengan sorot mata tajam.

"Apa maksudmu, Sayang?" Wanita itu menjadi bingung.

"Emily Quinza, berhenti menyebutku dengan panggilan menjijikan mulai dari sekarang!" bentak pria itu.

"Sean, a-aku tidak mengerti." Emily menggeleng dengan mata berkaca.

Sean memegang dua bahu Emily. Tatapannya tajam dengan ukiran senyum ejek. "Apa kamu berpikir aku menikahimu karena mencintaimu? Bangunlah sebelum mimpimu terlalu tinggi!"

"Akh!" Emily didorong kuat hingga terhuyung. "Se-Sean. Apa yang terjadi padamu, kenapa kamu bisa seperti ini?"

"Kenapa? Tanyakan saja pada dirimu sendiri! Kenapa kamu harus hadir di tengah keluargaku? Dengar! Karena dirimulah aku tidak bisa menikahi kekasihku. Dasar wanita licik!" Pria itu menunjuk Emily dengan wajah menakutkan dan nafas berat.

Emily adalah anak teman ayah Sean. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan. Sehingga dia dirawat dan dibiayai sekolah oleh ayah Sean. Ayah Sean juga berjanji pada mendiang ayah Emily untuk menikahkan mereka.

Sean selalu dipaksa mengutamakan kepentingan Emily oleh orang tuanya. Pria itu sangat geram. Apalagi niatnya ingin menikahi sang kekasih ditolak tegas ayahnya, dengan alasan dia harus menikahi Emily. Sean merasa pikiran orang tuanya telah dipengaruhi Emily. Dia sangat muak dan merencanakan sesuatu pada Emily.

"Lalu, apa arti sikap lembut dan perhatianmu padaku selama ini. Apa semua itu ...?" Emily tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, dia takut jika semua itu benar-benar sebuah kepalsuan. Wanita itu sangat mencintai Sean hingga lubuk hati yang terdalam.

Sean tertawa lepas. "Bagaimana, apa kamu terbuai dengan semua itu? Ah ... akhirnya aku bisa lepas dari semua sandiwara konyol itu."

Air mata Emily bergulir begitu saja, seolah ada bilah pisau yang menyayat hatinya. Dia memang sangat terbuai dengan manis perhatian Sean selama ini. Pria tampan dengan wajah blasteran Indonesia-Australia dan berahang tegas itu telah merenggut semua sisi ruang di hati Emily.

Tiga tahun, itu bukan waktu yang singkat. Sean telah memupuk rasa cinta yang begitu dalam dan seketika rasa itu berubah menjadi belati dan mengoyak hati Emily.

"Kenapa kamu tidak mengatakannya dari dulu? Aku memang sangat mencintaimu, tapi aku bersedia mundur jika kamu tidak mau menikah denganku."

Sean terkekeh. "Itu sangat ingin aku lakukan, Wanita licik. Tapi kamu benar-benar sudah meracuni pikiran orang tuaku!"

"Tidak, Sean. Aku tidak pernah melakukan hal sepicik itu. Om dan tante menikahkan kita karena saling mencintai."

Sean menyugar rambutnya. "Haish! Saling mencintai?"

Ponsel Sean berdering, pria itu langsung menjawab panggilan video dari kekasihnya. Dia duduk di sofa dengan satu kaki menopang.

"Ada apa, Felisha sayang ...." Sean melirik tajam pada Emily.

Sesak, seolah ada benda berat menimpa dadanya. Emily terpaku mendengar panggilan dari mulut Sean untuk wanita di layar ponsel itu. 'Felisha?' batinnya. Wanita yang Emily kenal sebagai sahabat. Kenapa bisa? Emily belum menemukan jawaban hal itu.

Felisha terdengar sedang menangis. "Kamu benar-benar menikah dengan wanita licik itu. Apa sudah tidak mencintaiku lagi?"

Wajah Sean tampak cemas. "Apa yang kamu katakan? Aku menikahinya hanya untuk membuat orang tuaku terdiam. Dan aku akan segera membuangnya. Kamu jangan menangis, Sayang."

Felisha malah semakin terisak. "Ini semua salah Emily. Dia yang mempengaruhi orang tuamu. Mengatakan, jika aku model yang mengandalkan koneksi kencan."

Emily membulatkan mata. Dia ingat, dulu pernah membahas hal itu dengan orang tua Sean. Namun, bukan dia yang mengatakan hal itu. Melainkan, ayah Sean yang sedang mewanti agar tidak terlalu dekat dengan Felisha. Dan saat di tengah obrolan itu, Sean hadir memotong pembicaraan. Salah paham! Itu yang dipikirkan Emily.

"Aku tidak peduli dengan yang orang lain katakan. Semua pasti akan terungkap dan orang akan tahu kebenarannya soal dirimu. Aku percaya padamu, Sayang." Pria keras kepala itu seolah buta akan kebenaran. Dia terlalu percaya pada kekasihnya, hingga tak punya keinginan menyelidiki apa yang terjadi sebenarnya.

"Kamu harus segera menyingkirkannya, Sean. Sejak dulu, Emily selalu menghasut orang tuamu agar kita tidak bisa bersatu. Dia pasti ingin menguasai hartamu, Sayang. Kamu tahu 'kan, dia selalu mengatakan apa pun padaku, makanya aku tahu semuanya."

Sean menatap Emily tajam. "Jangan khawatir, Sayang. Aku percaya padamu."

Sambungan itu berakhir setelah mereka saling melempar kata cinta dan rindu. Emily terus menghela nafas berat dengan meremas kepalan tangan untuk bisa mendengar hal menyayat hati itu.

"Ini yang disebut saling mencintai." Sean tersenyum ejek sembari berdiri.

"Apa kamu tidak mencintaiku sedikit saja? Apa aku benar-benar tidak ada meski di sudut ruang kecil hatimu?" Emily merasa cemburu dan tidak rela, jika rasa cinta Sean diberikan pada wanita Felisha. Namun, dia bisa apa?

Sean tertawa lantang dan tampak mengerikan di mata Emily. "Apa kamu sudah tidak waras? Kenapa berhayal semacam itu?"

Emily meremas tangannya yang berkeringat. "Kalau begitu, kita akhiri hubungan yang baru dimulai ini. Aku tidak akan menjadi penghalang kisah cinta kalian."

"Berhenti omong kosong! Sekarang kita lanjutkan ke sesi berikutnya."

Mata Emily membelalak saat melihat Sean mulai melepas satu persatu kancing kemeja putihnya. Wajah suaminya tampak begitu menyeramkan. Emily belum bisa berpikir jernih, dia belum percaya jika sikap Sean berubah drastis seketika. Sikap lembut pria itu menguap begitu saja.

"Apa yang akan kamu lakukan, Sean?" Emily mulai cemas dan takut. Dia takut akan terjebak pada pernikahan penuh kepalsuan, jika tidak berlari. Meski Emily sangat mencintai Sean, dia tidak bisa menerima sikap suaminya saat ini.

"Apalagi? Kamu harus memberi orang tuaku cucu, agar aku bisa segera membuangmu." Sean melangkah pelan. Dia terus mengikis jarak.

Selama ini Sean mendapat ancaman dari ayahnya. Jika dia ingin duduk nyaman di kursi presdir, maka harus bersikap baik dan menikahi Emily. Lalu, harus mempunyai seorang anak dari pernikahan itu.

"Tidak bisa begini, Sean. Jika kamu tidak mencintaiku, kita tidak bisa menyatu." Emily terus menggeleng.

"Persetan dengan cinta!" Sean memanjangkan langkah dan menangkap Emily.

"Lepas, Sean. Berpikirlah logis!"

"Apa katamu? Logis? Hanya seorang anak teman bisa mendominasi pikiran orang tuaku. Apa itu logis?" Sean memegang kuat bahu Emily.

"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, Sean." Emily kesakitan, Sean memegang terlalu kuat.

"Aku akan penuhi semua angan-anganmu, Emily. Bukankah kamu sangat mendambakanku? Kita lewati malam ini dengan sangat manis."

"Akh!" Emily didorong di ranjang dan langsung dihimpit oleh tubuh kekar itu.

"Aku tidak akan membiarkan wanita licik sepertimu mendapat kemenangan!" Suara Sean berat di ceruk leher Emily.

"Jangan, Sean. Aku akan membantumu bicara pada om dan tante. Kita bisa mengakhiri pernikahan ini, sesuai yang kamu mau." Emily berusaha mendorong Sean, tapi kekuatannya hanya sia-sia.

"Aku tidak pernah percaya pada wanita licik sepertimu!"

"Jangan .... Aku tidak mau menyatu dengan pria yang memberikan cinta palsu padaku."

Emily merutuki diri. Mulutnya tak sejalan dengan kenyataan. Hati dan tubuhnya menerima perlakuan Sean.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Vonny Elyana
sedihnya Emily ...
goodnovel comment avatar
L.A. Zahra
seru nih, bakal lanjut baca terus...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status