"Stop di sana Fir! Jika kamu sampai berani mendekat! Aku tak segan mengubah rekaman ini menjadi live streaming dan mengumumkan kepada seluruh dunia supaya mereka semua tahu, kalau kamu... Telah memperkosaku!"
Ancaman itu sukses mengerutkan nyali Firheith seketika, karena Mutia nekat mengarahkan kamera ponselnya saat Firheith dalam kondisi setengah polos.Mulanya Firheith pikir Mutia tak ubahnya seperti para wanita yang pernah ia tiduri sebelumnya. Mudah ia campakkan dan tidak akan berani menuntut apapun setelah pernah tidur dengannya karena yang dilakukannya hanya sekadar bersenang-senang.Tetapi prediksi Firheith salah besar. Semua terjadi di luar dugaan, ternyata Mutia sangatlah berbeda. Ia bukan wanita lemah dan mudah ditekan.Bahkan setelah percekcokan tadi setelah Mutia menyadari dirinya terbangun di sisi pria itu tanpa sehelai benang. Tak lama meratapi kemalangannya, Mutia yang tahu Firheith seperti apa. Cerdik membalik situasi, dengan berhasil merebut ponsel pria itu.Setelah Mutia menyadari kelengahan Firheith yang selama ini tak pernah menggunakan sidik jari untuk mengunci ponsel, Mutia lalu dengan bebas mengakses seluruh akun media sosialnya.Firheith tak sanggup membayangkan gara-gara kecerobohannya itu. Nama baik keluarganya akan hancur dalam waktu sekejap, jika video nya merebak luas ke belasan juta followersnya yang langsung menjadi tranding topik."Hentikan tindakan konyolmu itu, Mutia?" bujuk Firheith sembari menyilangkan tangan ke depan wajah, agar tak terlalu terekspos."Ini bukan konyol, tapi waspada karena casanova sepertimu tak mudah di percaya! Apa kamu pikir bisa mencampakkan aku setelah ini seperti wanita bodoh yang haus belaianmu, huh? Tidak, Fir! Aku bukan jalang!" tekan Mutia berapi-api, harga dirinya telah dihancurkan pria brengsek itu dalam kondisi tak sadar. Maka dari itu Mutia merekamnya sebagai bukti, seandainya nanti Mutia hamil dan Firheith mangkir dari tanggung jawab."Dasar wanita licik!" rutuk Firheith dengan lirikan tajam, sangat muak dengan Mutia. Kini ia menyesal telah mencicipi tubuh wanita itu, yang sialnya memang lebih nikmat karena ia lah yang pertama menjamah Mutia."Licik?" Mutia rasanya ingin menamparnya jika tak sedang merekam. "Berkacalah, karena makian itu lebih cocok untukmu!" balas Mutia sengit membungkam mulut Firheith.Firheith kehilangan kata-kata dan napasnya saat ini. Ia terus mencari cara supaya Mutia memberikan ponselnya. Tetapi rupanya tak semudah itu, karena otak Firheith tak bisa berpikir jernih saat ini."Harusnya kamu berterima kasih padaku, jika tanpa bantuanku. Kamu pasti sudah mati sekarang!" cibir Firheith tak merasa bersalah, sehingga Mutia bertambah kesal."Lebih baik aku mati daripada kehormatanku seenaknya kamu renggut. Dasar bajingan tengik!"Firheith pun mengerang frustasi meremas rambutnya. "Jangan macam-macam kamu Mutia. Kembalikan ponselku, cepat! Atau kamu akan merasakan akibat buruk setelah ini!" desak Firheith menggertak.Mutia sekalipun tak gentar, walau Firheith terlihat sangat marah dan mengintimidasinya."Tidak! Ponselmu hanya akan kembali setelah urusan kita selesai. Aku tidak mau tertipu lagi olehmu, sebelum kamu menuruti permintaanku!" raung Mutia tak main-main, walau tak sejalan dengan hatinya. Ia tak memiliki pilihan lain untuk melakukan ini.Penyesalan dalam benaknya mencuat. Seandainya waktu bisa diputar, Mutia tak akan sudi menerima bantuan Firheith yang alih-alih membawanya ke rumah sakit.Ketika itu, Mutia sendirian terjebak hujan deras selama dua jam di sebuah jalanan desa yang diapit persawahan sepi—jauh dari rumah penduduk. Setelah Mutia memfoto copy tugas sekolah.Mutia yang phobia dengan petir, kehilangan kendali sewaktu menyetir motor sehingga ia terjatuh dan tertimpa badan motor itu.Ia tak bisa bangun lalu berteriak meminta tolong kepada warga sekitar. Nahasnya, tak ada seorangpun yang lewat jalanan malam itu. Tetapi begitu dirinya hampir pingsan, ia malah tak sengaja ditemukan Firheith yang mobilnya kebetulan melintas setelah pulang dari rumah sahabatnya, Alda dan Richard.Dari rumah sakit, bukannya Mutia diantar pulang. Justru Mutia dibawa Firheith ke hotelnya menginap dengan alasan rumahnya terlalu jauh. Mutia bahkan menggigil kedinginan dan sempat pingsan, membuat Firheith menghangatkannya dengan cara ekstrim."Cepat katakan berapa banyak uang yang kamu mau?" Firheith was-was saat jempol Mutia hampir menekan tombol live i*******m. Ia berharap Mutia akan luluh dengan cara ini, seperti yang biasa ia lakukan sebagai kompensasi ke setiap bekas teman ranjangnya.“Aku tidak butuh uangmu, tapi nikahi aku!”“Menikahimu?” Firheith kaget sekali, matanya sampai melotot. Seumur hidupnya, Firheith tak pernah berpikir untuk menikah. Baginya pernikahan itu kutukan dan merepotkan.“Dengar Mutia, jangan gila! Aku tidak bisa menikahimu, semalam yang kita lakukan tidak sengaja! Sebutkan, berapapun nominal uang atau apapun yang kamu mau. Pasti aku berikan melebihi gajimu sebagai guru honorer yang hanya ratusan ribu!” Bujukan Firheith seperti linggis yang ditancapkan ke jantung Mutia. Ternyata bukan hanya tak sudi menikahinya, namun hinaannya itu membuat air mata yang mengering kembali menetes. Firheith tersenyum angkuh ketika Mutia mengambil uang yang ia sodorkan. ‘Uang berbicara’ pikirnya, Mutia sama saja dengan pelacur atau wanita gampangan yang rela menyerahkan kehormatannya demi uang. Tapi Firheith salah, Mutia malah melempar uang sekitar belasan juta itu balik ke wajahnya. “Kamu pikir aku pelacur yang tubuhnya dinilai dengan uang, huh?” Mutia menyalak dengan suara serak, seraya membuka pint
“Kenapa belum tidur Mutia?”Suara lembut dan hangat dari belakang, justru mengagetkan Mutia yang merenung sendiri di meja dapur malam itu. “Ibu juga belum tidur.” Mutia memeluk lengan Ida, menempelkan pipinya dengan mata terpejam. Menyembunyikan kegelisahannya serang diri. “Mau ambil minum, tapi malah melihat kamu di sini.” Samar-samar Ida melihat arah jam dinding yang menunjukkan angka sebelas malam, lalu mengelus puncak rambut Mutia. “Ibu tahu pernikahan ini berat buatmu. Tapi ibu yakin, suatu saat kalian berdua pasti saling mencintai.”Mutia menghela napas dalam, tersenyum kecut. Keyakinan Ida tak mungkin terjadi, ketika Mutia dan Firheith tak lama lagi akan bercerai. Tepatnya sebulan dan simbiosis mutualisme. Pernikahannya dengan Firheith demi menjaga nama baik keluarganya masing-masing. “Nak, kamu melamun?” Mutia tersenyum tipis dengan alasan, “Kangen ayah, Bu.”“Ayahmu sudah tenang di surga. Pasti ia merestui pernikahanmu dan bahagia melihat dari sana,” kata Ida menghalau se
Mutia akhirnya lega sampai di kediaman Firheith, walau kondisi tubuhnya lemas akibat mabuk perjalanan panjang. Mengudara lama dengan pesawat dari Indonesia ke Belgia. “Ck, kampungan! Kamu bisa jalan sendiri, kan? Aku tidak sudi menggendongmu!” cibir Firheith dengan sarkas.Teganya ia membiarkan Mutia menyeret kopernya sendiri, malah berlenggang kaki lebih dulu sampai di teras rumahnya. Sementara koper miliknya dibawakan sopir taksi. Mutia menahan kesalnya dalam hati, karena pria itu menunjukkan watak aslinya selama di pesawat. Saat ia muntah atau kelaparan, jangankan menolong. Firheith malah kegenitan menggoda pramugari atau wanita di sana. “Setan!”“Diam atau pulanglah sendiri ke Indonesia!” bentak Firheith melotot. Mutia terdiam lalu menghela napas. ‘Sabarkan aku, Tuhan.’ Jika tak ingat ibunya atau memiliki uang sendiri. Pasti Mutia akan kembali ke bandara dan meninggalkan pria itu. “Seperti suara Tuan Fir?” Pelayan di rumah mewah itu bergumam, melirik ke pintu luar ketika menge
Dua jam lebih Mutia menangis seorang diri di kamar, menumpahkan segala rasa sakit yang ia rasakan atas hinaan dari ibu mertuanya yang bermulut tajam dan suami brengseknya itu. “Aku tak menyangka Firheith sangat licik! Setuju menikahiku demi mendapatkan warisan dari kedua orang tuanya, dengan menumbalkanku!” Mutia meremas dadanya kuat-kuat seraya merutuki pria itu dengan kasar. “Aku benar-benar bodoh!”Teringat Alda, biasanya ia mencurahkan isi hatinya kepada sahabatnya itu. Jari Mutia hampir menekan nomornya untuk menelepon, tapi urung dilakukan karena sebelum pegi ia tak berpamitan padanya. Gara-gara Firheith yang beralibi tergesa ke bandara. Takut terlambat dan waktunya mepet. “Jangan! Alda pasti marah padaku.” Mutia menggeleng ragu, lalu meletakkan ponselnya lagi ke sisinya berjongkok dengan bersandar lesu di punggung pintu. Sementara Firheith meninggalkannya sendiri dan pergi setelah itu seperti pengecut. Tapi kemudian, Mutia tergesa menghapus air matanya ketika mendengar pintu
"Kelihatannya ada yang senang dengan keputusan papa? Tanpa perlu susah payah bekerja, sudah bisa menikmati hasilnya! Hebat sekali!" sindir Firheith sewaktu ia mengambil pakaian di wardrobe kamarnya. Mutia yang mulanya melamun, terduduk membelakangi Firheith di ranjang itu pun segera menoleh dan memasang senyum terbaiknya pada Firheith. "Oh, terima kasih suamiku ter-brengsek. Tentu aku senang sekali. Memang ini yang aku mau, jadi kita impas, bukan? Setelah kamu membohongiku dengan mengambil keuntungan dari pernikahan ini.""Dasar munafik! Wanita culas!" Firheith memelototi Mutia, terlihat sangat marah hingga kedua tangan di bawahnya praktis terkepal kuat. "Culas? Haha!" Bukannya takut, Mutia justru semakin menghampiri Firheith. "Sialan! Dasar pelacur! Sekarang terbukti kalau kamu itu materialistis!""Bukan materialistis, Fir. Tapi realistis!" sambar Mutia dengan mendongakkan dagunya ke atas, mensejajarkan pandangannya dengan Firheith. "Kurang ajar!!" Firheith yang tak suka dibantah
Dada Mutia diringkus sesaknya buih bening menandai kedua netranya, hatinya pias. Tidak menyangka jika ibu mertuanya tega mengatakan itu.Tetapi Mutia tidak punya pilihan, selain menyetujui Glady untuk menjadi pembantu di rumah mewah itu daripada ia mati kelaparan. Lagi pula tugasnya sebagai menantu keluarga Lander memang harus berbakti, bukan? Meski statusnya hanya istri sebatas kontrak selama sebulan—lalu bercerai dari Firheith jika terbukti tidak hamil. Semoga saja begitu. Masalah hotel crousant berbalik menjadi miliknya nanti setelah bercerai, Mutia tidak terlalu berharap yang penting ia terbebas dari Firheith yang ternyata sangat berbahaya, kejam dan licik. “Di mana Mutia? Kenapa ia tidak ikut sarapan bersama kita, pagi ini?”Pertanyaan itu ditujukan Gabriel pada Firheith yang sibuk sendiri, karena ia tak melihat Mutia sejak tadi hingga selesai makan. “Mutia di dapur membantu Espen beberes. Padahal aku sudah melarangnya dan menyuruhnya beristirahat, tapi dasar kampungan yang t
Bagian dari Mutia yang empuk, sulit untuk Firheith abaikan. Jari Firheith mengusapnya lembut, dengan kedua bola matanya ikut mengintip pada gundukan Mutia yang terhimpit di balik handuk. Glek! Firheith berjuang keras menyeret ludahnya, di saat tubuhnya mendadak panas dingin. Tidak berbeda jauh dari Mutia yang merasa wangi sabun di tubuhnya berubah lain.“Aku seperti mencium parfum pria? Tunggu... Ini mirip parfum si...,” gumamnya di sela kepalanya yang pening. Demi menepis dugaan, Mutia perlahan membuka mata. Dan alangkah terkejutnya Mutia, wajah Firheith berada tepat di depannya. Memandanginya begitu lekat. Bahkan baru sadar jika tubuhnya menjadi ringan, Firheith menggendongnya. “Tu-turunkan aku, Fir!” Mutia panik, sialnya tak sanggup memberontak karena tubuhnya begitu lemas. Mengusir anggapan Mutia yang bukan-bukan. Firheith seketika mengubah sikapnya menjadi galak. “Jangan cerewet! Kamu kira aku bakal memperkosamu lagi? Sorry, kalau mimpi jangan ketinggian! Karena aku tidak ak
Detak jantung Mutia berdentum sangat cepat ketika Firheith semakin merapatkan duduk. Mungkin saking kerasnya, sampai Firheith dapat mendengar itu. "Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" jawab Mutia gugup seraya menepikan duduknya semakin ke pinggir ranjang. Bersiap kabur ke luar seandainya Firheith akan mencelakainya lagi. "Hmm, jangan berbelit-belit. Aku tidak suka!" sahut Firheith dingin. Dilema menelan Mutia, baru saja Mutia akan menjawab. Tiba-tiba sosok Glady muncul di ambang pintu setelah mengetuk dan dipersilakan Firheith masuk ke dalam kamar. "Mama tidak mengganggu kalian, bukan?" Bibir Glady tersenyum pada Mutia hanya saat Firheith melihat. Tetapi setelah Firheith menarik wajah, mata Glady langsung melotot pada Mutia dengan tatapan seolah mengulitinya hidup-hidup. Kalau begini, tak ada gunanya Mutia mengaku karena Firheith pasti tak percaya dan menganggap Mutia telah memfitnah ibu kandungnya. "Tidak, Ma. Duduk saja," kata Firheith tak terganggu kedatangan Glady, lain hal