"Ini masalah serius, Kak. Aku gak bisa mutusin begitu saja tanpa pertimbangan yang matang. Mengingat untuk aku pribadi, aku hanya mau menikah satu kali seumur hidup aku. Dan pastinya bukan untuk sebuah permainan," jawab Sasya dengan penuh keyakinan.
"Please bantu aku, Cha. Aku janji selama pernikahan kontrak kita nanti, aku tidak akan menyentuhmu."
"Bukan masalah itu, Kak."
"Lalu apa?"
"Banyak konsekuensi yang akan aku terima nantinya saat kontrak pernikahan kita berakhir nanti, Kak. Salah satunya hubungan aku dengan Monic yang pastinya akan renggang dan canggung. Aku gak mau ah, terlalu banyak hal yang aku pertaruhkan nantinya."
Dan yang paling Sasya takutkan adalah jatuh cinta yang semakin dalam pada pria itu. Pria yang sudah menambatkan hatinya pada wanita lain. Hanya saja sepertinya bertepuk sebalah tangan.
Kalau tidak, Morgan tidak akan terlihat seputus asa itu. Bahkan nyaris memohon Sasya untuk menikah kontrak dengannya hanya untuk membuat wanitanya cemburu, dan pada akhirnya menyadari perasaannya pada Sasya.
"Seperti yang sudah aku jelaskan tadi, Cha. Monic dan keluargaku hanya akan menyalahkan aku, bukan kamu. Justru mereka akan merasa iba padamu nanti."
"Tetap saja aku gak mau!"
"Cha ... "
"Ok, aku akan mempertimbangkannya lagi nanti. Sekarang tolong berikan aku waktu selama ummm ... Bagaimana kalau satu bulan?"
"Tiga hari!"
"Tiga minggu!"
"Tiga hari!" Morgan masih bersikeras dengan keputusannya.
"Dua minggu!" Sasya mencoba terus menawar.
"Tiga hari!"
"Astaga, Kak. Kenapa bersikeras tiga hari sih? Ya sudah satu minggu!"
Morgan pun berdiri laru mengulurkan tangannya pada Sasya, "Ok, deal!"
Sasya mengerang pelan, kenapa jadi ia yang mengurangi waktunya? Padahal Morgan lah yang membutuhkan persetujuannya.
"Cha!"
Tatapan Sasya beralih dari tangan Morgan ke wajah tampannya. Mata pria itu mengisyaratkan Sasya meresmikan keputusan mereka dengan menjabat tangan Morgan.
Dengan enggan Sasya pun menjabat tangannya, dan tidak mau mneyerah begitu saja,
"Jangan menyesal kalau pada akhirnya aku menolak permintaan Kak Morgan karena Kakak memberikan aku waktu sesingkat itu untuk mempertimbangkan keputusan aku."
"Aku tahu kamu pasti akan memberikan keputusan yang terbaik," balas Morgan sambil mengedipkan sebelah matanya. Membuat jantung Sasya berdegup tidak beraturan, dan dengan cepat menarik lepas tangannya,
"Ya sudah aku pulang sekarang. Sudah sore, Mama pasti mencemaskan aku!"
"Biar aku antar!" Morgan menawarkan dirinya.
"Eh gak perlu, Kak. Aku biasa pulang sendiri, nanti malah Mama curiga aku tiba-tiba pulang di antar cowok," tolak Sasya.
"Kita harus mulai memperlihatkan kedekatan kita. Tidak hanya pada keluarga aku saja, Cha. Tapi juga pada keluargamu."
"Aku kan belum kasih keputusan, Kak."
Morgan mnegacak puncak kepala Sasya, "Aku tahu pasti kamu akan bersedia menerima kontrak pernikahan itu," kekehnya,
"Cih, percaya diri sekali!"
"Aku memiliki feeling yang luar biasa kuat untuk itu."
"Kenapa gak cari cewek bule di Aussie sana? Mereka cantik-cantik dan juga seksi-seksi 'kan?" tanya Sasya sambil meraih tas selempangnya dan melampirkannya di pundaknya saat berdiri.
"Mereka bukan selera aku, Cha."
"Jadi selera Kak Morgan itu aku?"
"Tidak juga."
Sasya menyipitkan kedua matanya, "Lalu kenapa gigih sekali mau menikah sama aku?" tanyanya.
"Karena hanya kamu yang pastinya bersedia menikah dengan aku dalam waktu secepat ini," jawab Morgan tanpa keraguan sedikit pun.
"Aku belum memutuskan ... "
"Kamu pasti bersedia. Percaya padaku!"
Sasya memutar kedua bola matanya, "Bermimpilah sesuka Kakak!" sungutnya sambil melangkah keluar kafe. Sudah pasti Morgan mengikutinya, dan langsung menyamakan langkahnya dengan Sasya,
"Apa kamu tidak mau menjadi kakak ipar Monic? Kalau menikah denganku, kalian bisa tinggal satu atap, setidaknya setiap kali keluargaku bikin acara,' bujuk Morgan.
"Percuma terus membujuk aku, Kak. Tidak ada satu pun orang yang bisa mempengaruhi pendapat aku, keputusan aku."
"Aku bisa."
Lagi-lagi Morgan mengucapkannya dengan penuh percaya diri, dan Sasya kembali memutar kedua bola matanya,
"Serah lah!"
"Mau ke mana? Mobilku parkir di sebelah sana!" Morgan menahan lengan Sasya saat ia berbelok ke kanan jalan. Sementara mobil Morgan terparkir di kiri jalan.
"Siapa yang mau neik mobil Kakak? Aku mau naik trans di sana!"
"Ck, jangan keras kepala. Biarkan aku mengantar kamu pulang."
"Kak ... "
"Mau jalan sendiri atau aku yang membopongmu?" potong Morgan dengan senyum gelinya.
"Coba saja kalau berani!" tantang Sasya.
"Oohh dikira aku takut ya? Ok!"
Morgan baru saja akan sedikit membungkuk untuk membopong Sasya, namun Sasya langsung menyerah,
"Ok, aku ikut mobil Kakak!" serunya sambil balik arah menuju mobil Morgan. Pria itu pun tersenyum puas.
"Baguslah, aku jadi tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membopongmu," ledeknya mengikuti langkah Sasya yang semula cepat kini berhenti mendadak. Hampir saja Marco menubruknya.
"Aku berat maksudnya?" tanya Sasya dongkol.
"Aku tidak mengatakan itu," sanggah Marco.
"Secara spesifik memang tidak! Tapi ikya secara tersirat!" sungut Sasya.
"Kamu lucu sekali saat memberengut seperti itu, Cha," kekeh Marco, anak itu mudah sekali dipancing emosinya. Tidak jauh beda dengan Monic dan Lolita.
Hanya Sheina saja di antara keempat sahabat itu yang paling kalem dan lembut. Lainnya bar-bar dan sulit diatur.
"Pastinya itu bukan pujian, 'kan?" tukas Sasya.
"Itu kan hanya menurut kamu saja, Cha."
"Jadi itu bentuk pujian padaku?"
"Kegemasan lebih tepatnya," ralat Morgan.
"Aneh!" cibir Sasya sebelum melanjutkan lagi langkahnya. Namun kembali terhenti saat ia tidak tahu mobil Morgan, karena banyaknya mobil yang parkir di sana.
"Mana mobilmu?" tanya Sasya dengan tidak sabar.
Tepat pada saat itu seseorang keluar dari salah satu mobil mewah di depannya, lalu membuka kan pintu untuk mereka, lebih tepatnya untuk Morgan,
"Silahkan, Tuan."
Morgan mempersilahkan Sasya masuk lebih dulu ke dalam mobilnya, menaungi kepala Sasya agar tidak terbentur, dan baru masuk setelah Sasya duduk manis di dalamnya.
"Mau ke mana kita, Tuan?" tanya supir itu.
"Sebutkan alamat rumahmu, Cha."
"Jalan X, Pak. Tinggal lurus saja, nanti pertigaan belok kanan, masuk ke dalam perumahan," jawab Sasya.
"Aku sering lewat sana."
"Siapa?"
"Aku."
"Yang nanya!"
Morgan pun menghela napas panjangnya. Susah jika sedang bersama dengan wanita beda generasi dengannya itu.
Namun Morgan yakin sekali, kalau Sasya akan menerima pinangannya. Dan ia telah mempersiapkan kompensasi untuk wanita itu saat tiba saatnya mereka bercerai nantinya. Kompensasi yang akan membuat hidup Sasya sejahtera meski tanpa harus bekerja seumur hidupnya.
"Stop! Udah aku turun di sini aja kak!" pinta Sasya secara tiba-tiba saat mobil Morgan baru masuk ke dalam komplek perumahan wanita itu."Kenapa? Bukannya rumahmu masih dua block lagi dari sini?" tanya Morgan."Aku lupa ada yang mau aku beli, tuh di sana!" Jari telunjuk Sasya terarah pada sebuah minimarket."Dit, menepi di minimarket itu!" perintah Morgan pada supirnya."Baik, Tuan.""Eh jangan, udah di sini aja!" cegah Sasya, namun supir itu mengabaikannya. Jelas saja dia lebih memilih mematuhi perintah tuannya, jadi terus melajukan mobilnya hingga berhenti tepat di depan minimarket.'Sial! Kalo qda tetangga yang liat dan ngadu ke Mama, bisa mati gue!' batin Sasya.Selama ini, orangtuanya selalu mendapatkan laporan dari tetangga mereka mengenai seringnya Sasya turun naik mobil yang berbeda, dengan seorang pria yang berbeda juga. Itu makanya Sasya sengaja minta turun agak jauh dari rumahnya, karena Orangtuanya telah menegaskan kalau sampai mereka mendengar desas-desus itu lagi, maka
"Ini masalah serius, Kak. Aku gak bisa mutusin begitu saja tanpa pertimbangan yang matang. Mengingat untuk aku pribadi, aku hanya mau menikah satu kali seumur hidup aku. Dan pastinya bukan untuk sebuah permainan," jawab Sasya dengan penuh keyakinan."Please bantu aku, Cha. Aku janji selama pernikahan kontrak kita nanti, aku tidak akan menyentuhmu.""Bukan masalah itu, Kak.""Lalu apa?""Banyak konsekuensi yang akan aku terima nantinya saat kontrak pernikahan kita berakhir nanti, Kak. Salah satunya hubungan aku dengan Monic yang pastinya akan renggang dan canggung. Aku gak mau ah, terlalu banyak hal yang aku pertaruhkan nantinya."Dan yang paling Sasya takutkan adalah jatuh cinta yang semakin dalam pada pria itu. Pria yang sudah menambatkan hatinya pada wanita lain. Hanya saja sepertinya bertepuk sebalah tangan.Kalau tidak, Morgan tidak akan terlihat seputus asa itu. Bahkan nyaris memohon Sasya untuk menikah kontrak dengannya hanya untuk membuat wanitanya cemburu, dan pada akhirnya me
Teriknya sinar matahari siang itu tidak mengurangi keriangan Sasya dan ketiga sahabat baiknya, Monic, Lolita dan Sheina, saat mereka tengah becanda gurau di kolam renang. Untungnya pohon rindang di sisi kolam renang mampu menaungi sinar matahari, hingga tidak sampai membakar kulit mulus mereka."Katanya renang bagus untuk wanita hamil, beneran gak sih?" tanya Sasya pada Monic atau Lolita.Kedua sahabatnya itu tengah sama-sama hamil, dengan jeda waktu hanya kurang dari dua bulan saja. Sama halnya dengan persahabatan mereka, suami Monic dan Sasya pun bersahabat juga, bahkan terjalin jauh lebih lama dari persahabatan Sasya dengan Monic, Lolita dan juga Sheina."Kalo menurut dokter kandungan gue sih iya, renang bagus untuk wanita hamil. Katanya sih bisa bantu gue tetap bugar, dan supaya bisa gampang aja gitu adaptasi sama kehamilan gue, dan juga bentuk tubuh gue yang pastinya perlahan bakalan berubah," jawab Lolita."Iya bener. Dokter kandungan gue juga kasih penjelasan kek gitu juga sih.
Alih-alih membalas uluran tangan Morgan dengan menjabatnya, Sasya malah bergerak berdiri sambil melampirkan tasnya ke pundaknya,"Cukup gurauannya untuk hari ini ya, Kak. Aku permisi dulu.""Apa aku terlihat sedang bergurau, Cha?"Suara bariton Morgan menghentikan gerakan Sasya, ia kembali menatap pria itu lagi. Dan selama ia mengenal Morgan, belum pernah sebelumnya ia melihat Morgan seperti memohon tapi tetap mempertahankan harga dirinya."Kakak serius?" tanyanya."Aku tidak akan menjatuhkan harga diriku dengan memintamu menjadi istri kontrakku kalau aku tidak serius, Cha. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk bermain-main dengan bocil sepertimu."Sasya paling benci jika Morgan sudah menyebutnya 'Bocil' Ia melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan gerakan kesal, matanya menatap nyalak pria itu,"Bocil ya? Terus kenapa minta bantuan sama bocil? Ke panti pijat plus-plus saja sana, dan cari wanita dewasa yang bisa disewa! Mereka pasti akan dengan senang hati bantu Kakak, dapat plu
Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di pipi pria yang menyewa jasa Sasya sebagai pacar sewaannya. Tatapan nyalang Sasya tak pernah lepas dari mata pria itu,"Sial lo! Udah jelas ya tertera di dalam perjanjian kita gak ada sentuhan fisik kecuali pegangan tangan dan rangkulan, itu pun kalo lo mau nunjukin foto kemesraan kita ke mantan pacar sialan lo itu!" Umpat Sasya. Ia tidak peduli pengunjung lain dapat mendengar umpatannya itu."Astaga, pelanin suara lo, Sya. Gue cuma mau nyium pipi lo doang, itu aja sih gak lebih. Gak perlu di dramatisir deh!""Enteng banget lo ngomong gak perlu di dramatisir! Tetap aja lo tuh udah nyalahin perjanjian kita! Itu berarti kontrak kita selesai! Lo gue end!""Gue gak mau putus, Sya. Gue udah terlanjur cinta sama lo!" tolak pria itu. "See? Lo udah ngelanggar perjanjian kita lagi. Berkali-kali udah gue tegasin kalau hubungan kita tuh cuma sekedar sewaan, jangan baperan! Nah lo malah kebawa perasaan, ya salah lo sendiri lah!"Dengan mudahnya pria itu ja