"Stop! Udah aku turun di sini aja kak!" pinta Sasya secara tiba-tiba saat mobil Morgan baru masuk ke dalam komplek perumahan wanita itu.
"Kenapa? Bukannya rumahmu masih dua block lagi dari sini?" tanya Morgan. "Aku lupa ada yang mau aku beli, tuh di sana!" Jari telunjuk Sasya terarah pada sebuah minimarket. "Dit, menepi di minimarket itu!" perintah Morgan pada supirnya. "Baik, Tuan." "Eh jangan, udah di sini aja!" cegah Sasya, namun supir itu mengabaikannya. Jelas saja dia lebih memilih mematuhi perintah tuannya, jadi terus melajukan mobilnya hingga berhenti tepat di depan minimarket. 'Sial! Kalo qda tetangga yang liat dan ngadu ke Mama, bisa mati gue!' batin Sasya. Selama ini, orangtuanya selalu mendapatkan laporan dari tetangga mereka mengenai seringnya Sasya turun naik mobil yang berbeda, dengan seorang pria yang berbeda juga. Itu makanya Sasya sengaja minta turun agak jauh dari rumahnya, karena Orangtuanya telah menegaskan kalau sampai mereka mendengar desas-desus itu lagi, maka mereka akan memangkas habis uang saku Sasya. Bagaimana dengan transportasi dan makan Sasya? Tentu saja supir mereka yang antar jemput nantinya, dan Sasya harus membawa bekal untuk ia makan selama di kampus. Sebelumnya uang saku Sasya sudah dipangkas setengah karena masalah desas-desus itu, tanpa orangtuanya ketahui profesi yang tengah Sasya geluti sekarang inilah yang menyebabkan ia berganti pasangan. Apa jasa pacar sewaan masih bisa disebut profesi? "Kenapa diam? Katanya ada yang mau kamu beli." Suara bariton Morgan menyadarkan Sasya dari lamunannya. "Iya, ini baru mau turun!" sungut Sasya sambil membuka pintu mobil, dan baru akan menutupnya saat tangan Morgan menahan pintu mobil, sebelum pria itu melangkah turun. Sasya nampak celingak-celinguk memperhatikan sekotarnya, "Loh, kenapa kak Morgan ikut turun juga?" Mendengar nada panik dalam suara Sasya menyebabkan sebelah alis Morgan terangkat tinggi, "Kenapa? Tidak boleh?" "Iya!" "Iya apa? Iya boleh atau tidak?" "Tidak! Udahlah sekarang kak Morgan lebih baik pulang aja sih. Udah malem juga!" "Kamu mengusirku?" "Iya!" "Kenapa?" "Astaga! Hari ini udah berapa kali aku dengar kata 'kenapa' dari mulut kakak, dah kaya kaset kusut tau gak. Udah sih, kak Morgan pulang aja ya ... " "Memangnya kamu tahu kaset kusut seperti apa? Pernah pegang fisik kaset juga pastinya belum pernah kan?" ledek Morgan sambil menutup pintu mobilnya, lalu bersandar santai di samping mobil mewahnya itu dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya. Sebuah pemandangan yang luar biasa memukau. Ketampanan dan kekuatan maskulin yang begitu memanjakan mata. Sasya menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan lagi akal sehatnya, dan kembali fokus pada perdebatan mereka, "Pqpaku pengoleksi benda antik ya! Jadi apa sih yang gak aku tau!" sungutnya. "Ah, begitu rupanya. Terima kasih karena sudah memberikan informasi yang berharga untukku." Sasya mengerjapkan kedua matanya dengan bingung, "Informasi? Maksud kakak?" "Ya informasi, perihal kegemaran Papamu dengan barang antik. Kebetulan aku punya teman pengoleksi barang antik juga, atau minimal tahu dimana harus mencari benda itu." "Untuk apa juga dah? Pamer? Aww!" Sasya memekik pelan saat jari Morgan menyentil keningnya. "Siapa yang mau pamer?" "Itu tadi apa maksudnya menyombongkan. diri punya akses kuat ke barang antik?" "Untuk apa lagi selain untuk memikat hati Papamu, cha? Supaya beliau mengizinkan kita menikah." Sasya memutar kedua bola matanya, "Astaga ... pede banget sih kita bakalan nikah. Aku bahkan belum jawab loh setuju atau gaknya nikah sama kakak," desahnya ""Kamu pasti setuju!" tegas Morgan dengan penuh percaya diri. Setelah memberikan tatapan tidak percayanya pada Morgan, Sasya mengibas tangannya saat merespon, "Whatever! Sekarang lebih baik kakak pulang, aku mau belanja!" "Aku temani." "Ya Tuhan kak Morgan ... Aku bukan anak kecil yang harus ditemani saat ke minimarket! Udah sih kak Morgan pulang aja, serius aku gak nyaman sekarang kalo kakak bersikap kek gini!" "Bagaimana kalau ada yang berniat jahat padamu? Sekarang sudah malam, Acha. Dan rumahmu masih jauh kan dari sini?" "Aku dah biasa keles ... Dan ini komplek ya, aksesnya one gate, jadi relatif lebih aman. Trust me!" "Tetap saja aku tidak bisa membiarkan calon istriku seorang diri. Belum lagi Monic pastinya akan memarahiku kalau terjadi sesuatu padamu setelah aku mengantarmu oulang. Ralat, saat aku tidak mengantarmu sampai depan pintu rumahmu dengan aman." "Monic tau kak Morgan antar aku pulang sekarang?" tanya Sasya dengan nada panik. "Untuk apa dia tahu?" Morgan balik bertanya. "Yang berarti Monic gak tau kan? Terus apa yang kakak khawatirkan sekarang?" "Keselamatanmu." "Aku bisa jaga diri. Aku pemegang sabuk hitam Karate, jadi tenang aja lahh. Aku ... " "Aku temani!" potong Morgan menegaskan memeraskepalaannya. "Aku mau beli keperluan pribadiku! Aku malu kalo kak Morgan liat! Bisa ngerti gak sih?" desis Monic, kedua matanya kembali mengarah ke sekitar mereka, seolah mencari seseorang yang wanita itu kenal. Atau menghindari seseorang yang Sasya kenal? Kini Morgan mengerti kalau Monic tidak ingin terlihat bersama dengan seorang pria. Pasti telah terjadi sesuatu pada wanita itu "Ok, baiklah aku pulang. Tapi jangan lupa, kabarin aku setelah kamu sampai rumah," desah Morgan. Untuk kali ini ia menyerah, meski tidak sepenuhnya. Nanti ia hanya akan pura-pura meninggalkan komplek Sasya, lalu meminta supir pribadinya untuk membuntuti wanita itu sampai kembali ke rumahnya dengan aman. "Ati-ati!" balas Sasya sekenanya sebelum balik badan meninggalkan Morgan. Setelah melihat langsung Sasya masuk ke dalam minimarket, barulah Morgan memutari mobilnya menuju kursi pengemudi, "Kamu turun dan awasi wanita itu! Pastikan dia aman sampai rumah!" perintahnya. Setelah mengangguk setuju, Radit turun dan membiarkan Morgan mengambil alih kemudi, lalu mengarahkan mobil mewahnya keluar komplek. Morgan tersenyum kecut saat dari kaca spion mobilnya ia melihat Sasya menjulurkan kepalanya dari pintu minimarket. Setelah memastikan mobil Morgan menghilang dibtikungan, barulah Sasya melangkah keluar, tanpa wanita itu sadari kalau Radit tengah memantaunya sesuai dengan perintah Morgan. *** Dear reader tercinta .... Maaf dah lama ga update. Mudah2an setelah ini mulai rutin update lagi yaa ... Novel ongoing lainnya juga aku update yaa."Stop! Udah aku turun di sini aja kak!" pinta Sasya secara tiba-tiba saat mobil Morgan baru masuk ke dalam komplek perumahan wanita itu."Kenapa? Bukannya rumahmu masih dua block lagi dari sini?" tanya Morgan."Aku lupa ada yang mau aku beli, tuh di sana!" Jari telunjuk Sasya terarah pada sebuah minimarket."Dit, menepi di minimarket itu!" perintah Morgan pada supirnya."Baik, Tuan.""Eh jangan, udah di sini aja!" cegah Sasya, namun supir itu mengabaikannya. Jelas saja dia lebih memilih mematuhi perintah tuannya, jadi terus melajukan mobilnya hingga berhenti tepat di depan minimarket.'Sial! Kalo qda tetangga yang liat dan ngadu ke Mama, bisa mati gue!' batin Sasya.Selama ini, orangtuanya selalu mendapatkan laporan dari tetangga mereka mengenai seringnya Sasya turun naik mobil yang berbeda, dengan seorang pria yang berbeda juga. Itu makanya Sasya sengaja minta turun agak jauh dari rumahnya, karena Orangtuanya telah menegaskan kalau sampai mereka mendengar desas-desus itu lagi, maka
"Ini masalah serius, Kak. Aku gak bisa mutusin begitu saja tanpa pertimbangan yang matang. Mengingat untuk aku pribadi, aku hanya mau menikah satu kali seumur hidup aku. Dan pastinya bukan untuk sebuah permainan," jawab Sasya dengan penuh keyakinan."Please bantu aku, Cha. Aku janji selama pernikahan kontrak kita nanti, aku tidak akan menyentuhmu.""Bukan masalah itu, Kak.""Lalu apa?""Banyak konsekuensi yang akan aku terima nantinya saat kontrak pernikahan kita berakhir nanti, Kak. Salah satunya hubungan aku dengan Monic yang pastinya akan renggang dan canggung. Aku gak mau ah, terlalu banyak hal yang aku pertaruhkan nantinya."Dan yang paling Sasya takutkan adalah jatuh cinta yang semakin dalam pada pria itu. Pria yang sudah menambatkan hatinya pada wanita lain. Hanya saja sepertinya bertepuk sebalah tangan.Kalau tidak, Morgan tidak akan terlihat seputus asa itu. Bahkan nyaris memohon Sasya untuk menikah kontrak dengannya hanya untuk membuat wanitanya cemburu, dan pada akhirnya me
Teriknya sinar matahari siang itu tidak mengurangi keriangan Sasya dan ketiga sahabat baiknya, Monic, Lolita dan Sheina, saat mereka tengah becanda gurau di kolam renang. Untungnya pohon rindang di sisi kolam renang mampu menaungi sinar matahari, hingga tidak sampai membakar kulit mulus mereka."Katanya renang bagus untuk wanita hamil, beneran gak sih?" tanya Sasya pada Monic atau Lolita.Kedua sahabatnya itu tengah sama-sama hamil, dengan jeda waktu hanya kurang dari dua bulan saja. Sama halnya dengan persahabatan mereka, suami Monic dan Sasya pun bersahabat juga, bahkan terjalin jauh lebih lama dari persahabatan Sasya dengan Monic, Lolita dan juga Sheina."Kalo menurut dokter kandungan gue sih iya, renang bagus untuk wanita hamil. Katanya sih bisa bantu gue tetap bugar, dan supaya bisa gampang aja gitu adaptasi sama kehamilan gue, dan juga bentuk tubuh gue yang pastinya perlahan bakalan berubah," jawab Lolita."Iya bener. Dokter kandungan gue juga kasih penjelasan kek gitu juga sih.
Alih-alih membalas uluran tangan Morgan dengan menjabatnya, Sasya malah bergerak berdiri sambil melampirkan tasnya ke pundaknya,"Cukup gurauannya untuk hari ini ya, Kak. Aku permisi dulu.""Apa aku terlihat sedang bergurau, Cha?"Suara bariton Morgan menghentikan gerakan Sasya, ia kembali menatap pria itu lagi. Dan selama ia mengenal Morgan, belum pernah sebelumnya ia melihat Morgan seperti memohon tapi tetap mempertahankan harga dirinya."Kakak serius?" tanyanya."Aku tidak akan menjatuhkan harga diriku dengan memintamu menjadi istri kontrakku kalau aku tidak serius, Cha. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk bermain-main dengan bocil sepertimu."Sasya paling benci jika Morgan sudah menyebutnya 'Bocil' Ia melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan gerakan kesal, matanya menatap nyalak pria itu,"Bocil ya? Terus kenapa minta bantuan sama bocil? Ke panti pijat plus-plus saja sana, dan cari wanita dewasa yang bisa disewa! Mereka pasti akan dengan senang hati bantu Kakak, dapat plu
Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di pipi pria yang menyewa jasa Sasya sebagai pacar sewaannya. Tatapan nyalang Sasya tak pernah lepas dari mata pria itu,"Sial lo! Udah jelas ya tertera di dalam perjanjian kita gak ada sentuhan fisik kecuali pegangan tangan dan rangkulan, itu pun kalo lo mau nunjukin foto kemesraan kita ke mantan pacar sialan lo itu!" Umpat Sasya. Ia tidak peduli pengunjung lain dapat mendengar umpatannya itu."Astaga, pelanin suara lo, Sya. Gue cuma mau nyium pipi lo doang, itu aja sih gak lebih. Gak perlu di dramatisir deh!""Enteng banget lo ngomong gak perlu di dramatisir! Tetap aja lo tuh udah nyalahin perjanjian kita! Itu berarti kontrak kita selesai! Lo gue end!""Gue gak mau putus, Sya. Gue udah terlanjur cinta sama lo!" tolak pria itu. "See? Lo udah ngelanggar perjanjian kita lagi. Berkali-kali udah gue tegasin kalau hubungan kita tuh cuma sekedar sewaan, jangan baperan! Nah lo malah kebawa perasaan, ya salah lo sendiri lah!"Dengan mudahnya pria itu ja