Share

31. Ternyata Afan Sepupu Intan

     Ishita senang tanpa diminta Ahem bersedia menemaninya bertemu ayahnya. Sejak Herlambang tersadar dari koma, dia ingin bertemu dengan Ishita dan suaminya. Karena keadaan yang tidak memungkinkan membuat Ishita selalu menghindar. Harus dengan sakit begini, baru bisa terpenuhi keinginannya bertemu dengan putri sulungnya bersama suaminya. Kebetulan mereka belum pernah bertemu. Karena koma, maka pamannya, adik dari ayahnya sebagai wali nikah mereka.

    "Besuk kita berangkat pagi saja ya, sama jam kantor, agar kita santai di perjalanan." Usul Ahem.

    "Iya Pak Raden, lebih pagi malah enakan sih udaranya dingin." sahutnya.

    "Iya ya lebih pagi lagi bolehlah, habis subuhan gitu." Ahem menimpali.

    "Tapi kalau pagi sekali, gimana cara kamu pamit sama istrimu? Pasti dia akan curiga dan kamu akan kena masalah." Ujar Ishita.

    "Udah itu urusanku, kamu tidak usah ikut memikirkannya!" hibur Ahem."Aku akan menjemputmu jam setengah lima!" lanjutnya.

    Ishita hanya mengangguk dengan tersenyum manis. Tak sadar dia memandang Ahem dengan kagum. Dan Ahem membalasnya dengan senyuman penuh sayang. Tangannya mengelus rambut Ishita penuh cinta, sambil berbisik,

    "Aku kagum sama kamu, badan semungil ini mengandung kembar tiga dan kamu tetap kuat tanpa mengeluh. Kamu seorang ibu yang hebat, Ishi!" 

    Nafas hangat Ahem terasa di pipi dan telinganya, membuat Ishita terperanjat menahan merinding bak tersengat listrik. Sontak Ishita menarik lengan Ahem, sehingga membuat tubuh Ahem yang tidak siap terpelanting hampir menindih Ishita. Dan bibirnya menempel di pipi Ishita. Untung tempat itu VVIP sehingga tidak seorangpun melihatnya.

    Ahem menatap tajam, Ishita pun membalasnya. Tatapan penuh cinta dan rindu. "Aku merindukanmu, Ishi,  dadaku berdebar-debar hingga terasa sesak. Aku ingin memelukmu!" Batinnya.

    "Kak Ahem, kalau saja kamu mau  berterus terang mengakui kalau kamulah suamiku, tentu aku akan memeluk dam menciumimu ...aku merindukanmu, Kak Ahem! Aku tersiksa sekali dekat denganmu tapi tak berani menyentuhmu!" pekiknya dalam hati.

    Dret...

    Dret...

    Dret...

    Ponsel Ahem berdering, dari layar nampak profil Wahyu. Ahem segera menarik tubuhnya dan berdiri mengangkat telepon.

    "Iya Wahyu?" sapanya setelah  teleponnya diangkat.

    "Pak Bos, Nyonya Intan sekarang di hotel." Ujar Wahyu.

    "Apa?"

   "Sekarang dia lagi bicara sama Afan?" Kata Wahyu.

    "Baik, sekarang juga aku kembali ke hotel." Ujarnya datar, kemudian menutup telepon.

    "Ishi, aku antar kamu pulang ya, aku harus segera kembali ke hotel." tawar Ahem.

    "Aku naik taksi saja Pak Raden, kayaknya kamu lagi buru-buru kan?" tolak Ishita.

    "Tidak juga, aku antar saja, jangan naik taksi. Kamu lagi hamil aku tidak mau kamu tidak nyaman. Lagian tadi aku jemput kamu di rumah, otomatis aku harus antar kamu sampi rumah juga. Ayo...!" ajaknya sambil meraih tangan mungil Ishita untuk digandengnya.

    Ishita terdiam dan menurut apa yang dilakukan Ahem terhadapnya. Ahem membukakan pintu mobil dan meminta Ishita duduk. Sesaat mobil melaju,  mereka sama-sama diam terpaku dengan alam pikiran mereka masing-masing. Hanya sebentar-sebentar mata mereka saling melirik.

    "Kamu tipe suami takut istri ya?" tanya Ishita tiba-tiba memecahkan kebisuan mereka.

    "Tidak juga, aku hanya menghindari konflik. Aku bisa bermasalah dengan oran lain, tapi tidak dengan keluargaku." jawab Ahem datar.

    Mobil sudah berhenti di halaman rumah kos Ishita. Ahem turun untuk membukakan pintu mobilnya.

    'Kamu istirahatlah yang cukup, besuk kita perjalanan jauh!" pesan Ahem.

    "Apa alasan saya ijin nanti, Pak Raden?" tanya Ishita.

    "Udah itu urusanku, masuklah!" perintah Ahem sambil tersenyum.

    "Tidak, kamu aja yang pergi duluan, baru aku masuk!" jawab Ishita.

    "Ayolah!" desak Ahem sambil melambaikan tangannya.

    "Tidak!" bantahnya.

    "Dasar keras kepala!" hardik Ahem sambil masuk mobil dan mulai melajukan mobilnya sambil kemudian melambaikan tangannya. Berharap Ishita duluan yang masuk rumah, baru kemudia dia pergi, tapi Ishita berharap sebaliknya.

    ***

    Intan diajak Afan masuk ke ruangannya. Ternyata Afan adalah sepupu Intan, karena papa Afan adalah adik kandung mamanya Intan.

    "Tumben Mbak Intan cari aku? Ada apa?" tanya Afan penasaran.

     "Apa Ishita kerja sama kamu?" 

     "Kok Mbak Intan kenal sama Ishita? Iya, dia anak buahku, ada apa Mbak?" tanya Afan menyelidik.

    "Dia sedang hamil, aku ingin kamu pindahkan dia ke dalam, Carikan pekerjaan yang tidak membuatnya capek!" titah Intan.

    "Kok sepeduli itu kamu sama Ishita? Emang kamu siapanya Ishita sih?" tanya Afan menggoda.

    "Afan, jangan kepo dong!" hardik Intan.

    "Jangan-jangan kamu ya yang menyewa rahimnya Ishita." Kata Afan berbisik.

    "Bagaimana kamu tahu, apa dia bercerita padamu?" 

    "Ya iyalah, aku kekasihnya." Jawab Afan tegas.

     "Apa? Kamu tidak lagi berbohong kan, Afan?" tanya Intan tak percaya.

    "Setelah melahirkan bukankah Ahem akan menceraikannya? Aku akan menikahinya setelah masa Iddah habis. Aku mencintainya mbak." Jelas Afan.

    "Sejak kapan kamu mencintainya?"

    "Sejak dia hamil delapan minggu. Dan dia menceritakan bahwa dia sedang menyewakan rahimnya untuk seseorang. Tak menyangka ternyata penyewanya adalah CEO nya sendiri." Jawabnya mengejek.

    "Apakah Ishita tahu itu?" tanya Intan khawatir.

    "Belum, tapi sekarang aku tahu, dan sebentar lagi Ishita bakal tahu." Ujarnya.

    "Jangan sampai tahu, Afan! Kalau sampai dia tahu dan akhirnya lebih memilih Ahem, kamu pasti akan dicampakkan." Kata Intan menakut-nakuti.

    "Aku lebih kasihan ke kamu, jangan-jangan kamu yang di campakkan?"

    "Afan!" bentak Intan marah.

    "Oh ya, kamu jangan khawatir Mbak Intan, Ishita sudah saya pindahkan. Sesuai seperti yang Mbak Intan angan-angankan. Kamu awasilah suamimu, aku awasi Ishita disini!" titah Afan.

     Tok...

     Tok...

     Tok...

     "Ngapain kamu di ruangan Afan?" tanya Ahem penasaran, yang tiba-tiba muncul didepan mereka.

     "Mas, tadi aku mau ke ruanganmu, tapi ketemu sama Afan jadi cerita deh kemana-mana. Kita udah lama nggak ketemu." Jawab Intan berbohong.

    "Udah belum ngobrolnya? Kalau belum aku tunggu di ruanganku ya?" 

    "Udah kok, ayo ke ruanganmu aja, ada yang ingin aku bicarakan!" Ujar Intan sambil menggandeng tangan Ahem berjalan menuju ke ruangannya.

    "Pasti kamu ingin menceritakan apa yang terjadi di rumah sakit tadi. Kamu menampar Ishita hingga separah itu. Aku tidak akan mengampunimu." Pikir Ahem dalam hati.

     Semua mata memandang sang CEO dan istrinya. Selain pasangan yang serasi, postur tubuh Intan tinggi dan sintal, postur sang model.

     Mereka berdua masuk ke ruangan CEO, dan Ahem mengambilkan minuman dingin dari kulkas dan menyerahkannya kepada Intan.

    "Minumlah!" ujar Ahem sambil menyerahkanya.

    "Bagaimana hasil USG nya, apakah kamu membawakannya untukku, sayang?" tanya Ahem penasaran.

    "Iya sayang, nih lihat!" katanya sambil menyodorkan tiga lembar foto USG.

    Ahem terpana, tak terasa tiba-tiba matanya perih karena air yang menggenang di matanya. Rasa bahagia yang benar-benar tak terlukiskan. Satu persatu foto itu ditatapnya dengan haru, diulangi dan diulanginya lagi dengan senyum mengembamg.

    "Kamu tahu Ahem, bulan depan kita sudah bisa melihat jenis kelaminnya. Aku ingin dua cowok dan satu cewek sayang!" kata Intan bahagia.

    "Intan apa kamu tidak tanya sama Ishita, apakah dia menginginkan anaknya atau tidak. Jangan-jangan dia juga ingin merawatnya. Kita jangan serakah dengan meminta semuanya." Ahem mengingatkan.

    'Tidak Ahem, aku akan membayarnya berapapun yang dia minta, asal anak itu semua milikku. Aku tidak mau dia mengasuh anakmu. Aku tidak mau ketiga anak itu tercerai berai!" ungkapnya dengan kesal.

    "Apakah dia setuju?" sahutnya bertanya.

    "Tidak, kita tadi berdebat. Dia mau licik sayang. Dia mau mengasuh kedua bayinya untuk menjeratmu, agar kamu terus merasa bertanggungjawab pada anak-anak itu. Jelas saja aku marah.... dasar sundel, akhirnya kutampar dia.... sampai sekarang tanganku masih panas." Ungkapnya emosi.

    "Kamu saja yang menampar   kesakitan, pernah kepikiran tidak yang kamu tampar gimana?" hardik Ahem.

    "Sayang, kok jadi belain dia sih?" hardik Intan cemburu.

    "Dia lagi hamil anak kita Intan, gimana kalau terjadi sesuatu padanya juga anak-anak kita. Kendalikanlah emosi kamu!" hardiknya kesal.

    "Iya deh sayang, maaf! Aku cemburu sih dia bicara macam-macam!" ujarnya pura-pura menyesal.

    "Ya udah sayang, kita pulang aja yuk! Besuk pagi aku ngantar Enggar ke kampung. Kamu mau ikut sekalian sayang?" tawar Ahem basi-basi, karena Ahem yakin Intan paling anti bepergian ke kampung.

    "Aduh sayang, aku lagi janjian sama teman-teman datang ke ulang tahun Titin. Maaf ya lain waktu deh....!" Jawab Intan.

    Dan jawaban itulah yang sedang ditunggu-tunggu Ahem. 

   "Ya udah tidak apa-apa, yuk kita pulang aja." Ajak Ahem sambil menarik tangan Intan.

    "Oke." Jawab Intan menyambut tangan Ahem. Dan akhirnya mereka berdua berjalan beriringan keluar ruangan.  Semua mata menatap iri melihat keserasian dan kemesraan mereka berdua.

    ***

    Ahem bangun pagi sekali, dia begitu pelan bersiap-siap agar Intan tidak terbangun. 

    Ishita sudah menunggu di depan pintu rumah kos. Dan tak lama kemudian Ahem pun sampai, tepat pukul setengah lima.

    "Assalamualaikum Pak Raden!" sapa Ishita.

    "Waalaikum salam, Ishi!" jawab Ahem.

     Ahem meminta koper dari tangan Ishita untuk di tariknya dan tangan kanannya merangkul pundak Ishita. Mereka jalan beriringan menuju mobilnya. Seperti biasa Ahem membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Ishita duduk. Ishita diperlakukan bak cinderella.

     Mobil melaju dengan santai, tidak terlalu kencang. Hati Ahem saat ini begitu gembira. Dia siap andaikata hari ini sandiwaranya harus terbongkar. Dia sudah capek, Ahem merasa lebih cepat terbongkar lebih baik. 

     "Kamu lapar, Ishi? Kita cari sarapan dulu?" tanya Ahem sambil menatap Ishita.

    "Nanti saja Pak Raden, kita cari di rest area!" usul Ishita.

    "Tidurlah dulu, mungkin kamu masih mengantuk!" tawarnya sambil mengusap lembut rambut Ishita.

    Perhatian ini membuat salting Ishita."Seandainya mungkin, aku ingin bermalas-malasan di dadamu, Kak Ahem. Pasti nyaman dan hangat....!" pikir Ishita dalam hati.

     Dinginnya AC memang membuatnya mengantuk, sehingga Ishita benar-benar ingin tidur. Ahem melirik Ishita yang terdiam menunduk ternyata sudah kembali tertidur. "Kamu bangun jam berapa Ishita? Sebegitu ngantukkah?" Pikir Ahem dalam hati.

    Diberhentikan mobilnya sebentar, menata jok di setel untuk nyaman tidur. Dan jas Ahem dilepas diselimutkan ke tubuh Ishita. Dibelai rambut Ishita penuh sayang. Sebenarnya Ishita merasakan semua itu, tapi dia tidak mau bangun karena takut Ahem mengurungkan sikap romantisnya kepadanya. Sehingga dia masih harus berpura-pura tertidur. Diusap lembut pipi Ishita dengan sayang.

Apakah Herlambang akan mengenali Ahem sebagai anak Hendrakusuma?

     Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status