Share

Gejolak Kenikmatan

Author: Komalasari
last update Last Updated: 2024-04-30 10:37:09

Di sisi lain, Windraya baru tiba di rumah tepat jam setengah sembilan malam.

Namun, dia mengernyitkan kening mendapati Ranum sudah berdiri di ruang tamu, seakan menyambut kedatangannya. Seperti biasa, wanita muda berkulit sawo matang itu menyembunyikan paras cantiknya dengan menunduk. 

“Kamu sedang apa di sini?” 

“Saya menunggu Anda pulang, Pak,” jawab Ranum pelan, tanpa berani menatap langsung suami sirinya. 

“Bagaimana mama?”

“Bu Nindira sudah tidur sejak beberapa saat yang lalu. Itulah kenapa saya menunggu Anda di sini,” jawab Ranum lagi. “Apa Anda sudah makan malam?” tanyanya. 

“Sudah,” jawab Windraya singkat.

Dia melihat sekeliling.

Pria itu sudah membaca pesan yang dikirimkan Mayla yang katanya ada urusan kantor.

Jadi, tak berharap sang istri datang menyambut kepulangannya. “Aku ingin mandi dulu,” ucap Windraya, seraya berlalu dari hadapan Ranum. 

“Biar saya siapkan, Pak!”

Windraya tertegun. “Boleh,” balasnya.

Jujur, dia bahkan tak pernah disiapkan seperti ini oleh istri yang dicintainya.

Dalam diam, dia berjalan diikuti Ranum. 

Setibanya di dalam kamar, Windraya langsung masuk ke walk in closet sedangkan Ranum ke kamar mandi.

Wanita muda itu menyiapkan air hangat untuk sang suami. Dia berusaha melakukan tugas dengan baik, meskipun kehadirannya tak berarti apa-apa bagi pengusaha tampan 38 tahun tersebut. 

Beberapa saat berlalu, Ranum sudah selesai menyiapkan segala keperluan Windraya. Namun, pria itu tak ada di kamar.

Ketika Ranum hendak keluar dari sana, tiba-tiba pintu terbuka dari luar. Ranum langsung melonjak kaget sambil memegangi dada. “Bapak!” 

“Maaf.” Windraya menyunggingkan senyum kecil, melihat ekspresi terkejut yang diperlihatkan Ranum. Namun, pria itu tak banyak bicara. Dia langsung masuk. 

“Air dan lain-lain sudah saya siapkan, Pak. Saya permisi dulu,” pamit Ranum, seraya melangkah melewati pintu.

“Tunggu,” cegah Windraya. 

Ranum menghentikan langkah, kemudian menoleh. “Anda membutuhkan yang lain, Pak?” tanyanya, tak berani melawan tatapan Windraya terlalu lama. 

“Tunggulah di kamarmu,” ucap Windraya, sebelum masuk ke kamar mandi. 

Meski bingung, Ranum mengangguk.

Dia melangkah keluar dari sana dengan membawa debaran tak menentu dalam dada. Wanita muda berambut gelap tersebut tiba-tiba merasa begitu gugup, membayangkan Windraya akan masuk ke kamarnya. 

“Ya, Tuhan. Bagaimana ini?” resah Ranum, seraya berjalan mondar-mandir. Belum sempat menetralkan kegelisahan tadi, pintu kamar sudah terbuka. Ranum kembali terperanjat kaget. 

“Kenapa?” tanya Windraya heran. 

“A-ti-tidak apa-apa,” sahut Ranum gelagapan. “Anda mandi cepat sekali,” celetuknya tanpa sadar.

Windraya menautkan alis, menanggapi sikap aneh istri sirinya.

Pria tampan dengan T-Shirt round neck hijau army tersebut menyunggingkan senyum tipis. “Kenapa belum ganti baju?” 

Mendengar pertanyaan demikian, Ranum segera mengangkat wajah. Dia ingin mengatakan sesuatu. Akan tetapi, suaranya seperti tertahan di tenggorokan.

Wanita muda itu hanya mengangguk pelan, lalu masuk ke kamar mandi.

Benar saja! Di kapstok stainles sudah tergantung rapi sebuah lingerie warna merah, dengan model berbeda dari yang kemarin.

“Ya, ampun. Kenapa Pak Win suka sekali dengan baju tidur seperti ini?” pikir Ranum, polos.

Berhubung Windraya sudah menunggu, Ranum tak berlama-lama di sana. Dia segera berganti pakaian dengan baju tidur satin berenda yang telah disiapkan. Ranum juga merapikan rambut kepangnya. Setelah siap, dia melangkah keluar dari kamar mandi. 

Seperti biasa, Ranum menundukkan wajah. Dia tak berani melawan tatapan lekat Windraya, yang terlihat menakutkan. Ranum pun hanya mematung, tak berani mendekat.

“Kemarilah!” 

Ranum mengangguk, kemudian melangkah pelan ke dekat tempat tidur di mana Windraya menunggunya. Dia berdiri di hadapan pengusaha tiga puluh delapan tahun tersebut. 

“Apa kamu selalu mengepang rambut seperti ini?” tanya Windraya, membuka percakapan. 

Lagi-lagi, Ranum hanya mengangguk sambil terus menunduk. 

“Buka kepangmu,” suruh Windraya.

Ranum kembali mengangguk.

Tanpa menunggu diperintah dua kali, dia melepas karet kecil di ujung kepang. Sambil terus menunduk, wanita muda itu membuka jalinan rambut panjangnya hingga ke atas. Tampaklah rambut hitam berkilau tergerai indah, di pundak sebelah kanan Ranum. 

“Kamu memiliki rambut seindah ini. Kenapa disembunyikan?” Suara Windraya terdengar begitu menggetarkan kalbu. Membuat Ranum merinding. Terlebih, saat tangan pengusaha tampan tersebut merayap perlahan ke belakang leher. 

“Istriku tidak di rumah,” ucap Windraya setengah berbisik. 

“Tadi, saya berpapasan dengan Bu Mayla.” 

“Apa dia melakukan sesuatu padamu?” tanya Windraya dengan nada bicara seperti tadi, sambil mengusap-usap lembut tengkuk Ranum, yang entah mengapa begitu menggoda.

Menahan geli, Ranum menggeleng pelan. 

“Syukurlah. Kupastikan dia tidak akan berani bertindak kasar padamu. Namun, sebisa mungkin hindari saja dulu,” saran Windraya.

Hanya saja, Ranum tidak menyangka jika suaminya itu tiba-tib meremas pelan rambut panjang Ranum, lalu menariknya perlahan hingga wajah sang istri siri terangkat. 

Empphh!

Tanpa aba-aba, Windraya menikmati bibir Ranum.

Awalnya hanya berupa sentuhan biasa. Makin lama, pertautan itu makin dalam. 

Lumatan demi lumatan mesra penuh gairah, membakar hasrat keduanya.

Ranum yang masih polos tak kuasa menahan gejolak dalam dada, ketika merasakan permainan lidah Windraya yang sudah sangat berpengalaman.

Wanita itu sedikit terengah karena Windraya tak membiarkannya bernapas leluasa.

Tak ada jalan lain bagi Ranum, selain menggigit pelan bibir bawah suami sirinya. 

“Ah ….” Windraya meringis kecil, setelah melepaskan pertautan. 

“Ma-maafkan saya, Pak.” Ranum merasa tak enak karena telah menyakiti Windraya. Dia takut pria itu marah dan memberinya hukuman. Ranum segera menundukkan wajah. 

Akan tetapi, yang terjadi justru di luar dugaan.

Windraya justru tersenyum, seraya mengangkat dagu Ranum. “Kenapa harus meminta maaf? Digigit saat berciuman adalah salah satu hal yang membuat adegan itu jadi makin menyenangkan.”

Bisikan pria itu di telinga Ranum membuatnya meremang. “Tapi, Anda kesakitan, Pak,” ujar Ranum, berusaha fokus. 

“Satu gigitan kecil seperti itu, tak sebanding dengan apa yang akan kudapatkan.”

Ranum menatap bingung Windraya yang tiba-tiba saja menelusupkan tangannya ke balik lingerie yang Ranum kenakan.

!!!

Ranum tersentak dan berusaha menjauh. Namun, suaminya itu menahannya.

“Ah, Pak ….” Ranum terkejut, merasakan tangan Windraya di salah satu payudaranya. 

“Berapa banyak pria yang sudah memegang ini?” tanya Windraya, sambil terus meremas pelan payudara Ranum.

Pria itu terlihat sangat berbeda dengan beberapa saat yang lalu. Kali ini, dia begitu nakal dan lebih menakutkan.

“Ti--tidak ada,” jawabnya. “Bapak yang pertama menyentuh saya,” ucap wanita muda itu, tak berani melawan tatapan Windraya. 

“Begitukah?” 

Ranum mengangguk, disertai lenguhan pelan.

Dia menggigit bibir bawah karena tak kuasa menahan gejolak kenikmatan yang menyerang kian dahsyat, merasakan sentuhan Windraya yang terus membelah tubuhnya.

Terlebih, ketika pria itu kembali melumat bibir, sambil merebahkan tubuh Ranum ke tempat tidur ... 

"Kalau ini, apakah aku yang pertama juga?"

Deg!

Ranum menutup matanya. Namun, dia dapat merasakan Windraya menyentuh inti tubuhnya dan bergerak semakin liar...!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yuyun Yuningsih Yuni
wajarlah...karna ranum emg baru pertama kali
goodnovel comment avatar
AkiraYuki
Wah wah wah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Siri Tuan Pewaris   Berbuah Manis, Berakhir Bahagia

    Ranum terlihat ragu. Dia masih ingat betul seperti apa sikap Ainur, saat terakhir kali mereka bertemu. Terlebih, setelah wanita paruh baya itu membeberkan jati diri Ranum yang sebenarnya. “Kenapa? Ibumu pasti tak akan berpikir macam-macam lagi. Dia sudah mengetahui siapa suamimu. Aku pernah berbicara secara langsung dengannya,” ujar Windraya tenang. “Saya tidak yakin. Ini bukan hanya tentang status sebagai istri, tetapi juga sebagai anak,” ujar Ranum pelan, seraya menundukkan wajah. Melihat bahasa tubuh sang istri yang dirasa aneh, membuat Windraya menautkan alis. “Ada apa?” tanyanya lembut. Bukannya menjawab, Ranum justru terisak pelan. “Kenapa?” tanya pengusaha itu lagi kian penasaran. “Beliau bukan ibu kandung saya, Pak,” jawab Ranum lirih.“Apa?” Windraya menatap tak percaya.Ranum mengangguk. Tak lama, dia menceritakan semua yang Ainur katakan dulu secara terperinci. Membuat Windraya ternganga tak percaya. “Ibu saya seorang pelacur, Pak. Itulah kenyataannya,” ucap Ranum di

  • Istri Siri Tuan Pewaris   Dari Hati ke Hati

    Ranum menatap sang suami. “Terserah Anda,” ucapnya sambil berbalik, kemudian melanjutkan langkah. “Tunggu, Ranum!” cegah Windraya. Ranum kembali tertegun. Namun, kali ini tak menoleh, meskipun mendengar langkah Windraya yang mendekat padanya. “Ayolah. Kumohon,” bisik Windraya, seraya menyentuh lembut lengan sang istri. “Saya sudah menjawab tadi,” ucap Ranum dingin. “Bukan itu maksudku,” bantah Windraya, seraya berpindah ke hadapan Ranum. Dia mengambil Elok, lalu menggendong sang putri yang ternyata sudah bangun. Windraya mengecup bayi itu penuh kasih. “Aku harus bagaimana lagi?” tanyanya.Ranum tidak menjawab. Dia justru memalingkan wajah. “Sayang,” ucap Windraya lagi, dengan raut setengah memohon. “Aku sudah menceraikan Mayla, yang dinikahi secara sah. Aku masih mempertahankanmu hingga saat ini karena berharap bisa memiliki ikatan yang lebih baik dan kuat.” “Semudah itu?” Ranum yang dalam beberapa waktu terakhir puasa bicara terhadap Windraya, kali ini bersedia menanggapi ucap

  • Istri Siri Tuan Pewaris   Belum Berubah

    Hari berganti. Namun, sikap Ranum tak juga berubah. Dia masih irit bicara terhadap Windraya. Padahal, sikapnya di hadapan orang lain terlihat biasa.Windraya sendiri akhirnya terbiasa dengan hal itu. Namun, dia tak membiarkan Ranum begitu saja. Windraya tetap mengajaknya berbincang, meskipun seperti tengah berbicara dengan tembok.Walaupun begitu, Windraya tak peduli. Pengusaha tampan tersebut bahkan kerap bercerita tentang masa kecil, remaja, hingga segala hal yang sebelumnya tidak Ranum ketahui. “Aku tahu itu gila. Tapi, teman-temanku jauh lebih gila. Jika ingat mereka, rasanya ingin kembali ke masa di mana tak ada hal lain yang kupikirkan selain pelajaran sekolah,” tutur Windraya, sambil duduk bersandar. Dia menoleh beberapa saat pada sang istri, yang berbaring dalam posisi menyamping dan tentu saja membelakanginya.“Banyak hal yang sudah berubah,” ucap Windraya lagi, seraya mengalihkan perhatian ke arah lain. “Jangankan dari masa sekolah. Dalam tahun ini saja, banyak hal terjadi

  • Istri Siri Tuan Pewaris   Takut Kehilangan

    Windraya menatap Ranum dengan sorot tak suka. Namun, dia memilih tak banyak bicara. Pria itu mengalihkan perhatian pada Marcell. Sang ajudan berpura-pura sibuk dengan telepon genggamnya. Pengusaha tampan yang kini menyandang status ayah tersebut mengembuskan napas pelan. Dia tersenyum kecil, saat dua orang pelayan datang membawa serta menyajikan makanan yang telah dipesan. “Makan dulu,” ucap Windraya entah ditujukan pada siapa. Ranum yang tengah asyik berbincang dengan Annchi, tak menanggapi. Dia terus berbicara pada gadis kecil itu. Sesekali, suara Bastian terdengar menimpali. Mendengar suara pengusaha yang telah menampung Ranum selama pelariannya, membuat darah dalam tubuh Windraya berdesir lebih kencang dari biasanya. Degub jantung pun jadi tak beraturan. Jika tak sedang menggendong Elok, Windraya mungkin akan langsung merebut telepon genggam yang tengah digunakan video call oleh sang istri. Namun, dalam situasi seperti saat ini, Windraya tak bisa berbuat apa-apa. Dia harus pa

  • Istri Siri Tuan Pewaris   Diam

    Sontak, ketiga pria di ruang tamu langsung menoleh ke sumber suara. Sosok Ranum muncul sambil menggendong Elok. Dia datang ditemani Celia. Ibu muda itu memandang Windraya, dengan tatapan tak dapat diartikan."Ranum?" Windraya menatap tak percaya. Sebenarnya, dia ingin langsung menghambur dan memeluk wanita itu. Namun, Windraya berusaha menahan diri.Ranum melangkah tenang ke dekat Bastian. "Maafkan saya, Pak. Padahal, saya sudah mengatakan akan bekerja di sini sebagai tanda terima kasih. Namun, saya justru ...." Ranum tak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa tak enak yang menyelimuti hati wanita muda itu."Tidak usah dipikirkan, Mbak. Saya memberikan bantuan tanpa mengharap imbalan apa pun. Saya senang karena Mbak Ranum dan Elok sehat," balas Bastian tulus."Bagaimanapun juga, Mbak Ranum harus kembali kepada suami. Apalagi, Elok sudah terlahir ke dunia. Dia membutuhkan sosok orang tua, yang nantinya akan membimbing dan memberikan segala yang terbaik," ujar Celia menimpali."Terima kasih,

  • Istri Siri Tuan Pewaris   Pulang

    “Apa maksudmu berpisah?” Tatapan Windraya menyiratkan rasa tak mengerti. Dia juga tak suka mendengar ucapan Ranum. “Meskipun pernikahan kita tidak diakui secara hukum negara, tetapi Anda tetap harus menceraikan saya —”“Tidak!” tolak Windraya tegas. “Aku tidak akan pernah melakukan itu!”“Saya ingin berpisah, Pak,” desak Ranum tak kalah tegas. Menghadapi sang istri yang keras kepala, membuat Windraya kembali kehilangan kesabaran. Dia meraih lengan sebelah kanan Ranum, mencengkramnya cukup erat. “Sudah kukatan agar jangan bermain-main denganku, Ranum. Kamu tidak akan menyukainya!”“Saya tidak peduli lagi, Pak,” balas Ranum. “Lebih baik Anda pergi dari sini sekarang juga,” usirnya penuh penekanan.“Tidak tanpamu dan Elok,” tolak Windraya tegas.“Tapi, saya tidak bersedia. Saya akan tetap berada di sini.” “Jangan keras kepala, Ranum. Jangan sampai aku memaksamu —”“Itulah yang biasa Keluarga Sasmitha lakukan. Memaksakan kehendak mereka pada orang lain,” sela Ranum. Dia melepaskan ceng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status