Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Napas hangat Dimas begitu terasa di tengkuk leher Adinda.Dinikmatinya momen-momen saat Adinda memohon padanya untuk dilepaskan.Tapi, pria itu jelas tak mungkin melepaskannya.Karena, memang inilah yang diinginkan oleh Dimas: melihat wajah Adinda yang penuh dengan ketakutan, serta tidak berdaya dalam menghadapi dirinya.Jika sebelumnya Dimas hanya mengancam, tapi tidak dengan kali ini.Tidak akan ada lagi ampun untuk wanita kurang ajar itu."Tuan Dimas, jangan lakukan ini pada ku," mohon Adinda, tidak ada hentinya.Dimas justru tersenyum. Srak!Dengan cepat, tangan kekarnya merobek pakaian Adinda dan melemparkan dengan asal.Adinda pun semakin panik saat tubuhnya tanpa sehelai benang itu pun terpampang nyata di hadapan Dimas.Dia mencoba untuk menarik selimut agar menutupi tubuhnya.Namun, sia-sia karena malam ini Dimas sepertinya dikuasai oleh kemarahan.Kedua tangan Adinda pun ditekan erat. Gelengan kepala wanita itu justru membuat senyum miring tampak muncul di bibir Dimas.Dibe
Siraman itu sepertinya berhasil.Kelopak mata Adinda kini tampak bergerak, hingga perlahan terbuka.Dengan kepala yang terasa pusing, dia pun mencoba untuk mendudukkan tubuhnya."Akh," rintih Adinda merasa sakit di sekujur tubuhnya.Sekujur tubuhnya terasa remuk karena Dimas, belum lagi kesucian yang telah dia jaga selama 20 Tahun lamanya pun direnggut paksa.Rasanya sangat miris sekali hidupnya.Menikah dengan paksa dan orang itu bukan seseorang yang dia cintai.Kemudian, pria yang menjadi suaminya adalah seorang duda beranak satu.Belum lagi perbedaan usia yang sangat jauh.Ditambah lagi pria itu sangat kasar dan tidak tahu bagaimana cara menghargai seorang wanita.Dosa apa yang ia lakukan sehingga harus mendapatkan jalan hidup yang begitu terjal.Karena saat ini Adinda bukan hanya lelah badan. Tetapi, juga lelah perasaan.Adinda pun menarik selimut untuk menutupi dirinya.Kemudian mengusap wajahnya yang basah karena siraman air yang dilakukan oleh Dimas.Matanya melihat Dimas yang
Di sisi lain, Adinda menenangkan dirinya dengan membersihkan diri secara menyeluruh.Begitu selesai, ia pun keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di tubuhnya. Dapat dilihatnya, Dimas masih berdiri di sana.Apakah Adinda peduli?Jelas, tidak.Bahkan dia sengaja memakai handuk milik Dimas. Padahal, pria itu tidak suka ada barang miliknya yang dipakai oleh orang lain.Termasuk handuk yang biasa dia gunakan Dimas.Sialnya Adinda malah lancang memakainya.Rasanya, wanita itu semakin menjadi-jadi setelah Dimas merenggut kesuciannya.Bahkan, Adinda hanya tersenyum miring saat melewati dirinya.Dimas yang tidak suka dengan sikap Adinda pun mencengkram erat lengan Adinda.Membuat langkah kaki Adinda pun terhenti, dia pun melihat tangan Dimas yang masih mencengkram erat lengannya.Kemudian melihat wajah Dimas dengan berani."Beraninya kamu menatapku?!" geram Dimas.Tatapan Adinda yang seakan menantangnya membuat seorang Dimas kehilangan kesabarannya."Saya bisa melakukan hal lebih dari
"Bodoh! Untuk menyelidiki satu wanita jalang itu saja kau tidak becus!" Brak!Dimas melempar sebuah laptop ke arah Gilang yang untungnya dapat menghindar.Peduli setan dengan laptop seharga jutaan dolar itu hancur berantakan di lantai.Dimas sangat kecewa dengan kerja Gilang yang tidak bisa membuatnya puas.Dia sudah meminta Gilang untuk menyelidiki tentang Adinda, terutama kelemahan Adinda agar bisa dia kendalikan. Akan tetapi tidak menghasilkan apa-apa.Membuat amarahnya semakin membuncah."Maaf, Pak Presdir," Gilang menundukkan kepalanya sambil berdoa semoga saja dia masih bisa bernapas dengan baik setelah ini."Baiklah, jadikan wanita itu asisten saya! Cepat!""Baik, Pak Presdir," cepat-cepat Gilang keluar dari ruangan tersebut.Dia akan menghubungi Adinda dan menjadikan wanita itu sebagai asisten Dimas.Seperti yang diperintahkan padanya.Dimas meninju udara.Mungkin dengan menjadikan wanita itu sebagai asistennya bisa membuat wanita itu segera tunduk padanya.Bahkan dia tidak
"Apa jadwal saya hari ini?" Adinda pun melihat pada tab tersebut.Namun, pikiran Dimas saat ini bagaimana caranya untuk bisa membuat Adinda memiliki kesalahan."Ada meeting di restoran permata hijau, sekarang," jawab Adinda.Dimas pun segera bangkit dari duduknya kemudian berjalan.Sedangkan Adinda mengikuti dari belakang.Dengan sengaja Dimas melangkah cepat agar Adinda kesulitan untuk mengimbangi.Tubuh Adinda memang kecil, tapi dia juga tidak kalah cepat dalam berjalan.Bahkan dia berjalan sangat lincah meskipun dengan sepatu hak tingginya.Memegang tab di tangannya dan saat itu Dimas berhenti di depan sebuah mobil."Buka pintunya, itu tugas mu!" kata Dimas.Adinda pun membuka pintu mobil bagian kemudi."Kau pikir saya yang mengemudi dan kau duduk manis di belakang? Kau pikir kau itu siapa?" tanya Dimas meremehkan Adinda.Adinda pun menutup pintu bagian kemudi dan berpindah membuka pintu mobil bagian belakang.Setelah menatap tajam Adinda, kini Dimas pun duduk di sana."Kau yang m
Di saat yang sama, Megan mendatangi rumah Laras secara langsung.Dia ingin kembali pada Dimas. Selain karena ada Moza, dia juga tahu jika Dimas akan menjadi pewaris dari kerajaan bisnis Laras yang terkenal dengan kekayaannya mencapai triliunan rupiah.Jadi, dengan penuh percaya diri, dia menemui Laras untuk berbicara, "Saya tahu anak Ibu hanya menikahi wanita gembel itu karena paksaan dari, Ibu." Megan tersenyum pada wanita yang kini duduk di hadapannya.Sementara itu, Laras hanya tersenyum mendengar ucapan dari mantan istri putranya tersebut."Kebahagiaan Dimas ada pada saya, bukankah, seorang ibu ingin kebahagian untuk anaknya?" tambah Megan dengan senyuman penuh kebanggaan."Saya pun mencintai dia. Jadi, hari ini saya memberanikan diri untuk meminta, Ibu merestui kami kembali," tambah Megan lagi.Laras pun mengangguk membuat Megan merasa lega.Ah, rasanya tidak mungkin tapi sepertinya apa yang akan menjadi tujuannya akan tercapai.Perusahaan keluarganya diambang kebangkrutan. Sehi
"Apa kau sengaja ingin mempermalukan saya?!" Dimas tak kuasa menahan amarahnya terhadap Adinda.Pak Presdir?Itulah panggilan Adinda padanya di hadapan Megan barusan.Apakah itu salah?Jelas salah, Megan tampak seperti mengejek dirinya saat mendengar panggilan Adinda."Mempermalukan?" tanya Adinda yang duduk di kursi kemudi.Sedangkan Dimas duduk di sampingnya.Sesaat kemudian Adinda pun langsung saja mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.Pikirannya kacau karena melihat pria yang masih berstatus sebagai kekasihnya begitu mesra dengan Megan.Meskipun tanpa Dimas dan Megan ketahui jika Adinda dan Ferdi memiliki hubungan khusus."Pak Presdir? Kau memanggilku dengan sebutan itu di hadapan Megan!" geram Dimas mengingat saat Adinda memanggilnya dengan sebutan itu.Citt!Adinda pun menginjak pedal rem membuat Dimas pun harus terhempas hingga mengenai dasboard mobil."Sial!" umpat Dimas penuh kemarahan.Kemudian dia pun melihat Adinda dengan tatapan tajam."Maaf, Pak Presdir. Ada anak