Home / Romansa / Istri Tawanan Abdi Negara / Kehadiran Yang Tak Diharapkan

Share

Kehadiran Yang Tak Diharapkan

Author: ekaphrp
last update Last Updated: 2025-07-14 17:01:35

Usai menyelesaikan misi di luar kota, Yudha langsung kembali. Ada satu misi lain yang harus diselesaikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, yaitu meluruskan apa yang terjadi. Bahwa sesungguhnya ia tidak tahu tentang riwayat alergi sang istri. Setelah beberapa hari menghilang tanpa jejak, ia yakin—Tavisha yang mudah sekali berapi-api akan tersulut emosi. 

Untuk itu, langkah kakinya berat dan cepat, seolah dibersamai oleh badai yang tak terlihat. Yudha bahkan belum sempat mengganti seragam yang mungkin tampak lusuh. Tapi ia tidak peduli. 

Bahkan, matanya terlihat memerah bukan karena kantuk, tapi karena ia tidak tidur dalam memimpin misi penyelamatan sandera yang menegangkan. Namun, yang menguasai pikirannya sejak kembali ke ibu kota bukanlah misi tersebut, melainkan satu nama—Tavisha.

Ia tak sempat ke rumah atau bahkan menghubungi komandannya. Begitu mendarat, ia hanya meminta izin darurat ke markas untuk langsung menuju rumah sakit. Dada Yudha sesak karena rasa bersalah. Ia mendengar kondisi alergi berat yang diderita oleh Tavisha, karena kelalaiannya. Sementara dirinya … suami sah perempuan itu, justru tak ada disisinya ketika nyaris kehilangan nyawa.

Yudha menatap nomor kamar dari ujung lorong. Ada sedikit rasa takut di sana. Bukan karena kondisi sang istri, tapi takut melihat reaksi Tavisha terhadapnya. Ia pun mendekat, perlahan. Namun, langkah kakinya terhenti ketika mendengar canda tawa dari dalam kamar. 

“Dasar brengsek!” 

“Lo ngatain gue brengsek?”

“Bukan lo, tapi tuh lelaki!”

Suara Tavisha terdengar kesal, namun ada sedikit kelegaan. Sebab, melihat sisi perempuan itu yang masih sama. Sisinya yang tidak pernah mengenal takut. 

Yudha membeku di balik pintu yang sedikit terbuka. Hanya ada segaris celah, namun cukup bagi sorot matanya untuk memandang dua sosok di dalam ruangan. 

Tavisha bersandar pada bantal, rambutnya dicepol seadanya. Wajahnya tampak lebih segar, meski masih pucat. Di sisinya, duduk seorang laki-laki dengan jaket biru dongker. 

Mereka tertawa bersama dan saling menyindir satu sama lain. Jarak mereka memang tidak bersentuhan, tapi cukup dekat untuk membuat rahang Yudha mengetat.  

Dalam sekejap, rasa lelah dan khawatir Yudha luruh digantikan sensasi pahit yang menohok. Ia tidak marah, tepatnya belum tahu. Tapi hatinya seperti diremas dari dalam. Diam-diam hancur. 

‘Siapa lelaki itu? Kenapa mereka sangat dekat? Dan Tavisha terlihat nyaman?’

Perlahan tapi pasti, Yudha mendorong pintu tersebut hingga terbuka lebar. Seketika itu pula, kedua pasang mata disana langsung menoleh. Tatapan Tavisha membeku. Sementara Samuel refleks beranjak, seperti tengah tertangkap basah berselingkuh dengan istri orang. 

Yudha berdiri tegap di ambang pintu, tubuhnya menjulang tinggi. Seragam lorengnya masih kumal, tapi justru membuatnya tampak semakin menakutkan. Mata tajamnya menatap Samuel, lalu beralih ke arah Tavisha yang memucat. 

“Maaf mengganggu, sepertinya saya datang di waktu yang kurang tepat.”

Tavisha seperti tertohok oleh kalimat itu. Tatapan Yudha begitu tajam, seolah mengatakan bahwa ia tidak suka kehadiran sahabatnya disana. Entah mengapa, tiba-tiba saja lidahnya kelu. Jantungnya jadi berdetak tak karuan. 

Sama halnya seperti yang Samuel rasakan, Tavisha merasa seperti seorang istri yang tertangkap basah berselingkuh dibelakang suaminya sendiri. Padahal bukan seperti itu ….

“Ha-halo. Saya Samuel, sahabatnya Tavisha.”

Meski gugup, Samuel tetap mengulurkan tangan itu. Namun, Yudha hanya menatap uluran tangan itu cukup lama. Matanya bahkan tidak bergerak sedikit pun.

Dalam sekejap, udara di dalam kamar berubah jadi berat, seolah-olah ada gelombang amarah yang tidak pernah terucap. 

Tatapan Yudha tidak sekadar menolak jabatan tangan, tapi juga mengatakan bahwa kehadiran Samuel tidak diharapkan disana.

Samuel menarik kembali tangannya perlahan, gerak-geriknya canggung. Ia bisa merasakan desakan tak terlihat untuk segera pergi. Ia seperti seseorang yang baru saja melanggar batas tak kasatmata. Ia menoleh pada Tavisha, seolah meminta persetujuan diam-diam. Tapi perempuan itu hanya membisu. Matanya tertuju pada Yudha, sang suami yang tiba-tiba muncul dalam wujud berbeda—bukan hanya fisik saja, tapi juga aura yang mengitarinya. 

“Kalau begitu, gue pamit dulu, ya.” 

Samuel bergerak kaku seraya menatap Tavisha dan Yudha silih berganti. 

“Jangan lupa, laporan penelitian lo udah ditungguin sama pembimbing,” ucap Samuel, seolah kedatangannya disana hanya untuk urusan perkuliahan. 

“Oke.”

Tavisha menjawab sekenanya. Ia merasakan aura yang tidak menyenangkan disana. Entah karena dominasi sang suami yang begitu kuat. Atau sesuatu hal yang lain, yang tidak ia ketahui. 

Yudha masih bergeming, namun sorot matanya mengikuti setiap langkah Samuel yang berjalan melewati. Tidak ada sepatah kata pun yang terlontar sebagai salam perpisahan, bahkan anggukan pun tidak. Ia hanya berdiri seperti patung yang penuh bara api di dalamnya. 

Begitu pintu tertutup, Yudha mendekat. Sepatu bot militernya berdentum pelan di lantai, menyisakan gema yang membuat suasana makin tegang. Kemudian, ia berdiri tepat di sisi ranjang Tavisha. 

Tavisha membisu, memperhatikan sosok suami yang kini berdiri di hadapannya. Rambut Yudha berantakan, tapi tetap memancarkan pesona yang luar biasa. Wajahnya lelah—tapi sorot matanya menyala seperti bara yang belum padam. Ia tidak duduk. Hanya berdiri seperti seseorang yang tampak hendak menghakimi. 

“Sejak kapan lo pulang? Gue nggak tahu kalau lo udah disini,” ucap Tavisha pelan, mencoba memecah ketegangan.

Yudha mendengus. 

“Jelas saja, karena kamu terlalu sibuk bercanda sama laki-laki lain.”

Deg!

Tavisha tertegun. Tak paham maksud ucapan tersebut. 

“Apa maksud lo? Dia itu sahabat gue. Bahkan, sebelum gue kenal lo!”

“Sahabat?”

Yudha mengulang dengan nada yang lebih tajam. 

“Sahabat seperti apa yang datang ke kamar rawat inap istri orang, duduk sambil bercanda. Apa dia tidak tahu kamu sudah bersuami?”

Nada suara itu terdengar rendah, tapi cukup menusuk. 

Sementara Tavisha yang tidak mengerti dengan sikap Yudha yang tiba-tiba posesif membuatnya hanya bisa menghela napas. 

“Gue nyaris mati, ya! Dia datang karena merasa bersalah, nggak sempat datang pas gue butuh bantuan!”

“Memang kamu pikir cuma dia yang merasa bersalah?”

Suara Yudha terdengar getir. 

“Maksud lo?”

“Saat Papa kamu bilang, kamu ada alergi almond. Saat itu saya khawatir. Tapi ….”

“Tapi lo lebih pilih nggak peduli, iya, ‘kan?”

Tavisha bersedekap, mendongak sambil tertawa sinis. Pertemuan yang diharapkan bisa menjadi ajang untuk meluruskan kesalahpahaman, justru berujung pertengkaran yang tidak diharapkan. 

“Bukan begitu.”

Yudha merendahkan ucapannya. Menarik napas dan mencoba meredam gejolak emosi yang kadung menyala. 

“Seharusnya kamu tahu bagaimana menjaga martabat suami saat tidak ada disini. Apa kata orang kalau melihat kamu berdua dengan laki-laki lain sementara suami kamu sedang bertugas?”

Ucapan itu seperti tamparan. Tavisha menegakkan tubuhnya yang bergetar. Bukan karena sakit, tapi emosi yang kian berapi. Bukankah seharusnya Yudha meminta maaf karena hampir saja membunuhnya? Tapi, mengapa kehadiran pria itu justru hanya membuat sesak saja?

“Jadi ini soal reputasi lo?”

***

ekaphrp

Sejauh enam bab ini bagaimana? Yuk komen sebanyaknya~ Makasih!

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Mbak Nana
sudah jadi tugas nya tavisa .kamu harus menyadari sebagai seorang istri prajurit tugas negara bisa sewaktu-waktu di saat urusan pribadi juga penting
goodnovel comment avatar
Mbak Nana
tubuh lelah ,ngantuk jadi satu setelah bertugas malah melihat tavisa hahahihi dengan lelaki lain walaupun itu sahabat nya tapi ya tetap terasa panas bagi Yudha ...
goodnovel comment avatar
Kania Putri
helo kalian baru saling kenal yudah juga gak tau kamu alergi kacang almond kali. minggalkan bukan berati yg perduli tavisha kamu harus paham yudha ada tugas negara kan malah kamu ambil kesimpulan demi martabat susah sih jelaskan sama tavisha ini tapi kamu harus kasih tau yg sebenarnya biar dia tau
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Kehadiran Yang Tak Diharapkan

    Usai menyelesaikan misi di luar kota, Yudha langsung kembali. Ada satu misi lain yang harus diselesaikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, yaitu meluruskan apa yang terjadi. Bahwa sesungguhnya ia tidak tahu tentang riwayat alergi sang istri. Setelah beberapa hari menghilang tanpa jejak, ia yakin—Tavisha yang mudah sekali berapi-api akan tersulut emosi. Untuk itu, langkah kakinya berat dan cepat, seolah dibersamai oleh badai yang tak terlihat. Yudha bahkan belum sempat mengganti seragam yang mungkin tampak lusuh. Tapi ia tidak peduli. Bahkan, matanya terlihat memerah bukan karena kantuk, tapi karena ia tidak tidur dalam memimpin misi penyelamatan sandera yang menegangkan. Namun, yang menguasai pikirannya sejak kembali ke ibu kota bukanlah misi tersebut, melainkan satu nama—Tavisha.Ia tak sempat ke rumah atau bahkan menghubungi komandannya. Begitu mendarat, ia hanya meminta izin darurat ke markas untuk langsung menuju rumah sakit. Dada Yudha sesak karena rasa bersalah. Ia mendeng

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Menghilang Tanpa Jejak

    Ruang perawatan intensif itu hening. Hanya suara monitor detak jantung dan desisan lembut dari tabung oksigen yang memecah sunyi. Lampu ruangan redup, menghindarkan pasien dari silau yang bisa menambah tekanan. Tirai gorden sedikit terbuka, membiarkan semburat cahaya jingga menyelinap masuk melalui jendela kaca yang sedikit berembun. Udara di dalam ruangan tetap dingin, namun tak cukup untuk mengusir bayangan tadi pagi.Tavisha membuka matanya perlahan. Kelopak matanya berat, seperti digantungi oleh batu. Penglihatannya buram dalam beberapa detik, tapi perlahan mulai fokus. Warna putih mendominasi pandangan. Bau antiseptik menyeruak tajam di indera penciuman. Hal itu, menyadarkan bahwa dirinya sedang ada di rumah sakit. Ia tidak langsung bergerak. Dadanya terasa sesak, meski tidak seberat beberapa jam sebelumnya. Ada rasa mengganjal di tenggorokan. Nafasnya masih pendek, tapi tidak lagi menyakitkan.Ketika kesadarannya kembali utuh, otaknya langsung memutar ulang potongan-potongan in

  • Istri Tawanan Abdi Negara    Berawal Dari Kesalahan …

    Yudha berdiri tegak di barisan paling depan ketika matahari mulai naik, sehingga menciptakan siluet tajam di balik deretan prajurit berseragam lengkap. Ia tampak fokus mendengarkan laporan komandan upacara, tetapi dibalik ketegasan, pikirannya belum sepenuhnya pulih dari bayang-bayang perjanjian pernikahan yang Tavisha ajukan tadi pagi. “Gue nggak keberatan memainkan peran sebagai istri cuma buat menjaga wajah dan stabilitas politik kalian. Tapi, jangan harap gue mau hidup selamanya sama lo!”Sungguhan perempuan itu berhasil membuat hidupnya jauh dari kata tenang. Selama ini, ia menganggap pernikahan hanya akan menghambat karirnya. Dan benar saja, selama apel pagi, ia dibuat tidak tenang. Meskipun ia berusaha setenang lautan, tapi gemuruh ombak tetap menggoyahkan pertahanan. Yudha tak tahu apa yang akan terjadi di dalam hubungan pernikahan mereka nantinya. Bahkan, maksud dibalik perjodohan itu terlalu samar. Apa benar yang Tavisha katakan? Bahwa pernikahan mereka hanya demi misi yang

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Perjanjian Pernikahan

    Pagi itu matahari masih enggan naik sepenuhnya ke langit ketika Tavisha melangkah cepat di lorong lantai dua. Hening, selain suara langkahnya sendiri yang bergema di seluruh penjuru rumah. Rambutnya dicepol tinggi, pakaian yang ia kenakan sederhana—menggambarkan bahwa ia memang sosok mahasiswi. Balutan kaos oversize serta celana jeans selalu menjadi andalannya. Langkah itu semakin tegas berkelana, matanya menyala dengan tekad yang tak bisa diganggu gugat. Setelah apa yang terjadi semalam. Betapa dinginnya sosok sang suami dan tidak berprikemanusiaannya. Tavisha perlu mempertegas bahwa ia tidak akan hidup dalam kendali pria itu. Hari ini ia akan menyelesaikan satu hal penting. Perjanjian pernikahan.Ia tak sudi menjadi boneka dalam permainan politik keluarga. Jika mereka mengikatnya pada pria bernama Yudha demi misi yang ia sendiri tak tahu, maka ia juga berhak menentukan kapan akan melepaskan diri. Ia sudah menyusun draft perjanjian pernikahan itu semalam, dengan pasal-pasal rinci, te

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Pernikahan Yang Tak Diinginkan

    Pernikahan Tavisha dan Barathayudha berlangsung seperti prosesi kenegaraan. Mewah, terorganisir, namun hampa. Prosesi upacara pedang pora berlangsung khidmat. Kini, dua pengantin berdiri di pelaminan dengan tubuh yang kaku. Tavisha berbalut kebaya putih gading hanya mampu menatap para undangan dengan tatapan tajam nan kosong. Ia berdiri tepat di sisi Yudha, pria berseragam TNI dengan sorot mata datar serta rahang mengeras. Tak ada bisikan lembut atau kata-kata yang menenangkan kemelut di hatinya. Hanya ada jeda yang menggantung panjang di antara mereka. Tavisha bahkan tak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Sungguhan, pernikahan ini terlalu tiba-tiba. Bahkan, ia tak sempat mengenal siapa sosok suaminya. ‘Ma, Tavisha akhirnya menikah,’Dalam keheningan Tavisa bermonolog. Bagaimanapun, peran ibu yang harusnya masih membersamai—tak lagi didapatkan sejak remaja. Itu mengapa, ada kekosongan dalam jiwa perempuan disana. “Selamat, ya, Nak.”Begitu para tamu menghampiri, menyapa la

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Tanisha Putri Tandjung

    "Nona Tavisha ...."Dua orang pria berbadan besar lengkap dengan pakaian serba hitam berdiri di hadapan seorang wanita dengan rambut dicepol asal, pakaian kasual—celana jeans, kaos oversize polos serta sepatu kets putih. Tak lupa, shoulder bag berwarna senada dengan sepatunya."Sudah saya bilang, jangan menunjukkan eksistensi kalian di lingkungan kampus. Kenapa—""Maaf, Nona. Bapak ingin bertemu Anda."Salah seorang pria berwajah bulat memotong ucapan perempuan tersebut hingga tampak begitu kesal. Perempuan itu memutar bola matanya malas."Saya masih ada tugas, minggir!""Maaf, Nona. Bapak bilang kalau Nona tidak mau datang baik-baik, kami terpaksa—"Belum genap ucapan itu terlontar, Tavisha langsung berdecak sinis. Melihat lingkungan sekitar, dimana beberapa orang menatap ke arahnya dengan pandangan tak suka. Membuat Tavisha menjatuhkan pilihan untuk melangkah secara sukarela."Oke ... oke!"Perempuan itu menghentakkan kaki, melangkah lebih dulu menuju mobil MV3 dengan plat nomor mer

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status