Share

3. Bertemu Kakek

Penulis: Harmony^-
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-26 22:35:56

“Bagaimana keadaan wanita itu?”

Tuan Orlando menatap Senna dan Posy yang berdiri di depannya dalam sikap hormat dengan tatapan dingin—penuh penekanan.

“Nona tidak keluar dari kamarnya sejak insiden Tuan Muda Ozias, Tuan Count.” Senna menjawab dengan patuh.

Sementara Posy hanya diam dan memperhatikan ekspresi Orlando. Lelaki tua itu terlihat geram karena perilaku cucunya.

“Panggil dia ke sini.” Orlando menatap tegas. “Jika dia tidak mau. Seret saja dia ke sini. Bagaimana pun caranya, bawa anak manja itu ke hadapanku sekarang!”

“Baik, Tuan Count.”

Senna dan Posy berjalan pergi meninggalkan tempat mereka. Tiga orang pengawal mengikuti mereka sesuai arahan Orlando untuk menyeret Sirena ke hadapannya.

Belum sampai di ujung pintu kamar Nona Sirena, mereka melihat wanita itu keluar dengan pakaian tidurnya.

Dia hanya menyisir rambut panjangnya agar terlihat lebih rapi dan menutup pundaknya dengan selendang sutra berwarna ungu muda.

“Nona, Tuan Count memanggil Anda ke ruangannya,” ucap Sir. Robin menatap Sirena dengan sikap hormat.

Kepala ksatria yang hanya tunduk dengan Kakeknya itu menatap Sirena dengan begitu dingin dan angkuh.

Namun Sirena tidak terprovokasi dan tetap tenang menghadapi sikap angkuh bawahannya.

“Begitukah?” jawab Sirena dengan suara lirih dan lemah. “Kalau begitu bawa aku pada beliau.”

Sir. Robin mengulurkan tangannya. Dia berencana menuntun Sirena yang terlihat lemah untuk berjalan santai menuju ruangan Count Orlando.

“Terima kasih, Sir. Saya baik-baik saja.”

Sirena menolak bantuan itu secara halus sebelum melalui tubuh kekar kepala ksatria kediaman Sharon itu.

Sir. Robin dan dua ajudan lainnya mengikuti langkah Sirena dengan patuh—menjaganya dengan baik dari belakang.

Langkah Sirena terhenti saat dia melihat hamparan taman bunga Gladius di sisi kanan lorong terbuka yang dia lewati.

“Nona?” Sir. Robin menatap wajah sendu Sirena saat melihat hamparan bunga tersebut. “Apakah Anda ingin membawa beberapa tangkai untuk Tuan Orlando? Beliau pasti akan senang.”

“Senang?” Sirena menoleh pada kepala ksatria kediaman Sharon itu dengan ekspresi datar. “Bukankah Kakek membenciku?”

Para ksatria tercengang. Mereka tidak menyangka jika Nona Sirena yang tidak tahu diri dan terus mengejar cinta Kakeknya, hari ini akan sedikit sadar diri.

“T-tentu saja tidak, Nona. Tuan Count sangat menyayangi cucunya,” jelas Sir. Robin berusaha mencairkan suasana canggung itu.

Sirena hanya membuang napas lembut secara perlahan dan melanjutkan perjalanannya menuju bangunan utama. Tempat Kakek dan semua keluarganya tinggal.

Setelah bangun untuk ketiga kalinya sebagai seorang Sirena Egberta, Lonie Karia sadar jika Sirena adalah anak yang tidak di sayang oleh keluarganya.

Walau semua itu terjadi karena sikap Sirena yang menyebalkan. Tapi akar kebencian dan sikap tidak tahu diri Sirena berasal dari sikap acuh keluarganya sendiri.

“Sekarang mau menyalahkan siapa? Semua ini berawal dari sikap pilih kasih mereka sendiri,” pikir Sirena berulang kali saat mengingat dia adalah anggota Sharon yang terkucilkan.

“Tuan Count sudah menunggu Anda di dalam, Nona Sirena.”

Madam Geneva menyambut kedatangan Sirena dengan wajah ketus serta nada bicara yang terdengar sarkas. Wanita itu sama sekali tidak menghormati Sirena dan itu sangat wajar karena Sirena adalah anggota keluarga yang terbuang.

“Tuan Count, Nona Sirena telah tiba,” seru Madam Geneva dari luar pintu.

“Suruh dia masuk!”

Madam Geneva membuka pintu. Dia membiarkan Sirena masuk ke dalam ruangan seorang diri.

“Saya datang, Kakek.”

Sirena memberi salam. Dia menunduk layaknya seorang putri dengan sikap sempurna.

Orlando sedikit terkejut melihat sikapnya. Padahal wanita itu tidak pernah melakukan hal tersebut sebelumnya. Lalu ada apa dengannya hari ini?

“Kemarilah dan terima ini.”

Orlando memberikan sebuah surat dan undangan pesta dari kekaisaran. Lebih tepatnya, pesta teh yang di gelar oleh Tuan Putri Elvira.

“Aku dengar kamu selalu mengikuti Putri Ke empat dengan baik. Kali ini undangan ini datang darinya.” Orlando menatap Sirena yang tampak tenang saat membaca isi surat tersebut. “Walau kesehatanmu kurang baik, tapi kamu tetap harus datang demi keluarga kita.”

“Ya, mencari nama memang penting,” gumam Sirena lirih.

“Apa kau bilang?!” teriak Tuan Orlando murka.

Namun Sirena hanya menatap Kakeknya dengan ekspresi datar tanpa gemetar ketakutan walau sudah di bentak lantang seperti itu.

“Tidak. Saya akan datang ke pesta teh Tuan Putri.” Sirena menunduk hormat. “Kalau begitu saya pergi sekarang, Kakek. Selamat menikmati sisa hari Anda.”

Setelah mengucap hal tersebut Sirena membalik tubuhnya dan berjalan pergi meninggalkan ruang kerja Tuan Orlando dengan tenang.

Bahkan langkah anggun dan sikap dewasa itu meninggalkan kesan mendalam pada Kepala Keluarga Sharon yang terus tercengang di buatnya.

“Ada apa dengan anak itu?” Orlando menopang kedua sikunya di atas meja dan menyatukan tangannya di depan dagu. “Dia aneh.”

“Madam Geneva.”

Wanita berusia empat puluh tahun itu segera masuk ke dalam ruangan untuk bertemu pemilik kediaman Sharon.

“Ya, Tuan Count.”

“Awasi Sirena dengan baik. Tempatkan seorang dayang di kediamannya untuk mengawasi cucuku.”

Madam Geneva diam-diam melirik tajam pada Tuan Orlando yang terlihat peduli pada Sirena. Ada kecurigaan dan ketidaksenangan muncul di dalam hatinya.

Namun yang bisa dia lakukan hanya patuh pada perintah lelaki tua itu tanpa membangkang.

“Baik, Tuan.”

Setelah pergi ke ruang kerja Orlando, kini Sirena kembali ke taman bunga Gladius. Dia ingin menikmati angin sejuk di bawah pohon Lilac yang ada di tengah-tengah taman bunga Gladius tersebut.

“Nona, Anda ingin pergi memetik—“

“Kamu boleh kembali Sir. Robin. Aku akan di sini sebentar untuk mencari angin.” Sirena menatap lelaki itu beberapa saat. “Aku akan kembali ke kamarku setelah cukup beristirahat.”

Sir. Robin diam di tempat. Dia tidak mengikuti Sirena, melainkan hanya melihatnya menjauh dalam diam.

“Komandan, bukankah Nona Sirena sedikit aneh? Saya tidak pernah melihatnya begitu tenang seperti hari ini.” Salah seorang ksatria yang ada di belakang punggungnya berucap dengan nada lirih.

Lelaki bermata kuning dengan surai merah cepat yang sedikit menutup bagian alisnya itu terlihat penasaran.

“Aku juga heran." Sir. Robin menghela napas gundah. Tapi ini bukan hal buruk, jadi biarkan saja. Sebaiknya kamu beri tahu dayang Nona Sirena tentang keberadaannya. Sementara aku akan kembali lebih dulu.”

“Baik, Komandan.”

Sirena duduk di bawah pohon Lilac dan memejamkan matanya. Angin yang berembus lembut menyapu permukaan kulitnya terasa sangat menenangkan.

“Damai. Inilah kedamaian,” gumamnya lirih sambil mengulas senyum lembut yang tampak puas.

“Tapi—“

Sirena membuka mata dan melihat Tuan Arsenio berdiri di depannya dengan tatapan sarkas—entah dari mana datangnya lelaki itu.

“Ketenangan saya hancur karena tatapan intimidasi Anda, Tuan Duke!” keluhnya sambil membuang napas kasar nan panjang.

Arsenio tidak kunjung memberikan dalih. Lelaki itu hanya diam dan mengamati Sirena dengan tatapan intens.

“Anda sakit, bukan?” Arsenio beranjak duduk di samping Sirena. “Bukannya angin kencang ini tidak baik untuk tubuhmu?”

Sirena kembali memejamkan mata, tampak tidak terganggu dengan tatapan sinis Arsenio.

“Oho! Kamu mengacuhkan aku?”

“Fuhh ... terlalu lama berada di dalam kamar juga tidak baik untuk kesehatan. Karena itu, tidak bisakah Anda pergi? Saya ingin sendirian menikmati ketenangan.”

Arsenio tidak beranjak dari posisinya. Dia malah menarik bahu Sirena sampai gadis itu tertidur di atas pahanya.

“Apa yang Anda—“

“Aku tidak akan berisik.”

Arsenio menyela perkataan wanita itu. Dia menatap lembut pada Sirena yang melempar tatapan permusuhan.

“Jadi jangan memintaku pergi, mengerti?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
Ayo Arsen, taqlukan serena
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Tawanan Duke Utara    56. Siluman

    “Nyonya Sirena. Bolehkah saya masuk?” Posy berdiri di depan kamar Sirena dengan membawa nampan berisikan sarapan untuk Nyonyanya. Sementara wanita muda yang berada di dalam kamarnya hanya menunduk dalam tanpa bisa menegakkan punggung dan lehernya dengan baik. Hantu Sirena merasa cemas. Dia tak lagi bisa mengendalikan dirinya. Padahal ini adalah tubuhnya. Namun dia seperti berada di dalam tubuh orang asing yang tak mau menuruti perintahnya. “Tubuh sialan! Milik siapa kau sebenarnya? Aku adalah pemilik aslimu.” Sirena menghardik dalam hati. “Cih, sekarang kau lebih nyaman di isi jiwa wanita kurang ajar itu dari pada diriku? Yang benar saja.” “Nyonya?” Posy mengerutkan kening samar. Dia mendengar seseorang bergumam sendiri di dalam kamar. Dia yakin itu suara Tuannya. Namun jika benar begitu, kenapa Sirena tak menjawab panggilannya? “Apakah Anda membutuhkan bantuan saya?” tanya Posy, sekali lagi. “Letakkan d

  • Istri Tawanan Duke Utara    55. Kontraktor

    “Terima kasih sudah mengantarku.” Pelayan perempuan itu menunduk hormat dan melihat kepergian Ozias beberapa saat, sebelum meninggalkan tempat. Dari kejauhan Ozias bisa melihat lelaki berambut coklat dengan mata biru melihatnya dengan tatapan tertegun. “Ozias?” gumam lelaki itu, senang melihat kawannya. Berbeda dengan lawan bicaranya yang terus menatap dingin—seakan melihat musuh. Melihat itu, Theo paham jika sekarang bukan saatnya berbincang ramah dengan seorang teman. “Aku datang untuk bertemu Kakakku. Dia di dalam, kan?” tanya Ozias, dingin. Theo mengangguk.  “Silakan masuk, Tuan. Saya akan mengantar Anda." Ozias hanya mengangguk dan mengikuti langkah Theo yang membawanya masuk ke dalam menara. Mereka menaiki tangga yang akan membawa keduanya ke puncak menara. “Bagaimana keadaan Kakakku?” Nada bicara Ozias melunak. Kini dia tak perlu memasang kewaspadaan tinggi karena hanya ada dirinya dan T

  • Istri Tawanan Duke Utara    54. Kedatangan Ozias

    BRAK! Arsenio menghantam meja. Beberapa puing kayu kokoh itu rontok ke atas karpet berbulu. Martell menatap takut. Dia tak pernah melihat Arsenio semarah ini selama satu tahun terakhir. Melihatnya kembali temperamental, tampaknya Nyonya Duchess yang baru selalu berhasil mengendalikan Duke mereka yang pandai mengontrol emosi. “Bisa-bisanya wanita itu membuatku kesal.” Arsenio mengepalkan tangannya semakin kencang. Dua urat menonjol di bawah dagu Arsenio membuat Martell menelan ludahnya susah—dia sangat tegang sekarang. “Yang Mulia, Tuan Frederick akan pergi ke desa untuk mencari informasi kemunculan pada monster.” Martell berusaha mengalihkan topik. Dia berharap Arsenio melupakan masalah Sirena dan fokus pada pekerjaan saja. Setidaknya itu lebih baik dari pada mengingat kenangan buruk yang membuat Tuannya menjadi emosional. “Aku sudah tahu. Frederick menyampaikannya padaku kemarin. Lalu, bagaimana dengan

  • Istri Tawanan Duke Utara    53. Intimidasi

    Posy terdiam beberapa saat. Melihat reaksi Vian dan Cavan yang cukup kebingungan, tampaknya hanya Theo yang bisa melihat sosok menyeramkan itu. “Anda, bisa melihatnya?” tanya Posy, terlihat cukup terusik. Lelaki bermata biru laut itu menganggukkan kepala. “Dari awal. Dalam wujud yang nyata.” Dia melirik ke arah sudut ruangan. “Bahkan sekarang, dia ada di sini—mengawasi kita.” Posy menatap ke beberapa sudut, termasuk sudut yang di lihat oleh Theo dengan tatapan waspada. Sayangnya, dia tidak bisa melihat wanita itu kecuali wanita itu menampakkan diri di hadapannya. “Besok saya akan mengaturkan pertemuan Anda dengan Nyonya.” Posy menatap waspada. “Yang bisa melihat wanita itu secara berkala hanya Nyonya ... jadi, bisakah Anda membicarakan hal ini kembali bersama dengan Nyonya besok?” Theo mengangguk. “Baiklah.”   “Nyonya.” Posy membuka gorden dan membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar. Na

  • Istri Tawanan Duke Utara    52. Hadiah

    Sirena berjalan masuk ke dalam menara tempatnya tinggal dengan langkah sempoyongan. Seperti yang dia duga, Arsenio telah menempatkan banyak pengawal untuk mengawasinya. Bahkan mereka bukanlah pengawal biasa. Karena baik Sirena atau Posy dapat merasakan kekuatan besar di dalam tiga lelaki berpakaian serba hitam itu. “Yang Mulia, Anda kembali?” Vian bergegas mendekat. Sayangnya, langkah Vian harus berhenti saat Posy menghalanginya dari Sirena. “Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan Vian?” Posy menatap tajam. Dia terlihat waspada. “Apa Anda di tugaskan menjaga Nyonya Duchess?” Vian menatap dalam diam beberapa saat. Lalu dia tersenyum setelah mengetahui pikiran lawannya. “Ya. Tuan Duke memerintahkan kami—“ “Posy. Sudahlah. Jangan berdebat.” Sirena memijat pelipisnya. “Pergilah ... kamu ingin bertemu dengan Lucas, kan?” Posy menatap ragu. Meninggalkan Tuannya sendirian dalam pengawasan tiga serigala cukup membu

  • Istri Tawanan Duke Utara    51. Balas Dendam

    Sirena menatap kaget tumpukan mayat di depan mereka. Begitu pula dengan Posy yang memperlihatkan reaksi yang sama. “Para pelayan mengatakan, bahwa di desa ini terkena wabah hitam. Tiap malam satu keluarga akan mati. Mayat mereka berlumuran darah walau tidak di temukan luka di tubuh mereka,” jelas Posy. Wanita berambut coklat tua dengan mata hijau itu menatap nanar tumpukan mayat manusia dengan bau yang menyengat. “Sungguh aneh,” gumamnya, tidak habis pikir. Suara langkah kaku seseorang membuat kedua wanita muda itu menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat lelaki bertudung hitam ada di dekat tumpukan orang-orang, seakan bersiap membakar mayat-mayat itu dengan obor di tangannya. “Ternyata ada penonton yang datang.” Lelaki berjubah hitam itu menoleh. Dia memperlihatkan wajah tampannya dengan berani. Bahkan tersenyum lembut pada Posy dan Sirena. Posy maju selangkah, menghalangi pandangan lelaki itu dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status