Share

Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder
Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder
Author: DF Handayani

1. Pria Misterius

Author: DF Handayani
last update Last Updated: 2025-07-17 18:51:11

"Sampai kapan pun aku tak sudi dimadu!" jerit Kyora dalam isak tangisnya.

PLAK!!!

Tubuh mungil itu terhempas jatuh ke lantai. Tamparan keras melayang di pipinya. Menjiplak memar merah, bahkan ujung bibir mungil itu merembes darah segar.

"Kau istri yang tak tahu diri, Kyora! Kau bahkan tak tahu cara berterima kasih!" hardik Javier, suami Kyora.

Suami? Masih pantaskah Javier disebut sebagai suami? Jangankan mencintainya, bahkan menyentuh Kyora pun tak Sudi ia lakukan. Baginya Kyora dan pernikahannya hanyalah alat untuk memperkaya diri dan melancarkan bisnis keluarganya.

Kyora tersenyum getir, dadanya remuk lebih dari rahangnya yang kebas.

"Berterima kasih? Aku yang selama ini memberikan kemewahan padamu dan keluargamu!" Ia mencoba melawan di sisa keberanian yang ia miliki.

PLAKKK!!

Tamparan yang jauh lebih keras dan menyakitkan. Tak hanya itu, tangan kasar Javier menjambak rambutnya.

"Wanita menjijikan, kau tak lebih dari sekedar jalang bagiku. Gara-gara kau, aku hampir kehilangan Calista!" hina Javier tepat di depan wajahnya yang sudah kacau.

"Jika, bukan karena terpaksa aku tak sudi menikahi wanita bodoh sepertimu. Semua kulakukan hanya untuk mendapatkan akses kekuasaan, agar mudah mendekati Calista dan merebutnya kembali ke sisisku." Javier menghempaskan tubuh Kyora dengan kasar.

"Kau benar-benar kejam Javier!" ritihnya sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Javier tertawa kejam. “Seharusnya kau tahu diri sejak awal. Dunia ini bukan untuk perempuan murahan sepertimu.”

"Jangan pernah berharap aku mencintaimu. Karena di hidupku hanya ada nama Calista! Jangan mencoba kabur dan merusak pernikahanku! Atau aku akan melenyapkanmu!" tandasnya penuh ancaman yang langsung pergi meninggalkan kamar dan menguncinya dari luar. Mengurung Kyora dalam penderitaan.

Remuk yang tak lagi bisa digambarkan oleh Kyora. Harga dirinya sudah hancur berkeping. Ia menangis sejadinya.

Javier yang notabene anak dari kaki tangan Benedict, Ayah Kyora, dipercaya untuk menjaga putri semata wayangnya. Pernikahan mereka digelar mendadak dan sangat privat. Seminggu setelah pernikahan, kedua orang tua Kyora meninggal dalam kecelakaan misterius.

Semenjak itu, Javier berkuasa atas segala bisnis milik keluarga Benedict. Ia sama sekali tak mencintai Kyora. Ia hanya butuh sidik jari dan iris mata gadis itu untuk membuka akses perusahaan.

Satu tahun pernikahan Kyora bagaikan hidup di neraka paling keji.

Malam itu, hujan tak biasa mengguyur Monte Carlo. Langit seolah menangisi nasib seorang gadis yang berdiri gemetar di balik tirai balkon lantai atas Mansion Benedict, tempat pesta termewah tahun ini digelar.

Gaun satin gading yang dikenakannya sudah tak sempurna lagi lembab dan kusut, seperti hatinya yang koyak.

Kyora Rosebelle, nama itu hanya tinggal hiasan kosong di undangan pernikahan satu tahun lalu. Hari ini, ia hanya tamu tak diundang dalam pernikahan suaminya dengan wanita lain.

Tangan Kyora bergetar hebat saat sorotan kamera menyinari pasangan pengantin di bawah. Di antara tamu-tamu penting, pria itu tersenyum bangga, Javier Alonso. Suami yang masih sah di atas kertas.

Dan di sisinya, mengenakan gaun couture putih, dengan veil berhiaskan permata Moretti, Calista Moretti, puteri dari keluarga penguasa bar dan kasino di Riviera.

Tepuk tangan menggema, denting gelas, dan tawa bahagia menyayat telinga Kyora. Tapi tak ada yang lebih menusuk daripada tatapan sinis dari adik iparnya, Jasmine, yang mengejeknya dari bawah.

Kyora terdiam. Tubuhnya kelu. Seolah napasnya dirampas seluruhnya oleh kenyataan bahwa ia tak lagi punya tempat bahkan di rumah warisan keluarganya sendiri.

Mereka membuangnya. Menelanjanginya dari martabat.

Pesta pernikahan berjalan begitu meriah. Pintu kamar kembali dibuka. Javier kembali dengan sebuah surat pengalihan kepemilikan properti semua aset atas nama Javier. Rumah, saham, bahkan gelang berlian pemberian mendiang ibunya.

“Aku hanya pinjam namamu, Kyora. Jangan menghalangi masa depanku dengan Calista,” Kalimat terakhir sebelum ia diseret keluar rumah seperti pelayan yang tak diinginkan.

Javier berdiri angkuh di ambang pintu utama, dengan tangan yang merengkuh pinggang Calista dengan erat. Mereka berdua tertawa penuh kemenangan.

Tak terkecuali Jasmine adik iparnya dan juga Madam Karla ibu mertuanya. Mereka sedang menyaksikan kemenangan yang selama ini mereka rencanakan.

Kyora pergi meninggalkan kediamannya, Mansion dimana ia lahir dan dibesarkan bersama kedua orangtuanya. Mansion yang menyimpan banyak kenangan manis juga luka.

Ia pergi sejauh mungkin, entah kemana. Ia tak membawa sepeserpun. Langkah Kyora goyah di tengah derasnya hujan. Ia masuk ke dalam hutan perbatasan terlarang. Menuju tebing. Berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Tak peduli pada bahaya apapun. Bahkan, jika saat ini ia mati pun lebih baik. Ia nyaris terjatuh karena kakinya yang lemah. Matanya buram. Tapi sebelum ia benar-benar tumbang, sebuah tangan kuat menangkapnya.

Aroma maskulin, gelap, dan tajam langsung menusuk hidungnya. Pria itu tinggi, mengenakan jas hitam pekat dengan kerah berdiri, dan mata sekelam langit malam.

“Jangan mati di tempat yang membosankan seperti ini,” suara pria itu dalam dan berat, “Aku tak mengizinkan.”

Kyora terbelalak. Matanya yang sembab bertemu dengan sorot tajam penuh intensitas.

“Siapa... siapa kau?” gumamnya nyaris tak terdengar.

Pria itu menyentuh dagunya, mengangkatnya pelan. Mengusap bekas luka di sudut bibirnya, dan air mata yang basah bercampur hujan. Tak ada belas kasihan, hanya aura mengancam yang membuat Kyora menggigil entah karena takut atau terlindungi.

“Kau seharusnya tidak berada di sini, Kyora Rosebelle.”

Ia menyebut namanya. Sempurna. Tanpa ragu. Seolah sudah lama mengenalnya.

“Apa kau datang untuk menyaksikan kehancuranmu sendiri?” tanyanya tajam. “Atau, kau sengaja datang untuk memancingku keluar?”

Kyora tak menjawab. Napasnya putus-putus. Tapi ia juga tak menolak saat pria itu menggendongnya masuk ke dalam mobil mewah berlogo wanita bersayap, simbol kemewahan dan kekuasaan terbesar di dunia ini.

Di kursi belakang, saat lampu kota mulai menjauh dan musik pesta menghilang, suara pria itu kembali mengisi ruang. Mobil mewah itu menembus dinding hutan terlarang yang tak pernah terjamah. Kecuali keluarga Armany.

“Mulai malam ini, Kyora, mereka, tak lagi bisa menyakitimu tanpa melewati aku.” ucapnya dalam. Suaranya menekan ke dalam dada Kyora yang lemah, seolah memberi sebuah ilusi kekuatan atau justru penderitaan baru.

Tubuhnya yang tak berdaya hanya membuatnya pasrah di pangkuan dan pelukan erat tangan kokoh pria asing yang tak dikenalnya.

Ingin kabur? Tentu tidak mungkin. Bahkan, bernapas pun ia tersengal. Kakinya sudah lecet karena ranting kering dan batu yang menggoresnya.

Mata sayunya menangkap samar tatapan tajam dengan garis wajah tegas yang menunjukkan dominasinya. Siapa dia? Entahlah.

"Terima kasih, Tuan..." lirih Kyora nyaris tak terdengar. Tapi, pendengaran tajam Ludovic mampu menangkapnya dengan jelas.

Ludovic menyeringai tipis. Semakin mempererat cengkraman tangannya di lengan Kyora.

"Akan kuajari kau cara berterima kasih dengan benar, Kyora!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   19. Kau Bebas Menentukan Pilihan

    Makan malam itu berlangsung dalam hening yang nyaris menyiksa. Dentingan garpu dan pisau terdengar begitu jelas di tengah ruangan besar yang seharusnya hangat, namun justru dingin membeku.Kyora berusaha menahan pandangannya tetap tenang, menunduk setiap kali tatapan Ludovic menusuknya tanpa suara. Membuatnya susah untuk menelan dengan benar.Laki-laki itu makan dengan tenang, gerakannya penuh kendali. Namun Kyora tahu, di balik ketenangan itu ada sesuatu yang menggelegak, entah amarah terpendam karena ucapannya tadi, atau hanya permainan sunyi yang sengaja diciptakan.Kyora menggenggam serbet di pangkuannya, seakan mencari pegangan agar tidak gemetar. Napasnya berusaha ia atur, tapi tetap saja terasa berat. Pria di depannya benar-benar tak bisa ditebak.Begitu santap malam usai, Ludovic meletakkan sendoknya perlahan, lalu mengusap bibir dengan serbet putih bersulam benang emas. Tatapannya singkat, tapi cukup membuat jantung Kyora berdebar.“Terima kasih untuk makan malamnya,” ucap Ky

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   18. Obrolan Makan Malam

    Langkah Calista terdengar bergema di lantai marmer butik perhiasan mewah tempat ia berada. Matanya masih menatap pantulan wajahnya di kaca display berlian, namun pikirannya melayang jauh.Kata-kata ayahnya tadi di telepon cukup mengganggu ketenangannya. Kalimat itu bagai duri yang mengusik."Ck!" Ia berdecak kesal sendiri. "Ayah, kau mengganggu kesenanganku." omelnya sendiri. Ia menggenggam ponsel erat, seolah ingin meremukkannyaSeorang staf butik mendekat dengan senyum ramah, menawarkan koleksi terbaru. Namun Calista hanya melirik sekilas lalu melambaikan tangan acuh.“Tidak, aku tidak butuh apa-apa. Aku sudah tidak selera!" bentaknya, kemudian berlalu pergi begitu saja.Langkahnya meninggalkan butik itu cepat, hampir tergesa, seakan ia ingin lari dari bayangan ayahnya yang terus mengganggunya.Di sisi lain, Moretti kembali ke ruang rapat. Para komisaris masih berkumpul, sebagian dengan wajah pucat, sebagian lagi saling berbisik. Suasana ruangan kini lebih berat daripada sebelumnya

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   17. Seperti Domino

    Gedung pusat Moretti Corporation, siang itu, seakan menjadi ruang tekanan tinggi. Lift-lift bergerak naik-turun dengan tergesa, sekretaris-sekretaris membawa berkas setumpuk, dan para eksekutif senior saling berbisik dengan wajah pucat.Rapat dewan komisaris mendadak diadakan. Tidak ada agenda resmi, hanya satu kalimat pendek di undangan elektronik yang dikirimkan pagi tadi. “Perubahan struktural mendesak. Segera hadir di gedung pusat.”Di ruang rapat, meja panjang dari marmer mengkilap dipenuhi wajah-wajah serius. Di kursi utama, Moretti duduk dengan rahang mengeras, wajahnya gelap, jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme gelisah.“Baik,” suaranya pecah di tengah hening. “Siapa yang bisa menjelaskan pada saya, kenapa tiba-tiba perusahaan pusat menyetujui akuisisi terhadap tiga anak perusahaan utama kita?”Seorang komisaris senior mencoba bicara, “Tuan Moretti, keputusan itu berasal langsung dari kantor pusat Armany Corporation atas persetujuan penuh Tuan Ludovic Armany.”Ucapan itu

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   16. Permainan Kecil

    Kabut pagi mulai tersibak, memperlihatkan perbukitan hijau di kejauhan. Namun kedamaian itu hanya milik balkon Ludovic. Di tempat lain, badai yang tak terlihat sudah mulai berhembus.Kantor pusat keluarga Benedict berdiri megah di pusat kota, dikelilingi gedung-gedung tinggi. Dari luar, semua tampak normal. Namun di dalam ruang rapat tertutup, suasana mendidih. Javier duduk di kursi utama, jasnya rapi, tapi kedua tangannya terkepal di atas meja dengan kilat mata menyala.“Bagaimana bisa ini terjadi?” suaranya rendah, namun cukup untuk membuat seluruh staf yang duduk di sekeliling meja menunduk.Seorang direktur keuangan mencoba menjelaskan, “Tuan, ada tiga transaksi lintas negara yang tiba-tiba dibekukan oleh bank mitra. Mereka mengklaim ada pemeriksaan rutin tapi waktunya terlalu kebetulan.”Javier mengerutkan dahi. “Rutin? Tiga akun sekaligus? Di tiga negara berbeda? Itu bukan kebetulan.” Rahangnya mengeras.Tak ada yang berani bicara.Awalnya pagi ini, dengan percaya diri Javier be

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   15. Ajari Aku Cara Balas Dendam

    Balkon lantai atas mansion Armany menghadap langsung ke perbukitan yang tertutup kabut tipis pagi itu. Angin sejuk meniup pelan, membawa aroma kopi hitam yang mengepul dari cangkir di hadapan Ludovic.Meja bundar kecil dari marmer putih sudah tertata dengan sarapan sederhana. Croissant, buah segar, pasta keju, dan teh camomile untuk Kyora.Kyora melangkah ke balkon menuju tempat Ludovic duduk, dengan piyama hitamnya yang kini tertutup cardigan tipis. Rambutnya digerai sedikit basah, wajahnya tanpa riasan, tapi sorot mtanya tak lagi kosong. Ia lebih tenang.Ludovic menatapnya dari kursi dengan penuh kekaguman. Baginya sosok Kyora adalah malaikat kecilnya. Ia menyesap kopi tanpa suara, lalu menarik tangan Kyora dan mendudukkan di atas pangkuannya.“Masih sakit?” tanyanya santai. Tentu di kamar mandi mereka tak berbuat diam. Ludovic tak menyiakan sedetik saja tanpa menyentuh kekasihnya.Kyora mengangguk canggung dengan wajahnya yang merona merah."Tentu saja, kau sangat tak manusiawi."

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   14. Pagi, Kyoraku!

    Pagi menyapa lewat sinar matahari yang menembus tirai tipis di jendela kamar. Udara dingin dari luar menembus hangatnya ruangan.Kyora membuka mata perlahan. Kelopak matanya terasa berat karena kelelahan. Semalam Ludovic benar-benar menghabiskan tubuhnya. Ia memutar kepala, dan mendapati pria itu masih tertidur di sebelahnya.Pria itu tampak damai. Dada bidangnya naik turun perlahan. Rambutnya sedikit berantakan. Lengan kirinya masih memeluk tubuh Kyora seolah menolak membiarkan gadis itu pergi bahkan dalam tidur.Kyora terdiam. Memandangi wajah Ludovic, ia bukan hanya pria kuat, dominan, dan tak tersentuh seperti yang dikenal dunia. Ada kehangatan, kelembutan yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun di luar sana.Namun ia merasakannya sendiri semalam. Bahkan, tidur bersamanya, berpelukan di ranjang yang sepi.Ludovic bergumam dalam tidur, lalu mengeratkan pelukannya tanpa sadar. Kyora nyaris tersenyum. Tapi senyum itu segera hilang, digantikan oleh kegelisahan kecil yang muncul dar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status