Share

3. Kedatangan Kakek Abi

Abel mengambil foto dirinya dengan mamanya memeluk foto itu erat. Dia begitu merindukan mamanya, jika mamanya masih ada mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi kepadanya. Abel tidak akan pernah merasakan semua ini, hidupnya tidak akan semenderita ini.

"Ma, kenapa mereka jahat sama Abel? Kenapa mereka tega jual Abel ke pria kejam itu! Apa salah Abel sama mereka, Ma? Abel selalu nurutin semua ucapan mereka, Abel nggak pernah ngelawan meraka tapi kenapa mereka sekejam ini sama Abel!" Abel terisak, dadanya terasa sangat sesak.

Mama dan kakak tirinya memang sangat kejam, memperlakukan Abel layaknya seorang binatang. Abel tak pernah memiliki kebebasan akan hidupnya. Mereka seakan mengendalikan hidup Abel begitu pun saat ini Leon yang akan mengendalikan hidupnya. Kenapa Abel tak bisa bebas dengan hidupnya sendiri.

"Ma, Abel ke pingin ketemu sama Mama. Abel kangen sama Mama, cuma Mama yang sayang sama Abel. Abel takut di sini, Ma. Mereka semua jahat sama Abel!" isaknya.

Abel mendengar ketukan di pintu kamarnya dengan cepat ia mengusap air matanya. Abel membuka pintunya dengan malas entah siapa lagi yang akan memohon kepadanya agar menuruti permintaan pria gila itu. Abel melihat Bi Asih yang tadi membantunya bersiap, lagi-lagi tak ada yang berani menatap ke arahnya semua orang yang bertemu dengan dirinya selalu menunduk.

"Kenapa, Bi?"

"Nona, Tuan besar datang kemari. Saya sudah menghubungi Tuan muda, tetapi tidak juga di angkat. Apakah Nona bisa menemui Kakek Abi terlebih dulu?"

"A-apa? Saya, Bi? Apa yang harus saya katakan saya takut jika tidak sesuai dengan apa yang pria gila itu inginkan." Takut Abel, masalahnya jika dia berbuat kesalahan yang menanggung adalah orang lain. Abel tidak akan mungkin membiarkan orang lain kehilangan nyawa karena kesalahannya.

Bi Asih tersenyum tipis masih dengan kepalanya yang menunduk. "Temui saja dulu Nona, katakan jika Nona kekasih Tuan Muda. Tuan besar orang yang baik, Nona tenang saja. Saya akan membuatkan minuman untuk Anda dan Tuan besar," ucap Bi Asih.

"Tidak, jangan Bi. Biarkan saya yang membuatkan minuman nantinya. Bibi istirahat saja, kalau begitu sata akan menemui Kakek Abi." Bi Asih mengangguk segera menyingkir dari hadapan Abel.

Abel sendiri merasa sangat gugup, ia melihat pria paru baya tengah menunggu di ruang tamu. Abel melihat penampilannya di cermin bagaimana pun juga dia sudah menandatangani kontrak. Abel juga tidak ingin membuat orang lain menderita meskipun dia sendiri juga menderita.

"Kakek." Abel tersenyum tipis menyalami tangan Kakek Abi.

Kakek Abi terlihat bingung dia menatap lekat ke arah Abel. "Kamu siapa?"

"Saya Abel, Kek. Pacarnya cucu Kakek Leon, saya nggak tahu kalau Kakek datang. Kakek udah makan belum? Mau di buatin minum apa Kek?"

"Pacarnya Leon? Sejak kapan dan kenapa kamu tinggal di sini?" cecar Kakek Abi.

Abel memperlihatkan ekspresi wajah sedihnya, dia menundukkan kepalanya. "Maafkan saya Kek, sebenarnya saya tidak ingin tinggal satu rumah dengan Leon. Saya malu, tetapi saya tidak punya pilihan lain. Papa saya baru saja meninggal dan Mama tiri saya mengusir saya dari rumah, Mama tiri saya mengambil semua harta yang di tinggalkan Papa saya. Saya tidak memiliki apa pun, saya ...." Abel terisak tak melanjutkan ucapannya.

Sedangkan Kakek Abi terlihat sekali jika dia sangat kasihan dengan apa yang Abel katakan. "Sudahlah jangan bersedih, saya tidak melarang kamu untuk tinggal di sini. Hanya saja Leon tidak pernah mengatakan apapun kepada saya. Apakah kamu calon istri Leon?"

"Ah, itu saya juga tidak tahu Kek. Leon memang mengatakan akan menikahi saya, tetapi saya tidak yakin jika di bandingkan dengan Leon saya bukanlah apa-apa. Leon dapat mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari saya."

"Leon bukan pria yang seperti itu, dia menikah jika saya merestui dirinya. Saya melihat kamu adalah gadis yang baik, kapan pun Leon akan menikahi kamu saya akan meretusi kalian."

Abel terdiam, Kakek Abi sangat baik kenapa dia memiliki cucu iblis seperti Leon. Abel juga masih bingung sebenarnya apa yang membuat Leon ingin menikahi dirinya. Bukankah ada banyak perempatan di luar sana yang jauh lebih baik dari dirinya.

"Kakek!" Terlihat Leon yang masuk dengan tergesa-gesa bahkan napasnya sampai ngos-ngosan. Dia begitu terkejut saat di kabarkan jika Kakeknya datang ke rumah takut jika rencananya akan gagal karena Abel belum dia beri persiapan apa-apa.

"Kakek merestui kamu menikah dengan dia Leon!" ucap Kakek Abi dengan senyum mengembang di bibirnya. Sedangkan Leon dan David tercengang mendengarnya.

****

Leon menatap lekat ke arah Abela yang kini hanya menunduk sedari Kakek Abi pergi. Leon tersenyum miring, dugaannya menang benar jika Abel mampu meluluhkan hati kakeknya. Leon merasa senang karena dia tidak lagi repot mencari perempuan lain untuk dia nikahi.

"Apa yang kau katakan sampai membuat Kakek Abi menyukaimu dan bahkan ingin pernikahan kita dipercepat?" tanya Leon. Suaranya begitu mengintimidasi seakan Abela seorang tersangka. Namun, gadis itu hanya diam dia malas berbicara dengan Leon yang akan memancing kemarahannya.

"Kau tuli? Apa kau tidak mendengarkan pertanyaannya! Kau memang suka melihatku bersikap kasar, huh?" kesal Leon. Dia menarik dagu Abela agar menatap ke arahnya.

Lagi-lagi Abel menepis tangan Leon, dia menghembuskan nafas panjang menatap lekat ke arah Leon sembari mengulas senyum paksa. "Suaramu membuatku takut, tidak bisakah kau bersikap ramah seperti sikap Kakek kepadaku? Aku rasa aku tidak pernah berbuat salah kepadamu, tapi kenapa kau terlihat sangat membenciku, Tuan Leonardo Ricard."

Leon tersenyum smirk dengan sekali tarikan tubuh kecil Abel sudah berpindah ke atas pangkuannya. "Kau ingin aku bersikap lemah lembut kepadamu, Baby?"

Abel terbungkam, lidahnya seakan kelu kedua matanya tak dapat berpaling dari kedua netra tajam milik Leon. Tangan kekar Leon mengusap wajah Abel pelan, dengan senyum miring yang tersungging di bibirnya membuatnya terlihat sangat menakutkan di mata Abel. Abel menahan tangan Leon yang tengah menyentuh bibirnya.

"Jaga batasan Anda, Tuan Leon!" Abel menepis tangan Leon berusaha untuk bangkit. Namun, cengkraman tangan Leon semakin kuat pada tubuhnya.

"Dengarkan ucapanku baik-baik, Kakek sudah memutuskan pernikahan kita besok. Jadi persiapkan dirimu mulai dari sekarang, jangan sampai mengacaukan semuanya atau kau akan menerima akibatnya!" Leo menghempaskan tubuh Abela dengan kasar membuat gadis itu menatapnya tajam.

"Dasarnya pria tidak tahu terima kasih! Jika bukan karena aku yang meyakinkan Kakek Abi apakah rencana bodohmu itu akan berhasil!" umpat Abel kesal.

"Aku mendengarnya!" ucap Leon yang berjalan menuju kamarnya, Abel justru menjulurkan lidahnya mengejek Leon karena kesal. Lalu ia teringat satu hal.

"Tunggu dulu? Dia tadi bilang kalau besok nikah? Apa! Yang bener aja!" teriak Abel, dia menjatuhkan tubuhnya di lantai. Penderitaannya benar-benar akan segera di mulai.

Apa yang harus dia lakukan sekarang? Besok dia sudah menikah? Menikah dengan Leon, pria gila itu? Abel tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan dia nantinya.

Leon dari lantai kamarnya di atas dapat melihat tingkah Abel saat ini. Dia tersenyum miring, sudah banyak hal yang telah di susun untuk pernikahan pura-puranya dengan Abel. Leon meremat foto seorang perempuan di tangannya dengan mata yang menyorot tajam ke arah Abel.

"Dia yang akan membuatmu berlutut kepadaku!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status