Abel mengambil foto dirinya dengan mamanya memeluk foto itu erat. Dia begitu merindukan mamanya, jika mamanya masih ada mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi kepadanya. Abel tidak akan pernah merasakan semua ini, hidupnya tidak akan semenderita ini.
"Ma, kenapa mereka jahat sama Abel? Kenapa mereka tega jual Abel ke pria kejam itu! Apa salah Abel sama mereka, Ma? Abel selalu nurutin semua ucapan mereka, Abel nggak pernah ngelawan meraka tapi kenapa mereka sekejam ini sama Abel!" Abel terisak, dadanya terasa sangat sesak.Mama dan kakak tirinya memang sangat kejam, memperlakukan Abel layaknya seorang binatang. Abel tak pernah memiliki kebebasan akan hidupnya. Mereka seakan mengendalikan hidup Abel begitu pun saat ini Leon yang akan mengendalikan hidupnya. Kenapa Abel tak bisa bebas dengan hidupnya sendiri."Ma, Abel ke pingin ketemu sama Mama. Abel kangen sama Mama, cuma Mama yang sayang sama Abel. Abel takut di sini, Ma. Mereka semua jahat sama Abel!" isaknya.Abel mendengar ketukan di pintu kamarnya dengan cepat ia mengusap air matanya. Abel membuka pintunya dengan malas entah siapa lagi yang akan memohon kepadanya agar menuruti permintaan pria gila itu. Abel melihat Bi Asih yang tadi membantunya bersiap, lagi-lagi tak ada yang berani menatap ke arahnya semua orang yang bertemu dengan dirinya selalu menunduk."Kenapa, Bi?""Nona, Tuan besar datang kemari. Saya sudah menghubungi Tuan muda, tetapi tidak juga di angkat. Apakah Nona bisa menemui Kakek Abi terlebih dulu?""A-apa? Saya, Bi? Apa yang harus saya katakan saya takut jika tidak sesuai dengan apa yang pria gila itu inginkan." Takut Abel, masalahnya jika dia berbuat kesalahan yang menanggung adalah orang lain. Abel tidak akan mungkin membiarkan orang lain kehilangan nyawa karena kesalahannya.Bi Asih tersenyum tipis masih dengan kepalanya yang menunduk. "Temui saja dulu Nona, katakan jika Nona kekasih Tuan Muda. Tuan besar orang yang baik, Nona tenang saja. Saya akan membuatkan minuman untuk Anda dan Tuan besar," ucap Bi Asih."Tidak, jangan Bi. Biarkan saya yang membuatkan minuman nantinya. Bibi istirahat saja, kalau begitu sata akan menemui Kakek Abi." Bi Asih mengangguk segera menyingkir dari hadapan Abel.Abel sendiri merasa sangat gugup, ia melihat pria paru baya tengah menunggu di ruang tamu. Abel melihat penampilannya di cermin bagaimana pun juga dia sudah menandatangani kontrak. Abel juga tidak ingin membuat orang lain menderita meskipun dia sendiri juga menderita."Kakek." Abel tersenyum tipis menyalami tangan Kakek Abi.Kakek Abi terlihat bingung dia menatap lekat ke arah Abel. "Kamu siapa?""Saya Abel, Kek. Pacarnya cucu Kakek Leon, saya nggak tahu kalau Kakek datang. Kakek udah makan belum? Mau di buatin minum apa Kek?""Pacarnya Leon? Sejak kapan dan kenapa kamu tinggal di sini?" cecar Kakek Abi.Abel memperlihatkan ekspresi wajah sedihnya, dia menundukkan kepalanya. "Maafkan saya Kek, sebenarnya saya tidak ingin tinggal satu rumah dengan Leon. Saya malu, tetapi saya tidak punya pilihan lain. Papa saya baru saja meninggal dan Mama tiri saya mengusir saya dari rumah, Mama tiri saya mengambil semua harta yang di tinggalkan Papa saya. Saya tidak memiliki apa pun, saya ...." Abel terisak tak melanjutkan ucapannya.Sedangkan Kakek Abi terlihat sekali jika dia sangat kasihan dengan apa yang Abel katakan. "Sudahlah jangan bersedih, saya tidak melarang kamu untuk tinggal di sini. Hanya saja Leon tidak pernah mengatakan apapun kepada saya. Apakah kamu calon istri Leon?""Ah, itu saya juga tidak tahu Kek. Leon memang mengatakan akan menikahi saya, tetapi saya tidak yakin jika di bandingkan dengan Leon saya bukanlah apa-apa. Leon dapat mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari saya.""Leon bukan pria yang seperti itu, dia menikah jika saya merestui dirinya. Saya melihat kamu adalah gadis yang baik, kapan pun Leon akan menikahi kamu saya akan meretusi kalian."Abel terdiam, Kakek Abi sangat baik kenapa dia memiliki cucu iblis seperti Leon. Abel juga masih bingung sebenarnya apa yang membuat Leon ingin menikahi dirinya. Bukankah ada banyak perempatan di luar sana yang jauh lebih baik dari dirinya."Kakek!" Terlihat Leon yang masuk dengan tergesa-gesa bahkan napasnya sampai ngos-ngosan. Dia begitu terkejut saat di kabarkan jika Kakeknya datang ke rumah takut jika rencananya akan gagal karena Abel belum dia beri persiapan apa-apa."Kakek merestui kamu menikah dengan dia Leon!" ucap Kakek Abi dengan senyum mengembang di bibirnya. Sedangkan Leon dan David tercengang mendengarnya.****Leon menatap lekat ke arah Abela yang kini hanya menunduk sedari Kakek Abi pergi. Leon tersenyum miring, dugaannya menang benar jika Abel mampu meluluhkan hati kakeknya. Leon merasa senang karena dia tidak lagi repot mencari perempuan lain untuk dia nikahi."Apa yang kau katakan sampai membuat Kakek Abi menyukaimu dan bahkan ingin pernikahan kita dipercepat?" tanya Leon. Suaranya begitu mengintimidasi seakan Abela seorang tersangka. Namun, gadis itu hanya diam dia malas berbicara dengan Leon yang akan memancing kemarahannya."Kau tuli? Apa kau tidak mendengarkan pertanyaannya! Kau memang suka melihatku bersikap kasar, huh?" kesal Leon. Dia menarik dagu Abela agar menatap ke arahnya.Lagi-lagi Abel menepis tangan Leon, dia menghembuskan nafas panjang menatap lekat ke arah Leon sembari mengulas senyum paksa. "Suaramu membuatku takut, tidak bisakah kau bersikap ramah seperti sikap Kakek kepadaku? Aku rasa aku tidak pernah berbuat salah kepadamu, tapi kenapa kau terlihat sangat membenciku, Tuan Leonardo Ricard."Leon tersenyum smirk dengan sekali tarikan tubuh kecil Abel sudah berpindah ke atas pangkuannya. "Kau ingin aku bersikap lemah lembut kepadamu, Baby?"Abel terbungkam, lidahnya seakan kelu kedua matanya tak dapat berpaling dari kedua netra tajam milik Leon. Tangan kekar Leon mengusap wajah Abel pelan, dengan senyum miring yang tersungging di bibirnya membuatnya terlihat sangat menakutkan di mata Abel. Abel menahan tangan Leon yang tengah menyentuh bibirnya."Jaga batasan Anda, Tuan Leon!" Abel menepis tangan Leon berusaha untuk bangkit. Namun, cengkraman tangan Leon semakin kuat pada tubuhnya."Dengarkan ucapanku baik-baik, Kakek sudah memutuskan pernikahan kita besok. Jadi persiapkan dirimu mulai dari sekarang, jangan sampai mengacaukan semuanya atau kau akan menerima akibatnya!" Leo menghempaskan tubuh Abela dengan kasar membuat gadis itu menatapnya tajam."Dasarnya pria tidak tahu terima kasih! Jika bukan karena aku yang meyakinkan Kakek Abi apakah rencana bodohmu itu akan berhasil!" umpat Abel kesal."Aku mendengarnya!" ucap Leon yang berjalan menuju kamarnya, Abel justru menjulurkan lidahnya mengejek Leon karena kesal. Lalu ia teringat satu hal."Tunggu dulu? Dia tadi bilang kalau besok nikah? Apa! Yang bener aja!" teriak Abel, dia menjatuhkan tubuhnya di lantai. Penderitaannya benar-benar akan segera di mulai.Apa yang harus dia lakukan sekarang? Besok dia sudah menikah? Menikah dengan Leon, pria gila itu? Abel tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan dia nantinya.Leon dari lantai kamarnya di atas dapat melihat tingkah Abel saat ini. Dia tersenyum miring, sudah banyak hal yang telah di susun untuk pernikahan pura-puranya dengan Abel. Leon meremat foto seorang perempuan di tangannya dengan mata yang menyorot tajam ke arah Abel."Dia yang akan membuatmu berlutut kepadaku!"Abel menahan napas saat rumah yang dia tempati berubah dalam setengah malam saja. Bagaimana bisa pagi ini rumah sudah di dekor secantik ini dan dari mana asalnya baju pernikahan sudah ada di dalam kamarnya dan para MUA yang sudah siap untuk meriasnya. Semua ini membuat Abel gila!"Nona, silahkan kami akan membantu Anda bersiap!" Abel hanya bisa diam dan lagi-lagi menurut, dia merasa geli saat sapuan make up di wajahnya. Apa yang sebenarnya akan mereka lakukan. Setelah satu jam membantu persiapan dan segala macamnya kini Abel sudah siap dengan gaun pernikahan putih yang dia kenakan dan make up natural di wajahnya. Membuat Abel terlihat sangat cantik seperti barbie. Para MUA sendiri kagum dengan wajah cantik Nona muda mereka. Setelah pekerjaan selesai mereka segera pergi tinggal lah Abel seorang diri dalam kamar itu. Abel bahkan tak percaya jika pantulan cermin yang dia lihat adalah dirinya sendiri. Abel meraba wajahnya, sungguhkah dia akan menikah hari ini? Abel akan menjadi istri or
Abel yang masih terbawa mimpinya masih saja terisak dan tanpa sadar dia memeluk tubuh Leon erat. "Tolong aku, aku takut!" ucapnya dengan suara bergetar. Leon mengepalkan tangannya, dia sungguh membenci suara tangisan wanita. Kedua matanya terpejam Leon mencengkram tubuh Abel yang memeluknya. Anehnya tidak membuat gadis itu merasa sakit justru semakin menempel kepadanya. "Hentikan tangisan jelekmu itu, aku tidak segan merobek mulutmu saat ini juga!" ancam Leon. Tidak ada respon, tangisan Abel pun sudah terhenti. Leon lantas menatap ke arahnya ia sedikit terheran saat melihat gadis itu sudah kembali tertidur lelap. Leon menghembuskan napas panjang, ia berdecak kesal. "Menyusahkan!" Leon mengangkat tubuh Abel membaringkannya di ranjang. Ia menatap lama wajah lelap gadis itu yang beberapa menit yang lalu berteriak dan menangis ketakutan. Kini terlihat seperti bayi yang sangat lelap dengan tidurnya. Leon mengusap wajah kasar dia tidak akan terpikat dengan Abel, tidak akan pernah! Leo
Leon menghempaskan tubuh Abel ke ranjang dia mengambil tisu lalu mengusap tangannya bekas menyentuh Abel tadi. Membuang tisu itu ke sembarang tempat, Abel yang melihat itu merasa kesal. Apakah dia kotoran sampai Leon bersikap sangat berlebihan seperti itu. "Dasar Pak tua sombong! Memang siapa yang mau menyentuhnya lagian dia duluan yang menyentuh tubuhku," gerutu Abel. "Aku sudah memperingatkanmu! Masih berani memakiku, hm?" Jantung Abel hampir lepas saat Leon tiba-tiba mengukung tubuhnya, jarak wajah mereka sangat dekat. Membuat Abel dapat melihat dengan jelas kedua netra gelap milik Leon yang menatapnya sangat tajam. "A-aku tidak memakimu, lepas! A-apa yang kau lakukan." Ucapan Abel tergagap membuat Leon tersenyum miring, tangannya mengusap rambut Abel pelan lalu semakin kuat bahkan sampai terasa seperti jambakan. "Aku benci rambut panjang, kau tahu harus melakukan apa, Baby?" Abel mendesis sakit akan jambakan tangan Leon pada rambutnya dia
Kedua mata Abel terpejam saat Leon semakin mendekat ke arahnya. Jantungnya berdegub sangat kencang saat merasakan benda dingin menari di wajahnya. Kedua mata Abel mencoba terbuka sedikit untuk melihatnya betapa terkejutnya ia saat melihat pisau kecil di tangan Leon. Abel yang akan berteriak suaranya tercekat begitu saja. Tatapan mata Leon sangat menyeramkan. Ya Tuhan apakah hidupku akan berakhir hari ini juga! batin Abel. Leon tersenyum devil, pisaunya menari di wajah Abel satu tangannya bergerak lalu dengan cepat pintu kamar yang hampir rusak itu tertutup dengan rapat. Meninggalkan Abel dan Leon berdua, Abel pasrah. Dia benar-benar tidak perduli jika hidupnya akan berakhir hari ini juga. "Katakan yang sejujurnya, apakah kau mengenal wanita itu?" tekan Leon, pisaunya tepat ia arahkan pada leher Abel. Leon benar-benar akan membunuhnya sedangkan Abel dia memberanikan diri menatap mata tajam Leon. "Siapa? Ibumu? Jika memang aku mengenalnya apakah kau akan membunuhku? Bunuh saja aku L
"Selamat pagi suamiku!" Leon yang baru saja terbangun terkejut melihat wajah Abel yang sangat dekat dengannya, yang semakin membuatnya terkejut adalah Abel berani mencium pipinya.Abel tersenyum sangat ceria, dengan berani menarik tangan Leon agar segera bangun. "Segeralah mandi, aku sudah menyiapkan air untukmu. Aku akan turun untuk membuatkan kamu sarapan!" ucap Abel dengan suara cerianya. "Berani sekali dia menciumku!" Leon mengusap pipinya kasar lalu masuk ke kamar mandi. Kali ini ia kembali dibuat kebingungan. Air yang Abel siapkan baunya sangat harum dan di bak mandi bertabur banyak sekali bunga mawar. Apakah karena kejadian semalam membuat otak Abel tergeser? Kenapa pagi ini dia menjadi sangat aneh. Leon memejamkan matanya, aromaterapi yang Abel berikan baunya memang sangat harum. Leon menyukainya, dia mandi lebih lama dari biasanya. Tubuhnya yang pegal terasa lebih baik sekarang, Leon segera keluar karena dia akan ada rapat pagi ini. "Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu,
Abel terlihat sangat cantik dengan gaun hitam yang sangat pas di tubuhnya, gaun sepanjang mata kaki dengan belahan sampai paha. Rambut yang di gelung ke atas menunjukkan leher jenjangnya. Make up tipis di wajahnya membuat wajah Abel berkali lipat terlihat cantik. Kini dia tinggal menunggu kedatangan Leon. "Anda sangat cantik, Nona!" puji perias Abel, sembari menundukkan kepalanya. Abel tersenyum tipis menatap pantulan dirinya di cermin, dia memang terlihat cantik dan menawan. Abel sangat yakin dengan kesempurnaan paras yang Tuhan berikan mampu membuat Leon terpesona kepadanya. Cepat atau lambat Leon akan bertekuk lutut di hadapannya. Pintu kamar terbuka, kedatangan Leon membuat mereka semua segera pergi kecuali Abel yang mengulas senyum manis ke arah Leon. "Suamiku, kau sudah kembali!" Abel berjalan mendekat ke arahnya membantu melepaskan jas yang Leon kenakan. Leon menatapnya intens, menepis tangan Abel dari tubuhnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Abel yang melihat itu berdecak
Bugh! Abel menutup mulutnya begitu Leon melayangkan pukulan di wajah Aldi sampai pria itu terpental. Ia terdiam kaku tak bisa berbuat apa pun saat seorang wanita menahannya dan Leon terus memukul Aldi secara membabi buta. Anehnya tidak satu pun dari mereka berani melerainya. "Leon hentikan!" teriak Abel, kedua matanya berkaca-kaca dia takut melihat Aldi yang sudah berlumur darah.Abel menyentak tangan wanita yang menahan lengannya berlari ke arah mereka dia melindungi Aldi yang hampir mendapat pukulan lagi dari Leon. "Ku mohon hentikan!" ucap Abel dengan suara bergetar. Napas Leon memburu, kedua tangannya mengepal menatap Abel dengan tatapan membunuhnya. "Kau bahkan sampai memohon untuk pria itu!" Leon menggendong tubuh Abel bak koala meninggalkan pesta itu begitu saja. Tangannya mencengkram pinggang Abel membuat gadis itu meringis. Leon melempar tubuh Abel ke dalam mobil. Dia mengemudikan mobil itu sendiri dengan kecepatan yang tinggi. "Leon kau gila, hah! Pelan kan laju mobilmu
"Pasien membutuhkan darah secepatnya. Golongan darah O negatif sedang habis di rumah sakit ini!" jelas Pak Dokter.Kedua tangan Leon mengepal, dia menatap tajam pada dokter pria tersebut membuatnya langsung menunduk ketakutan. "Cepat carikan pendonor untuk istriku, jika sampai dia kenapa-napa nyawamu taruhannya!" ucap Leon semakin membuat tubuh dokter itu bergetar. Leon segera menghubungi nomor anak buahnya agar segera mencarikan donor darah untuk Abel. Leon menghembuskan napas panjang. Dia tidak menyangka jika Abel akan melakukan hal senekat ini. "Tenanglah, Baby. Kau akan selamat, aku Leonardo Richard tidak akan membiarkan mangsaku mati dengan mudah." Leon tersenyum miring, dia meninggalkan rumah sakit untuk menemui seseorang yang mungkin bisa membantu dirinya. ****"Nyonya, Anda baik-baik saja?" Marshanda memegang kepalanya yang sedikit pusing dia merasakan sakit pada dadanya. Marshanda tidak dapat mengingat jelas apa yang sudah terjadi kepadanya. "Safira, di mana aku? Apa yang