Share

Bab 2

Gelap, satu kata yang Lavender rasakan. dia berjalan menyusuri tempat yang tidak ada cahaya sama sekali. Hingga beberapa saat kemudian dia melihat secercah cahaya dari kejauhan.

Lavender berjalan ke arah cahaya tersebut, namun semakin dia mendekat cahaya itu semakin jauh. Lavender berlari hingga terengah-engah dia terus mengejar cahaya itu.

'Aku harus keluar dari sini!' tekad Lavender.

Samar-samar dia seperti mendengar suara putranya yang memanggil dirinya. Hal itu membuat Lavender sangat ingin bertemu lagi dengan Ezra.

Perjuangan Lavender untuk mencapai cahaya itu akhirnya membuahkan hasil dan Lavender berhasil masuk ke dalam cahaya tersebut.

DEGH.

Jantung Lavender terasa sangat sakit seperti di tikam oleh belati yang sedang mengoyak jantungnya.

'Sakit.' batin Lavender.

"Aarrgh." Lavender mengerang keras dan membuka kelopak matanya secara paksa.

Dia terperangah saat melihat ruangan yang menjadi tempatnya tidur selama menjadi istri Elios.

"Apa ini? bukannya aku sudah mati." heran Lavender sembari menatap sekelilingnya.

Dia bangun dari rebahannya dan berjalan menuju jendela kamarnya. Dia melihat keluar jendela. Suasana yang sama dan musim panas masih berlangsung seperti saat dia belum meninggal dunia.

"Mungkinkah aku kembali hidup?" raut bingung terlihat jelas di wajah Lavender.

Dia berjalan menuju cermin, wajahnya masih sama seperti saat dia belum meninggal dunia.

"Tanggal berapa sekarang." gumam Lavender .

Dia melangkah menuju nakas untuk mengambil ponselnya. Saat dia menghidupkan ponsel Lavender tak bisa menutupi rasa terkejutnya .

"Aku benar-benar kembali ke masa lalu." ujarnya tak percaya.

Tanggal di ponselnya menunjukan hari Selasa tanggal satu bulan Maret, yang artinya dia kembali hidup dua bulan sebelum kematiannya.

Rasa haru menyelimuti perasaan Lavender, dia tidak pernah mengira jika Tuhan masih berbaik hati memberinya kesempatan kedua untuk hidup.

Di tengah perasaan bahagia yang Lavender rasakan, tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk dari luar hingga membuat Lavender terlonjak kaget.

Tok! Tok! Tok!

"Nyonya." panggil seorang pelayan dari balik pintu kamar Lavender.

Lavender melangkah menuju pintu, dia membukanya perlahan hingga terlihat sosok pelayan yang sedang menundukkan kepalanya.

"Ada apa?" ujar Lavender datar.

"T-tuan muda de-demam, Nyonya. Dia terus me-memanggil nama anda." ucap pelayan tersebut gagap.

Degh!

"Demam sejak kapan Ezra demam?" tanya Lavender panik.

Pelayan itu mendongak, dia mengernyit heran melihat respons nyonya rumahnya yang tidak seperti biasanya.

Lavender yang tak mendapat jawaban dari pelayan di hadapannya menjadi geram, dia menatap tajam sosok pelayan tersebut.

"Kenapa kamu tidak menjawab, apa kamu bisu?" tanya Lavender dingin.

Seketika pelayan tersebut langsung menunduk lagi, dia meremas kedua tangannya yang sudah berkeringat dingin.

"Ma-maaf, Nyonya. Saya salah." cicit pelayan tersebut.

Lavender berdecak sebal. "Ck sudahlah biar saya lihat sendiri kondisi Ezra."

"Y-yah?" bingung pelayan itu.

"Kamu tuli? Saya bilang saya akan melihat kondisi Ezra sendiri!" geram Lavender.

"Tapi, Nyonya-"

"Kamu berani menghalangi saya?" ucap Lavender penuh penekanan.

Pelayan itu menggeleng pelan. "Maaf Nyonya saya telah lancang."

Lavender tak menjawab, dia mengambil ponsel lalu menghubungi dokter pribadi keluarganya untuk segera datang ke mansion Greyson.

Selang beberapa saat Lavender keluar dari kamarnya dan berjalan menuju pintu bercat hitam.

Ceklek!

Saat pintu terbuka suasana kamar Ezra terlihat sangat kotor dan tidak terawat, banyak sarang laba-laba di setiap dindingnya. Lavender terdiam di depan pintu dia ragu untuk masuk. Namun beberapa saat kemudian dia memberanikan diri melangkah maju menuju ranjang yang terlihat sudah usang dan rapuh .

'Bisa-bisanya aku menempatkan Ezra di ruangan kotor seperti ini, pantas saja dia sakit.' Batin Lavender.

Tap! Tap! Tap!

Lavender tiba di sisi ranjang milik Ezra, dia lalu membungkukkan badannya dan menempelkan telapak tangannya di kening Ezra.

"Suhu tubuhnya sangat panas." gumam Lavender.

Lavender tak menghiraukan tatapan pelayan di belakangnya. Samar-samar dia juga mendengar bisik-bisik mereka yang keheranan. Dia menatap wajah Ezra dalam diam hingga beberapa saat kemudian Ezra mulai terbangun.

"Eugh." Ezra, melenguh pelan dia mengucek kedua matanya lalu membukanya perlahan.

Seketika raut ketakutan tak bisa Ezra sembunyikan, kedua pupil matanya bergetar hebat begitu juga dengan tubuhnya .

"Ma-mamah?" ucap Ezra gugup, dia langsung duduk tegap di atas ranjang.

Lavender tersenyum kecut. Dia meremas kedua tangannya tanpa sadar, Lavender ingin mendekat tapi dia ragu dan takut jika putranya akan mengusir dirinya dari sana.

"Sayang, k-kamu sakit? kenapa kamu tidak bilang sama Mamah."

Raut wajah Lavender tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, Lavender hendak menyentuh rambut Ezra, meski ragu jika putranya itu akan menolak namun Lavender tetap memberanikan diri.

'Aku tidak ingin menyesal seperti dulu.' batin Lavender.

Sayangnya belum sempat tangan Lavender menyentuh surai Ezra, anak kecil itu sudah lebih dulu berlutut dengan tubuh yang bergetar ketakutan di atas ranjang.

"Maafin, Eza Mah, Eza salah, Eza ndak cakit, Eza ndak apa-apa, Mah." ucap Ezra cadel.

Degh!

"Ah jadi begini kelakuanku di masa lalu, aku membiarkan anakku kesakitan sendirian di dalam ruangan kumuh seperti ini. Aku benar-benar bukan ibu yang baik." gumam Lavender sedih.

Lavender memaksakan senyumnya, satu-satunya cara agar dia bisa lebih dekat dengan putranya adalah menjalin komunikasi dengan baik bersama Ezra.

"Sayang, kamu nggak salah jadi kamu nggak perlu minta maaf." Ujar Lavender selembut mungkin.

Ezra mendongak dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Eza ndak mau nyusahin Mamah, Eza ndak cakit Mah."

Lavender menghela nafas berat, dia harus bekerja keras untuk membujuk putranya agar mau makan bersama dengannya.

"Ezra." panggil Lavender yang kini sudah duduk di samping Ezra.

Dia memberanikan diri mengangkat tubuh mungil Ezra ke dalam pangkuannya, lalu mengusap surai hitam milik putranya dengan sayang.

"Maafin, Mamah yah selama ini, Mamah udah jahat sama kamu." Ucap Lavender sungguh-sungguh.

Ezra mendongak, dia melihat kedua netra Lavender yang sudah berkaca-kaca. Tanpa diduga, Ezra langsung turun dari pangkuan Lavender. Dia beringsut mundur menjauhi Lavender.

"Mamah, ndak calah. Acu yang calah, Mah maafin, Eza udah nyusahin Mamah." Ucap Ezra sendu.

Air mata Lavender yang sejak tadi dia tahan kini tumpah membasahi kedua pipinya, hatinya sakit melihat Ezra enggan berdekatan dengannya.

"Maaf....maaf, sayang selama ini, mamah udah jahat sama kamu." Racau Lavender .

Perasaan Lavender terasa sangat sesak. Dia melihat Ezra turun dari ranjang dan berjalan menghampiri salah satu pelayan yang berdiri di ruangan itu.

"Ezra." lirih Lavender.

Namun Ezra tak menjawab, dia memilih bersembunyi di balik tubuh pelayan itu.

"Nyonya, sepertinya tuan muda belum terbiasa dengan sikap Nyonya. Seiring berjalannya waktu tuan muda pasti mau menerima, Nyonya." nasehat pelayan itu.

Lavender terdiam, perasaannya terasa kosong saat Ezra lebih memilih pelayan itu dibanding dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status