Share

Bab 7

"LAVENDER PRADIVTA!"

Suara teriakan menggema dalam mansion Greyson, Lavender menoleh ke arah tangga. Dia melihat Elios sedang menuruni tangga dengan tergesa-gesa.

Tap. Tap. Tap.

Saat Elios sampai di depan istrinya, Elios hendak menarik pergelangan tangan Lavender namun langsung di tepis olehnya.

"Cepat katakan apa maumu? kenapa pagi-pagi kamu sudah berteriak seperti di hutan, El?" tukas Lavender dingin.

"Hah~ harusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kamu mengumpulkan semua pelayan pagi-pagi begini?" ujar Elios menurunkan nada suaranya.

"Aku, hanya mendisiplinkan mereka, itu saja tidak lebih."

Mendengar jawaban acuh tak acuh dari Lavender, membuat kepala Elios berdenyut-denyut. Dia sulit memahami pikiran Lavender yang sering kali membuatnya salah paham.

"Lav, kalo kamu mau mendisiplinkan mereka tidak perlu menggunakan cara kasar seperti ini." Ujar Elios mencoba memberi pemahaman.

"Kasar? maksudmu kasar seperti apa? aku tidak menyentuh mereka, aku tidak memukul atau pun menampar mereka. lantas dimana letak kasar yang kamu maksud, El?"

"Kamu, memang tidak memukul mereka, tapi kamu membentaknya, Lav, mereka menjadi takut padamu." Ucap Elios.

Lavender mendekat ke arah Elios, perlahan dia mengangkat tangannya lalu menaruhnya di dada suaminya.

Degh.

Tiba-tiba jantung Elios berdetak tak menentu, semburat merah muncul di kedua pipinya.

"L-Lav." Panggil Elios gugup.

Lavender mendongak, kedua bola matanya membius pandangan Elios. dia tidak bisa mengalihkan penglihatannya dari wajah sang istri.

"El, menurutmu apa aku terlihat sangat buruk?" bisik Lavender.

Reflek Elios mengangguk, sesaat kemudian dia tersadar lalu menggeleng dengan cepat.

"Nggak, kamu nggak buruk, Lav." Ujar Elios.

Tangan Lavender mulai merambat naik menuju leher kokoh suaminya, dia mengelus sensual jakun Elios. Sentuhan lembut dari Lavender tiba-tiba berubah menjadi cengkraman di lehernya.

Grep.

"L-Lav, apa yang kamu la-lakukan?"

Pertanyaan Elios di sambut kekehan sinis oleh Lavender, kukunya yang panjang mulai menggores kulit Elios.

"Sejak awal, aku tidak pernah di sambut di rumah ini dan kamu-" Lavender menggantung ucapannya.

Dia melepas cengkraman di leher Elios, lalu mundur beberapa langkah hingga jarak di antara mereka berdua kembali renggang.

"Kamu, sebagai pemilik mansion ini sama sekali tidak perduli dengan keberadaan ku dan juga, Ezra. Menurutmu apa wajar seorang pelayan mengabaikan majikannya? bahkan dengan sengaja menyiksa anak majikannya sendiri, menurutmu itu wajar, El?" lanjut Lavender dingin.

Dalam ucapan Lavender, tersirat kekecewaan yang sangat dalam pada elios. Lavender tidak meminta untuk di mengerti atau pun di terima, dia hanya ingin putranya hidup nyaman dan bahagia.

Elios dapat merasakan kekecewaan yang di tunjukan Lavender, hal itu membuat Elios tertampar dengan sikapnya yang sudah mengabaikan istri serta putranya selama ini.

Elios membuang wajahnya ke samping, menghindari tatapan mata Lavender.

"Maaf." Lirih Elios, dia tak berani menatap wajah istrinya.

"El, aku tidak membutuhkan kata maaf darimu. kamu boleh membenciku, karena sejak awal semua itu sudah terjadi dan aku tidak merasa keberatan.

Tapi setidaknya kamu tanyakan dulu, alasan aku membentak mereka!"

"Anggap saja aku jahat, aku bahkan tidak perduli jika semua orang di rumah ini membenciku. Tapi aku tidak akan membiarkan satu pun orang menyakiti putraku, bahkan kamu sekali pun!" tegas Lavender.

Degh.

Perasaan Elios terasa sesak mendengar ucapan Lavender, tebing yang Lavender bangun semakin hari semakin tinggi. Elios bahkan tidak yakin suatu saat mampu menerobos tebing tersebut.

Melihat keterdiaman Elios, Lavender menjadi lelah dia memilih memasrahkan masalah pelayan pada Elios.

"El." panggil Lavender.

Elios menoleh ke arah istrinya. "Ada apa, Lav?"

"Karena semua jadi runyam begini, maka aku pasrahkan urusan pelayan sama kamu. terserah kamu mau mendidik mereka seperti apa, aku tidak mau ikut campur lagi." ujar Lavender datar.

Ucapan Lavender membuat Elios kelabakan, di meraih tangan Lavender yang hendak pergi.

"Lav, tunggu dulu. maksud aku bukan seperti ini, aku hanya-"

"Sudah lah, aku lelah, El, aku mau kembali ke kamar." Lavender memotong ucapan Elios.

Dia melepas paksa tangannya yang masih di pegang oleh Elios, Lavender mulai menaiki tangga, namun di tengah tangga dia kembali berbicara pada Elios dari kejauhan.

"El, sifatku memang buruk, tapi aku bertindak seperti tadi bukan tanpa alasan. lebih baik kamu lihat buku keuangan yang di pegang kepala pelayan." Ujar Lavender dari tangga.

Elios terdiam, setelah mengatakan hal itu Lavender kembali melanjutkan langkahnya. Elios melihat punggung Lavender yang semakin jauh dari pandangannya. Elios merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya sejak tadi.

'Kenapa perasaanku tidak enak begini.' batin Elios.

___________

Di sisi lain, lebih tepatnya mansion Pradivta. terlihat dua orang paruh baya sedang duduk di sofa sembari berbincang-bincang ringan.

Mereka bernama, THOMAS PRADIVTA dan HANNAH PRADIVTA, kedua orang itu merupakan orang tua Lavender.

"Pah, dana dari keluarga Greyson sudah masuk?" ujar Hannah antusias.

"Sudah, Mah, sekang kita nggak perlu cemas dengan dana perusahaan yang hilang." Sahut Thomas.

Hannah tersenyum lebar, dia meraih tangan suaminya lalu bergelayut manja sembari menyenderkan kepalanya di pundak sang suami.

"Ada untungnya juga kita membesarkan anak itu, Pah." Cetus Hannah.

"Mamah, benar ternyata dia laku lebih mahal dari yang kita kira haha." Tawa puas terdengar dari mulut Thomas.

"Huh kalau saja dia tidak laku, aku pasti sudah membunuhnya dan melempar mayatnya pada anjing hutan." Sahut Hannah.

Thomas mengangkat tangannya lalu mengelus lembut pipi Hannah. semburat merah muda muncul di wajah Hannah, yang sudah mulai keriput.

"Kamu, memang istri yang terbaik, Hannah." Ucap Thomas tiba-tiba.

Mendengar pujian suaminya, Hannah tak bisa menutupi rasa senangnya. dia kembali teringat kejadian beberapa tahun silam.

"Pah, kalau Lavender tau yang sebenarnya bagaimana?" Cetus Hannah sedikit khawatir.

"Tidak mungkin, dia bukan anak yang perduli dengan urusan orang lain." Sahut Thomas meyakinkan istrinya.

Hannah melepas pelukannya di tangan Thomas, dia menegakan tubuhnya lalu menatap kembali suaminya.

"Papah, yakin? kalau sampai dia tau yang ada dia menuntut balas pada kita."

Thomas menggeleng yakin. "Mah, kalau memang Lavender ingin tau, pasti dia sudah mengetahuinya sejak dulu."

"Tapi, Pah-"

"Mamah, jangan khawatir hal yang tidak penting seperti itu. Lavender anak yang bodoh, dia tidak mungkin mencari tau kebenaran yang sesungguhnya." Ujar Thomas memotong ucapan Hannah.

Helaan nafas berat terdengar dari Hannah, perasaannya tiba-tiba sangat tidak tenang. Namun dia tidak ingin membuat suaminya semakin khawatir.

"Mungkin hanya perasaanku saja." gumam Hannah sedikit tak yakin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status