Share

Bab 6

Sinar matahari mulai menerobos masuk, melalui celah-celah kecil dari jendela kamar Lavender. Di atas ranjang king size, terlihat dua orang masih tertidur pulas.

Beberapa saat kemudian, orang yang tak adalah Lavender dan Ezra mulai menggeliat di atas tempat tidur. Lavender perlahan membuka kedua kelopak matanya.

"Eugh, sudah pagi ternyata." Gumamnya lirih.

Tangannya yang masih memeluk Ezra, perlahan dia angkat. Lavender menyentuh kening Ezra perlahan.

"Sukur lah, panasnya sudah turun." Ucap Lavender lega.

Lavender perlahan keluar dari selimut tebal itu, dia turun dari ranjang dan bergegas menuju kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, Lavender kembali keluar dari kamar mandi setelah membasuh wajahnya dan sikat gigi.

Dia mendekat ke arah Ezra, lalu mengecup singkat kening Ezra penuh kasih sayang.

Dia menatap dalam sosok mungil, yang terbungkus selimut di atas ranjang king sizenya.

'Akhhh, aku sangat ingin memakan pipinya yang gembul itu.' Batin Lavender menjerit gemas.

Sesaat kemudian, dia menggelengkan kepalanya dengan brutal.

"Huh, bisa-bisa aku terkena diabetes jika disini terlalu lama." Gumam Lavender.

Dia membernarkan selimut di tubuh Ezra, lalu berbalik menuju pintu keluar. Jam baru menunjukan pukul 06.00 pagi, Lavender berniat membuat sarapan untuknya dan juga Ezra.

Tap. Tap. Tap.

Lavender mulai menuruni tangga, dia melihat para pelayan yang sedang berlalu lalang di depannya seketika berhenti.

"N-Nyonya." ucap para pelayan itu tak bisa menutupi raut keterkejutan di wajah mereka.

Lavender mengernyitkan dahinya heran melihat reaksi para pelayan saat melihatnya.

'Mungkinkah, masih ada belek di mataku? sampai reaksi mereka begitu terkejut?' batin Lavender bertanya-tanya.

Dia menyentuh kedua matanya untuk memastikan jika dugaannya salah.

'Semua aman, tapi kenapa mereka begitu takut seolah melihat hantu?' batin Lavender lagi.

Dia tidak menyadari jika wajahnya memang terlihat menakutkan, terlebih sorot matanya yang lebih mirip harimau sedang mengincar mangsanya.

Lavender mengamati mereka semua dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Sesaat kemudian Lavender teringat kejadian beberapa hari yang lalu, dia melangkah menghampiri satu pelayan yang sedang memegang kemoceng.

"Dimana, kepala pelayan?" tanya Lavender datar.

"Ke-kepala pelayan a-ada di dapur, Nyonya." jawab pelayan itu gagap.

Lavender menarik sudut bibirnya ke atas, dia masih mengenakan piyama tidur yang memiliki bahan sedikit lebih tipis dari pakaian biasanya.

Pluk.

Lavender menepuk pundak pelayan itu pelan. "Tolong panggilkan, kepala pelayan kesini." Cetus Lavender.

Tanpa menunggu lama, pelayan itu mengangguk lalu berbalik menuju arah dapur.

Tak berselang lama, kepala pelayan pun datang dengan tergesa-gesa menuju tempat Lavender berdiri. Begitu tiba di depan Lavender, kepala pelayan tersebut merasakan perasaan tidak enak saat melihat tatapan Lavender yang sangat tajam.

"Nyonya, memanggil saya?" tanya kepala pelayan yang bernama Sisil.

"Benar, kalau tidak salah nama kamu, Sisil?" ujar Lavender.

"Iya, Nyonya." Sahut kepala pelayan itu.

Diam-diam Lavender tersenyum smirk, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Apa benar, kamu yang bertanggung jawab atas keperluan, Ezra?" tanya Lavender masih dengan nada datar.

"Iya, N-Nyonya." Sahut Sisil mulai gemetaran.

Lavender mengangguk-anggukan kepalanya pelan, perlahan Lavender melangkah maju hingga membuat jarak di antara kepala pelayan dan dirinya menipis.

"Apakah, aku yang menyuruhmu untuk memberikan baju compang camping pada, Ezra?" ucap Lavender dengan nada rendah.

Degh.

Seketika raut wajah Sisil berubah pias, keringat dingin mulai membanjiri dahi dan telapak tangannya.

Sisil meremas kasar kedua tangannya yang berkeringat.

Melihat reaksi Sisil, Lavender tak bisa menyembunyikan kekesalannya.

"Kamu, kesini cepat." panggil Lavender pada salah satu pelayan yang berdiri di belakang Sisil.

"Ada apa, Nyonya?" tanya pelayan itu.

"Ambilkan buku keuangan yang di pegang, kepala pelayan, sekarang!" titah Lavender tak terbantahkan.

Mendengar hal itu, semua pelayan yang ada di sana terkejut. mereka tak menyangka nyonya rumah yang selama tidak pernah perduli dengan uang yang keluar masuk dalam mansion itu, kini secara tiba-tiba menginginkan buku keuangan yang selalu di pegang oleh kepala pelayan.

Takut dengan amarah Lavender, pelayan yang tadi di perintahnya bergegas mengambil buku keuangan itu.

Sambil menunggu, Lavender mulai menginterogasi semua pelayan yang kini sudah berdiri di depannya.

"Di antara kalian semua, apakah ada yang pernah memperlakukan putraku secara kasar?" ucap Lavender penuh penekanan.

Para pelayan saling pandang satu sama lain, lalu mereka semua menundukkan kepalanya masing-masing.

"Maafkan kami, Nyonya, kami mengaku salah." Sahut para pelayan tersebut serempak.

"Ah~ jadi kalian semua pernah memperlakukan putraku dengan buruk!"

Tatapan Lavender berkilat tajam, dia menelisik satu persatu semua pelayan yang masih menundukkan kepalanya. hingga ada salah satu pelayan yang mendongak, dia menatap Lavender takut-takut.

"K-kami, melakukan itu karena, Nyonya, juga memperlakukan, Tuan muda, dengan buruk." cetus pelayan itu.

"Jadi kalian semua mengikuti ku?" tanya Lavender tersenyum tipis.

Tanpa ragu, pelayan itu mengangguk membenarkan ucapan Lavender.

"Benar, Nyonya, kami tidak mungkin berani melakukan hal buruk terhadap, Tuan muda, jika Nyonya, lebih perduli padanya." Jawab pelayan tersebut lantang.

'Hah~ lagi-lagi ini salah ku.' batin Lavender menyesal.

Lavender mendekat ke arah pelayan yang sudah berani menyuarakan pendapatnya.

Tap. Tap. Tap.

"Siapa nama mu?" tanya Lavender begitu berhadapan dengan pelayan tadi.

"Saya, Nana, Nyonya." sahut pelayan itu sopan.

"Baiklah, saya akan mengingat nama kamu, Nana." ujar Lavender.

Di tengah perbincangan mereka, datanglah pelayan yang membawa buku keuangan dari lorong yang menuju kamar para pelayan.

Drap. Drap. Drap.

"Hosh....Hosh.. ini, Nyonya, bukunya." Ucap Pelayan itu kelelahan.

Lavender mengambil buku tersebut dari tangan pelayan itu, dan mulai membaca lembar demi lembar buku berwarna hitam tersebut.

Beberapa saat kemudian, Lavender kembali menutup buku tersebut. Dia melihat ke arah kepala pelayan yang sejak tadi tidak berani menatapnya.

"Kamu, kemanakan semua uang yang tertulis di buku ini?" ujar Lavender dingin.

"N-Nyonya, saya bisa jelasin semuanya ta-"

"Cepat jawab! jangan membuang-buang waktuku, Sisil." potong Lavender.

Para pelayan yang menyaksikan hal tersebut, meneguk salivanya secara kasar. sorot mata Lavender seperti menusuk tulang belulang mereka semua.

'Nyonya, sangat menakutkan jika marah.' batin semua pelayan yang ada di sana.

Bruuk.

Tiba-tiba kepala pelayan itu berlutut di kaki Lavender, dia menangis sembari memohon pada Lavender.

"Nyonya, s-saya mengaku salah. Jangan pecat saya, Nyonya." ujar Sisil memohon.

Lavender menarik kakinya yang sedang di pegang oleh Sisil secara kasar, hingga membuat pegangan Sisil terlepas.

"Sisil, saya mempercayakan anak ku sama kamu bukan untuk di perlakukan buruk. saya memberikan kamu uang pegangan semua itu untuk memenuhi kebutuhan, Ezra." ucap Lavender kecewa.

"Tapi apa yang saya dapat hah? kamu meremehkan saya? memang saya bukan ibu yang baik, saya tidak mengelak tentang hal itu makanya saya meminta kamu menjaga, Ezra." jelas Lavender panjang lebar.

Nafas naik turun, wajahnya tampak merah padam menahan amarah yang sudah melambung tinggi hingga ke ubun-ubun.

Sisil hanya bisa menangis sesenggukan berharap Lavender mau memaafkan kesalahannya.

Sayangnya harapan itu tidak terkabul, Lavender yang memiliki sikap tegas langsung mengusir kepala pelayannya tanpa memberinya pesangon.

"Mulai detik ini, kamu keluar dari rumah saya! jangan tunjukan lagi wajahmu di sekitar saya mengerti." sentak Lavender.

"Tapi, Nyonya-" belum sempat Sisil menyelesaikan ucapannya, sebuah suara memanggil Lavender dari lantai atas.

"LAVENDER PRADIVTA!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status