“Kau suka?”Suka? Kata itu terlalu remeh. Cahaya jatuh cinta! Persis seperti yang dikatakan Alex. Ouh ya ampun! Sejauh mata memandang Cahaya disuguhi dengan keindahan laut yang spektakuler dan juga jajaran rumah putih yang tampak memukau. Cahaya tidak bisa menghentikan cengiran bodoh menghiasi wajahnya.“Ini sangat indah, Alex. Kurasa aku tidak akan keberatan menghabiskan waktu seumur hidup di tempat ini. Melihat kapal menepi, senja yang indah dan juga rumah-rumah tradisional yang begitu cantik, siapa yang tidak akan jatuh cinta dengan tempat ini?”Saat ia berbalik, Alex tengah menatapnya dengan sorot mata aneh.“Kenapa?” tanya Cahaya, merasa wajahnya panas. Mungkin Alex malu karena tingkahnya yang konyol. Cahaya bersyukur tidak begitu banyak pengunjung yang datang. Perjalanan selama 4 jam lebih terbayar lunas begitu melihat apa yang bisa ia dapatkan.“Bukan apa-apa,” jawab Alex pendek.Kening Cahaya mengerut, tapi ia tidak ingin mendesak pria itu lebih jauh. Cahaya kembali memandang
Alex tidak tahu apakah harus tersinggung atau tertawa mendengar pertanyaan absurd Cahaya. Akan tetapi mungkin itulah yang akan dipikirkan orang-orang jika melihat interaksinya dengan keluarganya kan? Alex menarik gelasnya mendekat, memberikan isyarat lewat tatapan matanya agar Cahaya juga mengambil minumannya.“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” tanya Alex geli.Cahaya terlihat lega. Kenapa? Apa gadis itu pikir ia akan marah?“Kau begitu berjarak dengan keluargamu. Aku bisa mengerti kalau kau tidak dekat dengan sepupumu karena mereka sepertinya jahat, tapi orang tuamu? Apa yang mereka lakukan sampai kau harus tinggal di benua lain untuk hidup?”Mengabaikan pertanyaan lainnya Alex fokus pada pernyataan Cahaya yang menarik.“Sepupuku jahat? Kenapa kau bilang seperti itu?”Cahaya tiba-tiba terlihat gelisah dan jika Alex tidak salah tebak sedikit takut juga. Kenapa? Alex menangkap gerakan kaki Cahaya di bawah meja. Mata Cahaya juga enggan menatapnya.“Kurasa kau akan marah kalau ak
Tentu saja mereka tidur di kamar suite dan meski memiliki 2 kamar ia dan Alex sepakat kalau mereka akan menggunakan ranjang yang sama seperti yang selalu mereka lakukan sejak resmi menjadi sepasang suami istri.Sayangnya, seperti yang sudah ditebak Cahaya, Alex sama sekali tidak tertarik padanya. Bahkan jika Cahaya telanajng sekalipun ia yakin Alex juga tidak akan terengaruh. Pemikiran itu menggelisahkan. Apa ia memang tidak menarik atau Alex hanya tidak tertarik padanya secara keseluruhan?Cahaya memandang tampilan dirinya dari balik cermin yang ada di dalam kamar mandi. Ia memutar badannya untuk melihat bentuk tubuhnya. Cahaya tergoda untuk mengenakan salah satu baju malam mengerikan yang disiakan oleh Entah Siapa itu hanya untuk menguji Alex.Kau yakin? Bagaimana jika dia membalik meja padamu lagi? Dewi batinnya memutar mata dengan keanggunan bagai ratu.“Cahaya? kau baik-baik saja?”Cahaya melompat. Tangannya dengan cepat mencengkeram jubah mandinya seakan takut ikatannya lepas. I
Jadi inilah dia wanita itu. Kekasih Alex. Tidak heran Alex merasa dijebak dengan pernikahan ini jika melihat seperti apa wanita yang menjadi kekasih Alex. Cahaya tiba-tiba merasa seperti pengganggu. Jika bukan karena dirinya, seperti yang dikatakan Elena, mereka mungkin sudah menikah saat ini.Pemikiran itu tanpa sadar membuat Cahaya mengambil langkah mundur, tapi cengkeraman di pergelangan tangannya membuat langkahnya berhenti. Saat ia mendongak, Alex sedang menatap Grace dengan ekspresi dingin mematikan.Oh oh.“Aku tidak tahu kalau kau kembali ke sini. Aku menginap di sini, tempat ini mengingatkanku pada saat-saat itu. Kau masih ingat?”Rasanya Cahaya ingin melarikan diri. Pembicaraan ini bukan sesuatu yang ingin didengar oleh istri manapun bahkan jika pernikahan itu bukan atas dasar cinta. Cahaya berusaha melepaskan diri dari genggaman Alex, tapi pria itu justru semakin mengeratkan genggamannya hingga rasanya menyakitkan.“Kami harus pergi.”Dan untuk pertama kalinya akhirnya Grac
“Ya, dia berusaha menciummku, tapi aku menolaknya. Kalau kau melihat dengan lebih teliti dan bukannya terpancing mengikuti emosimu yang labil itu, kau pasti melihat bagaimana aku berusaha menjauh darinya! Apa kau berpikir serendah itu tentangku?” Mata Alex berkobar, membuat Cahaya disengat perasaan bersalah karenanya.“Gadis kecil sepertimu sepertinya memang terbiasa mengikuti emosinya daripada menggunakan akalnya,” tambah Alex dengan rahang terkatup rapat.“Alex aku…”Tapi Alex mengangkat tangannya, menghentikan ocehan Cahaya.“Aku tidak ingin mendengar apa pun. Kalau interogasimu sudah selesai dan kecurigaanmu sudah terpuaskan sebaiknya kau tidur atau kau mau kembali ke villa?” Alex mengatakannya dengan manis, tapi Cahaya bisa merasakan kemarahan dalam setiap katanya.Sekarang apa?Ia salah karena menuduh Alex, tapi kenapa Alex sepertinya menyembunyikan sesuatu? Ia mengikuti gerakan Alex lewat tatapan matanya saat pria itu bergegas berjalan ke kamar mereka, meninggalkan Cahaya yang
Dibawah tatapan smeua orang yang ada di ruangan Cahaya rasa-rasanya ingin melarikan diri. Mungkin Alex bisa melihat niatnya itulah sebabnya kenapa pria itu duduk di samingnya dan menggenggam tangannya erat seolah mencegahnya melakukan niatnya.Cahay gelisah setengah mati. Ini salah satu momen yang paling dibencinya. Orang-orang berkumpul untuk menyelesaikan masalah yang timbul karenanya.“Apa pendapatmu? Kurasa sebagai kepala PR-ku kau pasti punya solusi untuk ini?” Alex yang duduk di sampingnya mulai membuka suara dan Cahaya sungguh tidak menyukai nada suaranya yang mengintimidasi dan penuh tekanan.Adam menghela napas. “Ada 2 solusi yang bisa kuberikan. Cahaya muncul di depan media dan—““TIDAK‼” Cahaya berteriak sebelum ia bahkan menyadarinya—mengejutkan semua orang. Keberaniannya muncul mendengar saran kepala humas Alex. Demi apa pun muncul di media tidak pernah membuatnya nyaman. Bayangan berdiri dibwah pandangan semua orang begitu mengkahwatirkan hingga Cahaya lebih memilih bers
Cahaya menyukai apa yang ia lihat setiap paginya—ralat, tidak setiap pagi karena sepertinya Alex tidur lebih sedikit dibanding dirinya, tapi untuk saat ini Cahaya menyukai apa yang dia lihat.Alex masih tidur dan ini jarang terjadi karena biasanya saat Cahaya membuka mata pria itu sudah berpakaian dengan pakaian kerjanya. Alex pasti kelelahan.Cahaya menumpu kedua tangan dibawah wajahnya, menikmati pemandangan wajah Alex yang tampan. Alex memiliki bulu mata yang lebat dan itu diperindah dengan warna mata hitam dengan iris kekuningan yang menakjubkan. Bibir penuhnya selalu membuat Cahaya penasaran bagaimana rasanya dicium pria itu. Tangannya terulur, gatal ingin menyentuh rahang kokoh Alex, tapi ia mengurungkan niatnya, takut membangunkan Alex.“Kurasa kau menikmati memandang wajahku.”Cahaya membelalak. “Kau…apa kau sudah bangun dari tadi?”Alex berpaling pada Cahaya. “Yup.”Rambutnya yang acak-acakan haya menambah daya tarik pria itu.“Kenapa kau tidak bilang!” cetus Cahaya, merasa d
Alfred tertawa pelan mendengar pertanyaan Cahaya. Matanya yang biasanya tidak menunjukkan emosi kali ini terlihat bersinar. Pertanyaan Cahaya sepertinya benar-benar menghiburnya.“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu, Nak? Apa yang bisa aku dan Alex sembunyikan?”Cahaya mengusap lehernya dengan gerakan tidak nyaman. “Karena sepertinya Kakek dan Alex berusaha keras membuatku menjadi sesuatu. Alex bersikeras agar aku ikut pelatihan media dan Kakek juga mengatakan hal yang sama. Jadi menurutku….”Alfred meraih biskuitnya. “Itu hal yang bermanfaat, tahu bagaimana harus bersikap dan mengatakan apa di depan media itu penting karena jika tidak mereka akan menancapkan cakarnya di wajahmu. Itu semacam pelatihan untuk melindungi dirimu.”Cahaya meringis. “Kurasa media tidak seburuk itu, Kek?”Polos dan lugu.Cahaya sama sekali tidak tahu kalau kekuatan media bisa menghancurkan seseorang sampai hancur tak bersisa, tapi mungkin bukan hal yang tepat untuk mengatakannya sekarang karena Alfred ya