Home / Rumah Tangga / Istri Yang Menanti Sentuhanmu / Mau Nggak Mau Kamu Harus Menerimanya!

Share

Mau Nggak Mau Kamu Harus Menerimanya!

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2025-01-03 20:17:03

"Sudahlah jangan seperti anak kecil." Katanya lalu dia pergi ke kamar mandi.

Jujur aku lelah seperti ini, kemarahanku baginya hanya sikap berlebihan. Padahal aku juga ingin diperlakukan layaknya seorang istri.

Tak ingin terus berdebat kusir dengan pria keras itu, aku memutuskan tidur. Lebih baik aku memejamkan mata daripada terus menambah luka.

Tak terasa seminggu telah berlalu, kini kondisi Mas Raka sudah jauh lebih baik.

“Aku hari ini masuk kerja, siapkan semua keperluanku.” Dari tempat tidur dia memerintahkan aku untuk menyiapkan segala sesuatunya.

Aku tak merespon ucapannya, tapi meskipun begitu ketika dia mandi aku tetap menyiapkan keperluannya.

Semua aku letakkan di atas tempat tidur, lalu aku keluar kamar. Aku pergi ke dapur untuk beres-beres dan sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Hanya ada roti?” Tanyanya ketika aku tengah mencuci piring.

"Iya.” Aku menjawab pertanyaannya tanpa menoleh. "Sesuai sama yang kamu lihat di meja, Mas."

"Kenapa kamu tidak perhatian sedikit saja sama suami, aku mau berangkat kerja, setidaknya siapkan sarapan yang bergizi, plus bekal."

Masih dengan tangan penuh sabun aku membalikkan badan, “Aku masih sakit jadi makan yang ada saja.” Ujarku dengan menatapnya.

Kini wajahnya menunjukkan ekspresi heran, “Kamu sakit? Sakit apa?” Sedikit kekhawatiran dia tunjukkan padaku.

“Sakit hati.” Aku membalikkan badan kembali, lalu melanjutkan cuci-cuci piring yang belum selesai.

Tak tau bagaimana reaksinya, aku hanya mendengar kursi ditarik lalu suara sedikit gaduh dari meja makan.

Usai itu kudengar lagi langkah kaki mendekat, “Aku berangkat."

“Iya,” Sahutku tanpa menatapnya.

Masa bodoh dia pulang atau tidak, bagiku sama saja.

Memang kehadiran orang ketiga merusak segalanya. Kami serumah tapi jarang bicara, tak ada canda tawa apalagi sikap manja. Rumah tangga yang sudah hambar kini semakin hambar bahkan mungkin akan segera mati.

Namun kucoba menikmati hidup meski aku harus selalu berdampingan dengan rasa sakit.

Setelah pekerjaan rumah selesai, aku memutuskan untuk keluar. Selama Mas Raka sakit, aku terus di rumah dan hari ini aku ingin keluar makan siang dengan Ira, sahabatku.

Kami memilih sebuah kafe yang kebetulan baru buka, selain banyak diskon, kafe itu memiliki tempat yang asik untuk rumpi, maklum aku dan Ira kalau bertemu pasti rumpi sana sini.

Saat itu ketika kami selesai makan, Ira tiba-tiba mengajak pulang, tentu aku heran dengan sikapnya. Mengingat biasanya kami rumpi dulu.

“Tumben, langsung ngajakin pulang nggak rumpi dulu nih.” Aku menyindirnya dengan tertawa.

“Kita rumpinya di rumah kamu saja Mel, sekarang ayo kita balik.”

Ira berbicara denganku namun netranya memandang tajam ke arah belakangku. Aku pun curiga apa yang dia lihat.

“Kamu lihat apa sih!” Karena penasaran aku menoleh.

Sementara itu Ira mencoba menghentikan aku tapi aku sudah terlanjur menoleh.

Perlahan aku menatap sahabatku itu dengan tatapan sendu. “Jadi karena itu kamu mengajak aku pulang, Ir?”

Sahabatku itu mengangguk, “Kamu yang sabar ya Mel? apa perlu kita samperin mereka?” Ira terlihat sangat kesal tapi disisi lain dia iba padaku.

“Nggak perlu, ayo kita pulang.” Akhirnya aku setuju pulang.

Ingatan Mas Raka dan Renata makan saling suap kini terus menari di kepalaku, membuat rasa sakit yang aku coba alihkan kini datang menyerang.

Air mataku merembes keluar sehingga memecah fokus Ira dalam menyetir.

“Amel sudah dong jangan nangis, pria seperti itu. Raka nggak pantas kamu tangisin.” Dia mencoba menenangkan aku.

“Aku nggak nangisin Mas Raka, aku justru menangisi diriku sendiri yang nggak bisa lepas darinya.” Ujarku tanpa menatap Ira.

Kami berbincang, memang tidak ada kesetiaan yang mutlak dalam sebuah pernikahan karena sejatinya pria itu tidak akan benar-benar bisa setia, wanita lah yang harus berkompromi.

“Saranku mending kamu ceraikan suami kamu itu daripada kamu tersiksa, kamu masih muda, cantik pula aku yakin banyak pria yang mau mendampingi kamu apalagi kamu janda kembang.”

Suara tawa Ira menggema, suasana sedih berubah menjadi tawa, memang Ira adalah sahabat terbaikku, dia mampu mencairkan suasana ketika hati aku sakit.

Sesuai janji Ira, dia mampir di rumahku. Sama-sama menyukai drama Korea, kami memilih menghabiskan waktu menonton alih-alih berbincang panjang lebar perihal masalah rumah tanggaku.

Kehadirannya membuatku melupakan sejenak masalah rumah tanggaku, tapi setelah dia pulang, perlahan rasa sakit kembali kurasakan.

Aku duduk di sofa, sambil menekuk lututku, ingatan tadi pun kembali datang. Saat seperti ini aku masih berandai jika itu adalah aku bukan Renata pasti aku….” Ah Amel apa yang kamu pikirkan.”

Hingga malam tiba tak ada tanda-tanda Mas Raka pulang, aku hanya tersenyum menatap bantal dan guling yang biasanya dia gunakan.

Kutahu dia kini pasti bersama Renata, menuntaskan rasa rindu yang terpendam karena keadaan Mas Raka yang sakit beberapa hari belakangan.

Tak mau sedih dan tak mau ambil pusing aku mencoba membuka media sosial kembali, siapa tau dengan begitu aku bisa melupakan sakit hatiku sejenak.

Sejak hari itu, hingga beberapa hari ke depan, Mas Raka masih belum pulang. Namun, sekalinya pria itu pulang, dia kembali menambah borok luka di hatiku.

“Amel,” Mas Raka memanggilku, kudengar suara langkah kaki mendekat.

Aku dengar suara mobilnya menderu memasuki garasi, tapi aku tetap bergeming di atas ranjang.

Aku memilih memejamkan mata, meski belum tertidur.

"Mel bangun." Ujarnya lagi sambil menggoyangkan tubuhku.

Perlahan aku membuka mataku, aku menguap seolah aku benar-benar bangun dari tidur.

"Ada apa, sih?" Aku menatapnya kesal. "Ingat pulang juga kamu akhirnya, Mas?"

“Ayo ikut turun, di bawah ada Renata.” Katanya.

Tatapan kesal berubah menjadi tatapan tajam. Tubuhku langsung duduk dan memasang posisi siaga. "Mau ngapain dia? Kenapa kamu ngajak dia ke sini?” tanyaku marah.

Bisa-bisanya dia membawa wanita simpanannya ke rumah. Apa masih belum cukup luka yang dia torehkan padaku?

"Bawa dia pergi. Aku tak sudi melihat jalangmu Mas!” Aku berteriak, sungguh tak ikhlas jika wanita itu ada di rumahku.

Tangan Mas Raka mengepal, dia yang semula berbicara sedikit lembut padaku kini berubah menjadi kasar.

"Mau nggak mau, suka nggak suka kamu harus menemuinya, karena mulai malam ini Renata akan tinggal bersama kita!”

Aku tertawa penuh frustasi, bagaimana bisa dia tidak memikirkan perasaanku? Membawa masuk madu ke dalam rumah itu sama artinya dia ingin membunuhku perlahan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Mega
Amellllll please go away
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
lengkap sudah penderitaanmu Mel...ttplah jadi wanita bodoh yang akan terus tersakiti......pergi bodoh...sebel deh
goodnovel comment avatar
Lusia Sudarti
jadi benar² geram jadinya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku bahagia Mas

    Waktu terus berlalu, tak terasa Arkan sudah berumur tujuh bulan, mama yang masih memegang teguh adatnya hendak melakukan syukuran yang disebut "Mudun lemah" atau turun tanah. Di usia tujuh bulan bayi sudah diperbolehkan untuk diturunkan ke bawah mengingat mereka harus belajar berjalan. "Amel persiapannya sudah selesai apa belum?" tanya Mama yang memantau aku di dapur. "Sudah ma, anak ayam yang mama pesan sudah dikirim." Kataku sambil tersenyum. Memang dalam syukuran kali ini kami menggunakan anak ayam, entahlah kenapa ada adat seperti itu. Ayah dan ibuku juga datang untuk membantu, aku yang lelah memutuskan ke kamar sejenak untuk istirahat. Beberapa saat kemudian, Mas Raka menyusulku. Dia yang juga kelelahan turut berbaring di sampingku. "Adat terkadang itu menyusahkan, tinggal syukuran saja kenapa ribet banget yang inilah itulah, lagian kenapa ada acara turun tanah, Arkan tinggal ditaruh bawah kan udah beres." Mas Raka menggerutu sendiri. Mendengar gerutuannya

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Pengen Terus

    Mas Raka menatapku tak percaya, "Kamu setuju Sayang?" tanyanya sambil memegang pundakku. "Iya Mas, kuakui aku tak sanggup mengurus Arkan sendirian." Mas Raka langsung memelukku, dia mengecup keningku berkali-kali. Setelah berbincang aku dan Mas Raka memutuskan pulang, sesampainya di rumah Mama menyambutku. Sama seperti Mas Raka mama memelukku dengan erat. Sebenarnya aku heran pada mereka, takut sekali jika aku pergi. "Ma tolong carikan yayasan terbaik, kami akan menggunakan jasa baby sitter." Ujar Mas Raka. Mama sangat senang mendengar kabar ini lalu beliau menghubungi Yayasan yang sudah diakui para majikan. Beberapa foto calon baby sitter mama tunjukkan padaku, dan pilihanku jatuh pada baby sitter yang sudah berumur. Aku sengaja mencari yang tidak manarik karena takut Mas Raka akan tergodo seperti di film-film. Keputusan kami buat, dan besok orangnya akan dikirim ke rumah. Malam itu, Mas Raka lah yang menidurkan Arkan, dia juga menemani aku begadang meng

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Saling minta maaf

    "Iya Bu, Amel akan memikirkannya lagi." Kataku sambil menatap ibuku. Arkan menangis, ibu memintaku untuk menyusuinya langsung karena asi yang aku pompa kemarin sudah habis. Setelah aku menyusui Arkan, ibu meminta bayiku kembali. Ibuku memang ibu terbaik di dunia. Beliau tidak ingin aku lelah. "Enak ya digendong nenek." Aku mengusap pipi Arkan. Dari depan terdengar suara mobil berhenti, bibirku menyunggingkan senyuman saat tahu yang berhenti adalah mobil Mas Raka. Mas Raka berjalan mendekat dan bersamaan Arkan muntah sehingga aku berlari masuk ke dalam. Dari belakang aku mendengar Mas Raka memanggilku. "Sayang." Mas Raka mengekori aku yang ingin mengambil tisu. Dia langsung memelukku. "Maafkan aku." Dia berbisik. Aku melepas pelukannya bukan tidak senang dengan kedatangannya tapi aku harus mengusap muntah Arkan. Ibu segera meminta tisu dariku, lalu beliau lah yang mengusap bibir Arkan. Setelah bersih dari muntahan, aku menatap suamiku yang sudah memasan

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa aku salah?

    Di dalam kamar aku menangis, sungguh aku merasa sedih dengan sikap Mas Raka. Kenapa semua seolah aku yang salah? padahal aku hanya ingin merawat Arkan dengan tanganku sendiri? "Kenapa kamu begini Mas?" Aku bermonolog dengan diriku sendiri. Kukira Mas Raka akan mengerti keadaanku, seorang ibu baru yang mengalami perubahan segala siklus hidup namun nyatanya tidak. Di saat seperti ini bukankah peran suami adalah mensupport istri? tapi mengapa malah balik menyalahkan? ArrggggAku berteriak sambil mengusap rambutku dengan kasar. Meskipun aku mengurus Arkan sendiri aku tidak pernah mengganggu tidurnya, seberapa repotnya aku tiap malam aku tidak pernah membangunkannya karena aku sadar dia harus bekerja. Tapi kenapa dia tidak mengerti? bukankah masa-masa seperti ini tidak lama, ketika bayi semakin besar dia pasti akan jarang bangun malam dan aku bisa mengurusnya kembali? Hati yang meradang membuat aku terus menangis hingga suara ketukan dari luar menghentikan tangisku. Aku berjalan u

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Kenapa?

    Kutunggui dia yang sedang makan, entah mengapa melihat Mas Raka makan, aku merasa iba. Emosi yang memburu tiba-tiba menghilang. "Aku sudah selesai makan, apa yang ingin dibicarakan?" Dia menatapku. "Ayo le kamar." Tak ingin di dengar pelayan dan Mama aku mengajak Mas Raka ke kamar. Tapi Mas Raka menolak dengan alasan kekenyangan jadi malas naik. "Kamu tuh kenapa sih Mas, bicara di kamar lebih leluasa tidak didengar banyak orang!" Aku memberengut kesal. "Apa masalahmu?" Nafasku kembali memburu, dia tidak pulang dan dia bertanya apa masalahnya? "Kamu tuh nyadar gak sih kalau salah! nggak pulang apa menurut kamu itu wajar?" Air mataku yang kutahan memberontak keluar, sehingga kini aku menangis di hadapannya. "Apa yang kamu tangisi bukanlah semua keinginan kamu?" Mendengar ucapannya sontak aku membuat aku kembali menatapnya, "Apa maksud kamu?" "Ya kamu lelah dengan Arkan bukanlah itu keinginan kamu? dari awal aku sudah mencoba menawarkan baby sitter tapi kamu selalu menolak."

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Tidak Pulang

    Tanganku mengepal, emosiku meledak-ledak melihatnya. Melihatku Mas Raka hanya menghela nafas. "Aku lelah, jangan marah-marah seperti ini." Katanya lalu dia merebahkan diri di tempat tidur. Tak rela jika amarahku berakhir begitu saja aku pun menghampirinya, ku tarik tangannya agar bangun untuk mendengar omelanku. Tapi bukannya bangun Mas Raka justru menarik tubuhku dan membawaku ke dalam dekapannya. "Arkan tidur lebih baik kamu tidur jangan marah-marah." Katanya. Aku melongo melihat suamiku ini, seketika emosiku yang sedari tadi berapi-api padam begitu saja. Dan dalam dekapannya aku merasa hangat hingga air mataku tak terasa meleleh. "Nyatanya lelahku hilang dalam dekapannya." Batinku sambil terus menatap Mas Raka yang sudah memejamkan mata. Baru saja aku terpejam suara Arkan membangunkan aku, malas dan lelah tapi aku harus bangun untuk menenangkan malaikat kecilku itu. "Kamu haus ya." Kataku sambil membuka kancing baju untuk menyusuinya. Saking ngantukn

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Marah

    Aku hanya tersenyum mendengar pesan Mama, entah mengapa aku ingin tanganku sendiri yang mengurus bayi ini. "Nanti Amel pikirkan ya Ma." Tak ingin Mama kecewa aku berkata demikian. Bayiku kini berusia tujuh hari, hari ini adalah hari dimana Mama mengadakan syukuran pemberian nama. Adat kami memang seperti itu, ada beberapa syukuran yang wajib digelar oleh keluarga yang baru saja memiliki keturunan. "Namanya Arkan Ma, diambil dari Amel dan Raka." Ujar Mas Raka. "Tapi sama Mas Raka ditambahi n," sambungku. Mama tertawa, sebenarnya aku yang ingin Mas Raka menambahkan paten n, karena aku ngefans sekali dengan salah satu sama pemain bola tanah air. Setelah acara syukuran pemberian nama selesai aku dan Mas Raka pamit ke atas untuk istirahat. Di dalam kamar, Mas Raka duduk di sampingku. "Sayang, besok pagi sekali aku ada dinas keluar kota kamu bisa nggak bangun pagi dan mengurusi aku." Dia menatapku. "Aku upayakan ya Mas, bayi kita sering rewel kalau malam jadi aku ga bisa

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Mengurus Anak Sendiri

    Ini bukan stimulasi Asi melainkan memancing hasrat, alhasil hasratku lah yang terpancing keluar. "Mas, ah...." Aku malah mendesah merasakan setiap hisapan yang mas Raka berikan. Tanganku menarik rambutnya, mataku justru terpejam. "Mas sudah." Aku menekan kepalanya. Entah apa yang ada di kepalaku, saat seperti ini aku malah terjerumus dalam hal ini. Mas Raka menyudahi aksinya, "Gimana sayang, apa sudah cukup stimulasinya?" Dia tersenyum licik. "Ini bukan stimulasi mas, tapi memancing hasrat." Sahutku kesal. Dia tertawa, suamiku sungguh mesum sekali. "Maafkan aku sayang," katanya lalu mencubit pipiku. Netraku menatap wajahnya kemudian turun ke bawah dan aku melihat ada sesuatu yang menyembur dari balik celananya. Deretan gigiku terlihat, ternyata dia juga terpancing perbuatannya sendiri. "Itu kamu juga berdiri." Kataku sambil menahan tawa. Sebenarnya aku ingin tertawa lepas mengejeknya hanya saja luka operasi jika dibuat tertawa terasa sangat sakit. Tau aku mengejeknya Mas

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Lahir

    Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, hari ini aku dan seluruh keluarga besarku dan Mas Raka pergi ke rumah sakit. Sengaja kami memilih hari ini karena hari ini bertepatan dengan ulang tahun Mas Raka jadi anakku nanti memiliki hari ulang tahun sama dengan papanya. "Mas aku takut." Aku terus memegangi tangan mas Raka. Ingatan waktu itu, membuat nyaliku menciut. Memang operasi sesar tidak menakutkan tapi setelahnya aku harus kesakitan. "Jangan takut sayang, ada aku." Mas Raka terus mengecup keningku. "Habis operasi sakit sekali Mas." Aku mengubah raut wajahku takut merasakannya lagi. Mas Raka tersenyum, dia bilang kalau nanti sakitnya terbayarkan dengan hadirnya anak kami. Aku tersenyum mendengar ucapannya. Bayangan bayi menangis menari di kepalaku, tanpa kusadari bibirku terus saja menyunggingkan senyuman. Beberapa waktu kemudian, Dokter datang untuk melakukan pemeriksaan, selain operasi aku juga meminta dokter untuk sekalian memasang kb, rencananya aku akan menunda kehamilan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status