Share

5. Bertengkar

Bab 5 Bertengkar

Setelah berpamitan pada Olga. Elang mengendarai mobilnya ke rumah dengan kecepatan tinggi. Dia sudah tak sabar, ingin bertanya perihal video itu. Sampai di rumah, Elang yang terbiasa rapi, kini terlihat asal-asalan meletakkan mobilnya di pekarangan. Dia turun dari kendaraan beroda empat itu, lalu membawa kakinya melangkah ke rumah.

Membuka pintu dengan mudah, dia terkejut saat mendapati Miya masih berada di ambang pintu kamar dengan wajah pucat. Wajahnya kusam, penampilan lusuh dengan kulit yang mulai kering. Miya mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia seakan tak percaya, bahwa suaminya sudah berdiri di hadapannya saat ini.

"M—mas!" panggil Miya tergagap. Wanita itu bergegas maju ke depan. Dia meraih tangan Elang, lalu menciumnya.

"Tunggu, Mas! Biar aku siapkan air hangat untuk mandinya, ya!" Buru-buru sekali Miya membalikkan tubuhnya. Namun, baru selangkah saja dia mengayunkan kaki. Tangan kekar milik Elang sudah menahannya lebih dulu.

"Sini dulu! Ada sesuatu yang ingin aku obrolkan denganmu, Miya! Lebih cepat lebih baik," ujar Elang dingin.

Padahal, dia rasanya ingin marah dan langsung memberikan video itu pada Miya, agar sang istri tak dapat lagi mengelak. Tapi, ketika matanya bersitatap dengan Miya, emosi Elang yang tadinya menggebu-nggebu seketika berangsur menghilang. Elang masih bisa berkata dengan lembut. Harapannya, kali ini Miya mau mengaku dan menjelaskannya semuanya hingga Elang paham. Sudah tidak berguna lagi rasanya air mata Miya sebagai jawaban.

"Ss-soal apa ya, Mas? Ehm, apa nggak sebaiknya mandi dan makan dulu, Mas? Kan capek pulang kerja. Biar Miya siapkan," sahut Miya yang tak berani menatap netra Elang. Dia masih saja menunduk, mengamati pergelangan tangannya yang masih dipegang oleh Elang.

"Nggak! Nggak bisa, Miya! Aku nggak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku udah nggak mau lihat kamu nangis-nangis lagi. Percuma, sebab semua itu nggak akan bisa menjawab semua rasa penasaranku selama ini! Ayo, kita duduk dan bicarakan ini dengan tenang! Aku harap, kamu paham dengan maksudku, Miya!" Elang menggandeng tangan Miya.

Dia menyuruh Miya duduk. Sementara Elang pun menempati sofa yang berada di sampingnya.

Jantung Miya berdegup kencang. Bahkan, berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia baru tau, bahwa Elang bisa bersikap setegas dan sedingin itu. Miya menggigit bibir bawahnya, dia takut. Karena tiba-tiba saja perasaannya menjadi tak enak.

Hening, tak ada suara apa-apa diantara mereka selama beberapa menit. Hingga helaan napas terdengar dari arah Elang.

"Kemana aja kamu setengah hari ini, Miya? Ah, ralat! Maksudku, tak hanya hari ini saja. Tapi, juga hari-hari sebelumnya pun sama. Kamu keluar dan keluyuran lagi kan, saat aku bekerja? Tolong jujur, Miya! Jangan bikin aku jadi bingung begini!" Elang menggenggam kedua tangan Miya. Dia mengangkat dagu Miya, agar istrinya itu mau bertatapan dengannya.

Tapi, Miya malah memejamkan kedua matanya. Bahkan, Elang bisa merasakan bahwa tangan Miya gemetar saat ini.

"Miya," panggil Elang lembut. "Kenapa?" tanyanya untuk yang kesekian kali.

Lagi dan lagi, Miya tak menjawab. Dia asyik diam seribu bahasa. Seakan-akan membuka mulutnya adalah hal yang paling membuatnya kesakitan.

"Miya! Astaga! Masih aja kamu pakai senjata buat menangis! Aku udah capek ya, Miya, lihat kamu terus-menerus seperti ini! Nggak ngerti lagi aku sama kamu! Maumu apa sih, Miya?" Tanpa sengaja Elang mengucapkan dengan nada tinggi. Hingga membuat Miya sedikit terlonjak karena kaget.

"A—aku …."

Elang melepaskan genggaman tangan mereka. Miya menunduk lagi. Bahkan kini dia sambil meremas-remas jari.

Elang tak sabar lagi. Dia meraih ponselnya dari dalam saku. Setelah mengusap layarnya beberapa kali, Elang langsung menyerahkan ponsel itu tepat di depan wajah Miya.

"Ini kamu kan, Miya? Tolong jelaskan sama aku! Kenapa kamu bisa ada di sana dengan penampilan seperti itu? Nggak mungkin dong, kamu punya kembaran! Aku cuma minta, kasih aku jawaban, Miya! Apa saja yang kamu lakukan saat aku pergi bekerja?" tanya Elang dengan wajah memerah. Sebisa mungkin, dia menahan emosinya agar tidak meluap kembali.

"D—dari mana kamu dapatkan video i—ini, Mas?" Setengah tergagap, Miya malah balas bertanya.

Elang tertawa, lalu kembali menggelengkan kepalanya.

"Miya, Miya … bukannya menjelaskan atau menjawab. Kamu malah masih sempat-sempatnya bertanya, aku mendapatkan video ini dari mana? Ck!"

Miya terdiam, lidahnya kelu sekali.

"Jawab, Miya!" Elang kembali menaikkan nada suaranya. Dia sungguh geram dengan ekspresi Miya, yang selalu sama.

"I—itu … s—sebenarnya aku …."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status