Leticia berdiri di depan gedung pencakar langit bertuliskan Elevate Dynamics—sebuah perusahaan yang bergerak di bidang investasi terbesar di kota Madrid. Leticia memantapkan langkahnya masuk ke dalam gedung itu, tujuannya adalah lantai lima belas. Ruang si pemilik perusahaan berada.
“Nona … Leticia Bradley?” tanya Owen Ozlle---asisten Kylen Dominic, memastikan. Leticia mengangguk, ketika ditanyai oleh seorang pemuda tampan sesampainya di lantai lima belas. Dia akan menemui Kylen dan meminta bantuan pria itu. “Silahkan, Nona, Tuan Kylen sudah menunggu Anda!” ucap Owen, sambil membuka pintu ruang kerja Kylen. “Terima kasih,” balas Leticia sebelum masuk ke dalam ruagan Kylen. Masuk ke dalam ruangan, matanya disuguhi punggung besar Kylen yang memunggunginya, memperhatikan pemandangan kota Madrid melalui kaca besar. Tubuh Leticia mendadak menegang ketika Kylen membalikkan badannya. Kylen terlihat begitu tampan dan matang. Sudah hampir sepuluh tahun mereka tidak bertemu. “Katakan, ada perlu apa kamu mencariku?” tanya Kylen to the point, saat melihat Leticia hanya diam membeku. Leticia mengerjapkan matanya, mengatur kembali pikirannya yang sesaat menerawang mengagumi sosok Kylen. “Ah … aku ….” “Duduklah!” perintah Kylen, yang lebih dulu duduk di sofa dengan kaki menyilang. Kylen, menatap lurus Leticia yang terlihat gugup. Gadis kecil itu kini terlihat semakin cantik dan menarik. Terakhir bertemu, Leticia masih duduk di bangku sekolah menengah atas saat itu, dan kini gadis itu sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang mungkin telah memiliki kekasih. “Jadi, apa tujuanmu ke sini?” ulang Kylen, mengajukan pertanyaan yang sama. Leticia meremat jari-jemarinya serta menggigt bibir, sebuah kebiasaan jika dia sedang terdesak atau gugup. “Aku … ingin meminta bantuan,” jawab Leticia dengan suara lirih. Alis Kylen mengkerut. Mata tajam laki-laki itu menatap Leticia dengan seksama. Bantuan? Setelah sekian lama mereka tidak berhubungan. Hal itu tentu membuat Kylen, bertanya-tanya. “Apa usaha ayahmu dilanda krisis?” tebak Kylen. Leticia menegakkan punggungnya, kaget karena Kylen menebak dengan benar padahal dia belum mengatakan maksud tujuannya. “Jadi benar, usaha ayahmu sedang dilanda krisis?” ulang Kylen. “Karena itukah kamu datang ke mari dan meminta bantuanku?” imbuh Kylen dengan suara tenang. Namun, cukup membuat lawan bicaranya gugup. Kylen tersenyum miring. Laki-laki itu mengancingkan kembali kancing jas yang tadi sempat dilepasnya saat duduk, sebelum tubuh tinggi besarnya meninggalkan Leticia, menuju kursi kebesarannya. Mata tajam Kylen kembali menatap Leticia dari tempat duduknya. Mengamati Leticia, seolah tengah melakukan sebuah penilaian. “Di mana Tuan Galen? Bukankah seharusnya beliau yang datang menemui ku dan meminta bantuan?” Leticia sedikit tertunduk kembali meremas jari-jarinya dan menggigit bibir. Benar apa yang dikatakan oleh Kylen, kenapa ayahnya tidak mendatangi Kylen, atau keluarga Dominic. Bukankah hubungan baik mereka bisa menyelamatkan permasalahan ayahnya, dari pada harus menjual dia pada laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya. “Leticia Bradley, bisa kamu menjawab ku?” Suara Kylen kembali terdengar. Wajah Kylen terlihat datar, tapi cukup membuatnya gugup. “Itu karena ayahku, memiliki rencananya sendiri,” jawab Leticia, jujur. “Rencananya sendiri?” ulang Kylen. Leticia menghela napas. Sungguh dia tidak ingin mengatakan semua ini. Jika Kylen, tahu apa dibalik alasannya mendatangi pria itu, bisa saja Kylen menilainya sebagai wanita yang suka merengek dan tidak bertanggung jawab. “Ayahku ingin aku menikah dengan laki-laki yang telah dipilihnya untuk menyelamatkan usahanya, tapi ....” “Kamu menolaknya dan lebih memilih untuk meminta bantuanku,” potong Kylen, yang dibenarkan oleh anggukan Leticia. Tidak ada lagi kalimat yang terdengar keluar dari bibir Kylen, pria itu diam dengan tatapan masih berfokus pada Leticia, untuk beberapa saat. Seolah berpikir keras. Kata-kata sang ayah yang harus membuat dia memilih antara pernikahan atau harus kehilangan Shanon, meracuni sedikit otaknya untuk memanfaatkan situasi yang terjadi saat ini. Tidak ada pilihan yang menguntungkan. Menikah artinya dia akan kehilangan Shanon secara tidak langsung. Namun, membiarkan ayahnya melepas alat penopang pernapasan Shanon, bukan pilihan yang tepat baginya. Cintanya pada Shanon serta kenangan indah mereka terlalu bermakna untuk dilepaskan begitu saja. Lima tahun tentu bukan waktu yang sebentar. “Apa yang kamu tawarkan sebagai imbalan atas bantuanku, nanti?” Setelah terdiam cukup lama, Kylen kembali angkat bicara. “Ta---tawaran?” gagap Leticia. Kylen bangun dari duduknya, berjalan mendekat ke arah Leticia. Matanya yang tajam menatap Leticia, seolah mengunci wanita itu. “Tidak ada?” tebak Kylen dengan seringainya. “Bagaimana kalau tubuhmu?” imbuhnya. Mata Leticia membola, tangannya spontan menyilang menutupi bagian dadanya. “Tu---tubuhku!” “Menikahlah denganku! Hanya pernikahan di atas kertas, sampai kekasihku bangun dari komanya!”Kylen menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumahnya. Pria itu sama sekali tidak memperdulikan tatapan penuh tanya yang dilemparkan Leticia. Membiarkannya begitu saja lalu berlalu melaju bersama kuda besinya. Tujuannya saat ini adalah rumah sakit.Berita yang Owen bawa tentang Shanon yang menggerakkan tangannya, membuat ia ingin segera melihat wanita yang dicintainya itu. Ia rela menempuh jarak ratusan kilo meter demi semua itu.“Bagaimana keadaannya?” Kylen yang baru sampai di rumah sakit langsung menuju ke ruang rawat Shanon. Di sana ada Owen yang duduk sambil membaca buku. Owen menggelengkan kepala. “Nona Sahanon hanya menggerakkan tangannya, Tuan.”Owen menunduk kepalanya, merasa bersalah karena membuat Kylen mengakhiri bulan madunya lebih cepat.“Maaf…,” cicit Owen.Kylen diam. Pria bermata tajam itu berjalan mendekat ke ranjang pasien. Tangannya menggenggam tangan Shanon. Mengecupnya beberapa kali lalu menyimpannya di pipinya.“Apa kamu merasakan sesuatu? Maaf karena me
Kylen menghentikan gerakannya. Wajah Leticia yang terlihat kesakitan meski bibirnya tertutup, membuatnya tak tega jika harus memaksa miliknya untuk terus mendobrak dinding pertahanan Leticia. Pria itu menjauh, mengambil minuman dingin yang ada di lemari es. Dia perlu sesuatu yang dingin untuk membuat suhu tubuhnya kembali normal. “Kenapa? Apa aku tidak menarik?” Pertanyaan bernada protes itu keluar dari bibi Leticia. Tubuhnya yang polos ia tutupi dengan selimut. Jujur ada rasa kecewa dalam dirinya ketika Kylen menghentikan pergulatan mereka. Rasanya seperti terbang tinggi lalu dihempaskan begitu saja. Sakit dan malu.“Tidurlah. Aku akan berolahraga sebentar di bawah.” Bukan menjawab, Kylen justru memerintahkan Leticia untuk tidur.Leticia berdecak. Dengan kesal ia memakai kembali pakaiannya. Bukan untuk bersiap tidur seperti yang diperintahkan oleh Kylen, melainkan berjalan mendekat ke arah Kylen.“Aku tidak bisa tidur. Kamu pikir aku bisa tidur setelah apa yang kita lakukan tadi,”
Kylen menyeringai, jari tangannya menjalar mengusap rambut Leticia, sementara matanya mengunci pandangan gadis itu. Wajah tegang serta rona merah di wajah Leticia membuatnya merasakan sesuatu yang menarik. Menggoda gadis itu, misalnya.“Menurutmu, apa yang bisa kita lakukan?” bukan menjawab, Kylen justru semakin menggoda Leticia. “Kita sudah menikah, bukankah kita bisa ....”“Stop!” pekik Leticia, menutup matanya.Leticia mencoba mempertahankan diri untuk tidak tergoda oleh sentuhan Kylen, meski nyatanya tubuhnya menginginkan sentuhan yang lebih dari saat ini. Sensasi yang tidak pernah dirasakannya, membuat ia ingin merasakan itu.“Bukankah kamu mengatakan tidak akan menyentuhku,” lirih Leticia. Matanya terbuka menatap iris mata Kylen yang gelap.“Aku tidak pernah mengatakannya. Saat itu aku mengatakan kita lihat saja nanti.”Leticia menelan ludahnya susah payah. Otaknya berusaha untuk mencari cara lain agar Kylen menghentikan semua ini. Namun, otaknya seakan membeku. Terlalu lama di
Pagi ini Kylen mengajak Leticia pergi ke catatan sipil untuk mengurus pernikahan mereka. Tanpa gaun pengantin dan juga pesta meriah, kini status mereka telah berubah menjadi sepasang suami istri.Leticia tersenyum tipis, melihat buku kecil yang ada di tangannya. Statusnya telah berubah, dari lajang menjadi istri orang. Helaan napas panjang yang keluar dari bibir Leticia, mengundang perhatian Kylen, hingga membuatnya menoleh.“Kenapa? Tidak suka?”Leticia memutar bola matanya. Ekspresi Kylen yang datar dan dingin sunguh membuatnya ingin menonjok wajah tampan itu. Bagaimana bisa pria itu masih bersikap biasa saja setelah membuat orang-orang kecewa akan keputusannya. Meski hanya menikah kontrak, setidaknya Kylen bisa mengadakan pesta sederhana untuk menyenangkan hati orang tua mereka.“Kemana?” tanya Kylen, mencekal tangan Leticia ketika gadis itu berlalu begitu saja dan mengabaikannya.“Aku tidak suka diabaikan! Jika aku bertanya, maka jawab!” Sorot mata tajam Kylen, memberi peringatan
“Silahkan, Nona!”Leticia menarik napasnya dalam-dalam. Dia kembali datang seperti yang Kylen minta, tanpa tahu apa yang akan dilakukannya hari ini.“Nona …?” Owen, menjulurkan tangannya, memerintahkan Leticia, sekali lagi untuk segera masuk ke dalam.Leticia kembali menarik napas, kali ini lebih dalam dan lebih panjang dari sebelumnya. “Terima kasih,” ucap Leticia melempar senyum manis kepada Owen, setelahnya ia melangkahkan kaki masuk ke dalam.Kylen duduk di kursi kebesarannya, menatap tampilan Leticia yang memakai blazer merah dipadukan dengan rok di atas lutut dengan warna senada. Tidak buruk, tapi dia tidak terlalu suka dengan itu.“Bukankah aku menyuruhmu untuk datang jam sepuluh!” Alih-alih mengomentari penampilan Leticia yang cukup mengganggu matanya, Kylen justru melayangkan protesnya karena Leticia datang terlambat.Leticia tersenyum, menunjukkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi. “Maaf …,” ucap Leticia.“Tadi, ayah mengajakku berbicara banyak hal, jadi aku sedikit t
Leticia terus meremas jari-jemarinya, berpikir jawaban apa yang harus diberikan pada Kylen. Dia masih di ruang kerja Kylen, tanpa laki-laki itu. Kylen meninggalkannya karena harus menghadiri rapat. Siapa yang menyangka Kylen akan memberikan tawaran yang sama dengan ayahnya. Pernikahan! Sungguh, dia tidak ingin terjerat dalam hubungan bernamakan pernikahan. Ada banyak hal yang masih ingin dilakukannya.“Ah … sial!” umpat Leticia mengacak rambutnya frustasi.Leticia gelisah. Perempuan cantik dengan balutan dress berwarna salem itu berjalan mondar-mandir. Menolak tawaran Kylen, bukankah itu sama dengan tidak mendapatkan bantuan dan dia harus menerima tawaran dari ayahnya, menikahi pria asing. “Tuhan … bagaimana ini! Apa yang harus aku lakukan?” Leticia kembali mengacak rambutnya, wanita itu terus bergumam hingga sosok bertubuh tinggi besar yang berjalan melewati pintu, membuatnya menutup rapat-rapat mulutnya. Kylen, telah kembali. Wajah laki-laki itu sama seperti sebelumnya, datar ta