Share

Bab 4

Pesta sederhana atas pernikahan Luna dan Stevano itu berlangsung hingga malam hari, kini Stevano membawa Luna kembali ke rumah bersama keluarga lainnya. Sesampainya di rumah megah itu, Stevano lebih dulu bicara pada ayahnya, Sarah dan kedua anak perempuan itu pun pergi ke kamarnya masing-masing, begitu juga dengan Luna.

"Ada apa?" tanya Alexander pada putranya.

"Apa ayah yang mengundang Karin?" kata Stevano. Alexander menyipitkan matanya menatap pria berusia 32 tahun itu.

"Apa kau canggung dengannya?"

"Tidak. Aku hanya tidak suka saja, kenapa ayah mengundang nya?"

"Ayah hanya akan tunjukan padanya, kalau kau sudah menemukan penggantinya, itu saja."

"Tapi ayah-"

"Sudah lah, Van. Yang ku katakan itu benar 'kan? Sekarang kembalilah ke kamar mu, istrimu menunggu disana."

"Kita belum selesai, ayah. Akan ku bahas lagi ini lain waktu," kata Stevano seraya berjalan melewati ayahnya. Alexander hanya tersenyum dengan kepala menggeleng.

____

"Kakak.."

Stevano menghentikan langkah nya saat sampai di tengah tangga.

"Sam?" ucap Stevano melihat adik perempuan nya memanggilnya dan berlari mendekatinya.

"Kakak tadi bertemu Karin?" tanya Samantha. Stevano mengerutkan keningnya.

"Aku yang mengundangnya, apa kalian saling menegur?"

"Lancang sekali kau mengundang nya tanpa seizin ku!!" ucap Stevano dengan nada meninggi.

"Apa kakak canggung?"

"Itu bukan urusan mu!" Stevano berbalik hendak meninggalkan Samantha.

"Aku lebih setuju kau bersamanya," pekik Samantha, Stevano kembali berbalik menatap wanita berusia 25 tahun itu.

"Atau tidak dengan siapa pun, termasuk gadis kampung itu."

Stevano turun satu langkah mendekati Samantha dan menatap nya tajam.

"Yang pernah terjadi antara kita, itu bukan ke inginan ku. Itu tidak di sengaja dan kita sepakat melupakan nya, jadi kau tidak boleh menggunakannya sebagai kesempatan karena bagaimana pun aku menganggap mu adik, seperti Samara." ucap Stevano dengan nada menekan.

"Jangan berharap lebih pada ku, Sam." lanjut Stevano dan kembali berjalan menaiki anak tangga. Samantha menatap punggung Stevano dari bawah sana, matanya memerah dengan rahang mengerat dan jari-jari mengepal keras.

'Kita lihat nanti, Stevano. Saat waktunya tiba, kita akan mulai satu permainan.' batin Samantha seraya mengusap air matanya.

Ceklek

Stevano membuka pintu kamarnya, kamar yang sudah berhias layaknya kamar pengantin baru. Bau aroma wangi begitu menyeruak di indera penciuman nya, serta lampu temaram yang menambah kesan romantis di kamar itu.

Di sana, dia melihat Luna terbaring di atas sofa panjang dekat jendela yang terbuka. Stevano mendekati Luna, tampak jelas wajah lelah Luna, itu terlihat dari cara tidurnya yang mendengkur dengan mulut sedikit terbuka.

'Ciahh.. Dia tidur seperti ini?' batin Stevano menahan tawa melihat tidur Luna. Dia menatap lagi wajah mungil dan cantik itu, matanya tak berkedip meneliti dari ujung kepala hingga ujung kaki Luna, putih mulus dan bersih.

...Eeengghhh... Luna mengerang menggerakan tubuhnya berbalik membelakangi Stevano. Bersamaan dengan itu juga Stevano tersadar dari keterpanaannya pada Luna. Dia menghela nafas sambil menggaruk pelipisnya yang tak gatal mengingat apa yang dia fikirkan tentang wanita itu. Stevano memutuskan membersihkan diri, setelah itu dia tidur dan membiakan Luna tidur di sofa.

_____

Pagi ini, Luna sudah siap dengan pakaian sederhana nya. Kini dia tengah menyisir rambutnya dan sedikit memoles wajahnya dengan bedak yang biasa dia pakai.

Sedangkan Stevano baru bangun karena ponselnya berdering, dia bicara sebentar dengan seseorang melalui panggilan telpon.

"Hhmm, akan ku urus nanti." kata Stevano, setelah itu mengakhiri panggilan. Dia meletakan asal ponselnya dan melihat Luna yang masih memoles wajahnya. Di lihatnya wanita itu dari atas hingga bawah, pakaian sederhana yang Luna kenakan membuat Stevano menggeleng.

"Apa yang kau lakukan?!" ucap Stevano dengan nada meninggi. Luna berbalik menatap Stevano dengan tatapan heran.

"Apa?" balas Luna dengan kening mengkerut.

"Apa begini penampilan mu untuk menyambut tamu ku?! Kau mau mempermalukan ku, huhh!!" bentak Stevano.

Luna tersentak menunduk takut mendapat bentakan dari Stevano yang suara bariton nya menggelegar memenuhi kamar.

"Aku sudah menyiapkan banyak baju layak pakai di lemari, kenapa kau masih menggunakan baju lusuh ini!!"

"M-maaf tuan, a-aku tidak tahu.." kata Luna dengan terbata dan suara bergetar. Stevano dengan geram menarik tangan Luna menyeretnya ke ruang Walk in-closet.

..aahh.. Luna tersungkur di lantai kala Stevano mendorongnya di ruang penuh pakaian itu.

"Pakai baju yang layak dan rias wajah mu sebaik mungkin! Aku tidak mau memiliki istri kampungan dan membuat ku malu, apa kau mengerti!!" Stevano meninggikan suaranya dengan rahang mengetat menahan kesal. Luna hanya mengangguk dengan linangan air mata.

"Dasar kampungan!" ucap Stevano seraya berlalu pergi.

Luna mengusap buliran beningnya, hatinya terasa sakit mendapat hinaan dari pria yang menjadi suaminya itu. Di tegakan nya tubuhnya, di tatapnya deretan baju wanita yang tergantung rapi dengan berbagai warna dan jenis yang harganya tentu tidak murah.

Luna menatap dirinya, pakaian lusuh dan sederhana itu memang tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan pakaian mewah itu.

"Ya tuhan, sakit sekali." isak Luna menekan dadanya.

"Ini baru sehari, sehari, oh ya tuhan apa aku bisa melewati ini? Entah sampai kapan," ucap Luna semakin terisak.

"Jangan membuat ku menunggu, Luna!!" terdengar suara bentakan Stevano dari luar Walk in-closet.

"Baiklah Luna, pakai apapun yang menurutmu pantas kau pakai. Semua baju disini layak," gumamnya menegakan tubuhnya sambil mengusap air matanya.

Stevano merapikan dirinya di depan cermin, setelan jas berwarna navy dengan kemeja putih dan sepatu hitam mengkilap. Penampilan pria duda berusia 32 tahun itu memang sangat memukau, tampan dengan tubuh tinggi tegap. Tatapan tajam dan rahang tegas, sungguh pria dambaan kaum hawa manapun.

"Dia sangat lama, aku tidak suka menunggu!" gumam Stevano sambil memakai arloji di tangan kirinya.

Stevano menegang, dia melihat Luna dari pantulan cermin sudah berdiri di belakangnya. Gaun selutut dengan bagian dada sedikit terbuka dan lengan panjang, begitu serasi melekat di tubuh mungil Luna hingga menampakan lekuk tubuh nya.

Glekk.. Stevano menelan salivanya melihat Luna dengan balutan gaun berwarna navy itu, entah kebetulan atau firasat hati. Mereka menggunakan warna baju senada.

"A-aku tidak tau kalau baju kita sama, a-aku akan menggantinya."

"Tidak perlu,"

Luna mengurungkan niatnya kembali berbalik kala Stevano menghentikannya.

"Emmm, akan memakan waktu lagi jika kau ganti baju. Pakai saja baju itu," kata Stevano. Luna mengangguk.

"Sekarang rias lah wajah mu, ada banyak alat rias di sini. Waktu mu tidak banyak," sambung Stevano seraya berjalan melewati Luna. Luna menghela nafasnya, dia mengambil alih tempat di depan meja rias yang banyak tertata peralatan make up.

"Hahhh.. Aku harus mulai darimana?" gumamnya. Luna menatap dirinya, membayangkan bagaimana cara merias agar sesuai dengan wajah mungilnya.

30 menit kemudian.

Stevano yang sedari tadi menunggu sambil menikmati secangkir kopi di balkon merasa kesal karena Luna tak kunjung menemuinya. Di liriknya arloji mahal yang menempel di pergelangan tangan kirinya, sudah hampir waktunya sarapan pagi.

"Hahh astaga, kenapa dia lama sekali?!" gumam nya geram. Di teguknya lagi kopinya hingga tandas dan dengan langkah lebar menemui Luna.

"Kenapa kau lama sekali, huhh!!" bentak Stevano. Luna berjingkat kaget dan berbalik menghadap Stevano yang menatapnya tajam.

Sekejap, hanya sekejap Stevano menatapnya tajam. Kini matanya lebih menunjukan keterpanaannya pada gadis muda itu, wajah mungilnya hanya berpoleskan riasan tipis, tapi malah semakin membuat Luna terlihat cantik menawan.

"Maaf tuan, aku sudah selesai." kata Luna. Stevano yang sadar kembali mengubah ekspresi wajahnya seperti semula, datar dan tajam.

"Hmmm, sekarang mari keluar. Mereka sudah menunggu," ucap Stevano dengan nada datar dan lagi-lagi mendahului Luna.

Luna segera berjalan mengikuti Stevano, langkah lebar pria itu membuat Luna kewalahan untuk mengimbanginya.

Sesampainya mereka di ruang makan, Alexander dan yang lainnya sudah menunggu di sana. Bukan hanya itu, tapi tampak juga ada beberapa tamu yang tidak Luna kenali.

"Selamat atas pernikahan mu, Vano." kata seorang wanita cantik menyapa Stevano dengan pelukan.

"Terimakasih, Shia." balas Stevano.

Luna mendongak menatap Stevano tersenyum ramah dengan wanita itu.

"Halo Luna, selamat atas pernikahan mu. Kau beruntung dapat menikah dengan nya," kata Shia pada Luna.

'Apa? Beruntung katanya? Dimana letak keberuntungannya? Aku baru saja menjadi istri makhluk mengerikan ini.' batin Luna dalam hati.

"Oh iya, aku Shia, sepupu Stevano. Ibuku adik dari mertua laki-laki mu, tuan Alexander." ucap Shia memperkenalkan diri. Luna hanya tersenyum membalas sapaan Shia.

"Kemari lah nak, kita segera sarapan." sambung Alexander. Luna, Stevano dan Shia duduk di kursinya masing-masing.

"Aku tidak melihat Samantha, dimana dia?" tanya Alexander.

"Dia masih olahraga, dia akan kembali nanti." balas Samara. Alexander mengangguk saja.

"Luna, ini Julia adik ku," Alexander memperkenalkan wanita paruh baya dengan penampilan sederhana itu.

"Panggil aku bibi," Julia tersenyum ramah pada Luna.

"Dan ini Alberto, suami Julia. Dan yang itu, Aland kakak Shia." Alexander menunjuk dua pria yang wajahnya hampir mirip, hanya saja yang satu terlihat lebih tua, tentu saja, yang tua 'kan ayah Shia.

Setelah acara memperkenalkan keluarga, mereka segera melanjutkan sarapan dengan sedikit berbincang. Luna yang masih canggung dan merasa asing, hanya bisa diam mendengar pembahasan mereka yang sama sekali tak dia ketahui.

"Sarah, apa kau sakit?" tanya Julia.

"Tidak, aku baik-baik saja." balas Sarah ketus.

"Kenapa kau diam saja? Ajak bicara menantu mu ini, dia sangat cantik." puji Julia menatap Luna dengan senyum hangat. Sarah hanya menyunggingkan sudut bibir nya saja.

"Aku selesai." ucap Sarah menutup kedua sendok nya tanda sarapannya berakhir.

"Kau mau kemana?" tanya Julia. Lagi-lagi Sarah tak menyahut, dia hanya memberi tatapan kesal pada adik iparnya itu dan berlalu pergi.

"Abaikan saja, ayo lanjutkan." kata Alexander. Luna mengernyitkan keningnya heran dengan keluarga ini.

"Jangan heran, mereka memang tidak akur. Akan ku ceritakan kisah mereka nanti," bisik Shia pada Luna yang kebetulan duduk mereka bersebelahan.

*****

Acara sarapan pagi selesai, Alexander dan Alberto serta Julia pergi ke ruang pribadi untuk membahas sesuatu. Aland dan Shia duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel.

"Vano, kau mau kemana?" tanya Aland melihat Stevano berjalan menuju pintu keluar.

"Aku akan ke kantor," balas Stevano. Aland beranjak dari duduknya mendekati Stevano. Di pandangnya pria itu, jas nya tidak di pakai, hanya dia pegang di lengan kiri dan dasi sedikit miring.

"Luna.." panggil Aland.

"Hei, kenapa kau memanggilnya?!"

"Luna.."

Luna datang sedikit tergopoh dari teras samping membawa toples berisi makanan kucing.

"Yaa, ada apa?" ucap Luna dengan nafas senggal.

"Suamimu akan ke kantor,"

"Lalu?"

Aland menepuk jidatnya, dia tak percaya Luna tak paham dengan apa yang dia ucapkan.

"Lihatlah penampilannya, dia berantakan. Coba kau rapihkan sedikit," pinta Aland.

"Hah? T-tapi.."

"Sudahlah, itu tidak perlu. Buang waktu saja!" tolak Stevano.

"Ehhh tunggu!!" Shia menarik lengan baju Stevano untuk menghentikannya.

"Rapihkan dia, Luna." Aland mendorong Luna mendekat Stevano.

"Ayo," kata Shia. Luna mendongak menatap Stevano, dia benar takut menyentuh pria itu tanpa seizin dari nya.

"Cepatlah lakukan, aku sudah terlambat!" kata Stevano dengan nada datar.

"Ayo Luna," kata Aland pula.

Akhirnya Luna menurut, dengan rasa rakut dia berjinjit merapikan dasi Stevano. Aland dan Shia saling melempar pandang.

Cup

Luna membulatkan matanya terkejut dengan apa yang terjadi dengannya. Aland dan Shia mendorong Luna hingga tak sengaja Luna mencium bibir Stevano. Karena reflek, Stevano menarik pinggang Luna agar tak jatuh dan bukannya marah, Stevano malah diam seolah merasakan kelembutan dari bibir Luna yang menempel di bibir nya. Kedua penyebab kemesraan itu terjadi saling tos merasa menang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status