Share

Bab 3

Hari pernikahan tiba.

Di sebuah gereja yang sudah di dekor sederhana, tampak Stevano sudah siap dan rapi dengan setelan jas putih nya. Dia berdiri di samping pendeta menunggu sang mempelai wanita yang belum hadir.

"Apa kau gugup?" tanya Alexander menggoda.

"Tidak." sahut Stevano datar.

"Kau yakin?"

"Hmmmm,"

"Lalu kenapa kau berkeringat?"

Stevan menatap jengah pada pria tua yang tengah menggodanya. Alexander hanya menyungging kan bibir nya dengan tatapan geli.

"Yaa baiklah, aku yakin karena tempat ini tidak ada pendingin nya. Yaa, aku yakin itu." ucap Alexander menyadari kekesalan putra nya itu.

"Aku tidak suka ini, aku benci ini." gumam Samantha meremas jari-jari nya menatap Stevano di altar bersama pendeta dan Alexander.

"Kau harus menerimanya, Sam. Dia akan menikah, lagi." sahut Samara. Samantha menatap tajam pada adik perempuan nya itu.

"Apa? Yang ku katakan 'kan benar, kenapa kau menatap ku seperti itu?" balas Samara tak terima dengan tatapan Samantha yang terkesan menyeramkan. Samantha hanya memutar malas bola matanya dengan menghela nafas panjang.

'Kau akan gagal lagi, Lex. Putra mu tidak akan bisa berubah dan akan tetap menjadi rubah jantan yang mematikan.' batin Sarah dengan senyum culas nya menatap Alexander di altar yang tengah tersenyum lebar.

Tak lama dari itu, musik romantis pengiring pengantin sudah di putar bersamaan dengan pintu gereja yang terbuka sebagai tanda mempelai wanita sudah tiba.

Alexander tersenyum lebar seraya turun dari altar menyambut Luna untuk menggandeng nya.

Gaun putih ke biruan yang cantik menjuntai menyapu lantai, riasan rambut dan wajah yang di poles tipis membuat penampilan Luna semakin cantik memukau.

Para tamu undangan yang terdiri dari kerabat dan rekan kerja, mereka menatap takjub dan berdecak melihat cantiknya Luna yang terkesan natural.

Bukan hanya para tamu, Stevano pun tampak mematung melihat Luna berjalan semakin dekat dengannya. Bahkan jantungnya pun ikut berdebar melihat cantik nya Luna dalam balutan gaun pengantin itu.

Alexander menyerahkan Luna pada Stevano, reflek Stevano menerima uluran tangan Luna dan menuntunnya berdiri di sebelahnya berhadapan dengan pendeta.

"Jangan terlalu gugup, son." Alexander menepuk punggung Stevano, membuatnya sadar dari keterpanaannya pada wanita di sampingnya itu.

Luna hanya diam menundukan kepalanya, perasaannya gundah gulana. Takdir hidupnya akan di mulai hari ini, setelah pria itu mengucapkan janji pernikahan maka semua tentang nya akan berubah.

Luna memejamkan matanya seraya mengikuti pendeta menuntunnya mengucapkan janji pernikahan. Janji yang seharusnya suci dan tulus, kini berbeda dengan janji pernikahan yang malah akan membuat malapetaka bagi Luna.

Suara tepuk tangan dan sorakan para tamu undangan menyadarkan Luna, dia sadar sudah mengesahkan pernikahan nya dan menerima Stevano sebagai suaminya. Dia menatap Stevano, pria itu tersenyum jahat menatap Luna membuatnya begidik ngeri.

"Apa yang kau lihat, hmmm?" tanya Stevano berbisik. Luna hanya menggeleng pelan dan kembali menunduk.

"Jangan menunduk, tatap lah para tamu ku dan sapa mereka. Jangan tunjukan kegelisahan mu di hadapan mereka," bisik Stevano menaikan dagu Luna dan mengarahkan pada tamu undangan.

"Tersenyumlah, Luna."

Cekrekk...

_____

"Aku benci ini, benar-benar benci! Ku harap Luna akan bernasib sama dengan yang lain," gumam Samantha kesal. Tatapannya sinis pada Luna yang tengah di kerumuni para rekan kerja dan kerabat Alexander.

Pesta tidak terlalu meriah, mereka hanya merayakan dengan sederhana saja. Bukan tidak mampu, tapi Stevano yang memintanya. Alexander terpaksa harus setuju, daripada putranya itu menolak pernikaha ini.

"Bahagia selalu, nak." kata Alexander mengusap kepala Luna sambil tersenyum.

"Terimaksih, tuan." balas Luna.

"Kenapa masih memanggil ku tuan? Panggil aku ayah,"

"Emmm," Luna menggigit bibir bawahnya

"Tidak perlu canggung, kau putri ku kini."

"Baiklah, ayah."

"Hahah.. Begitu 'kan aku senang mendengarnya," Alexander memeluk Luna dengan hangat.

"Heghh! Kau akan menderita, gadis kampungan!" bisik Sarah.

.....

"Istri mu sangat cantik dan terlihat masih muda, berapa usianya?" tanya seseorang pada Stevano.

"Kau tertarik?"

"Hahaha.. Ayolah, aku hanya bertanya."

"22 tahun, selisih 10 tahun dengan ku."

"Oo waw.. Amazing, kau menikahi gadis kecil, Stevano."

"Hmmmm..." Stevano hanya berdehem menyahuti pria itu seraya menyesap minumannya.

"Dia cantik dan imut, kau yakin tidak menyukainya?"

"Enyahlah dari hadapan ku, David!" Stevano menonyor kepala pria bernama David itu. Dia teman Stevano.

"Hahah.. Kau payah, Van. Gadis cantik itu, jika kau tidak menyukainya dalam 3 bulan ini, maka biarkan ku ganti posisi mu, bagaimana?" ucap David menatap Stevano dengan sebelah alis terangkat. Stevano menatap kesal pada pria itu dan meninggalkannya tanpa sepatah kata.

"Ahhh.. Kau akan tertarik dengan nya," gumam David menatap punggung Stevno.

Samantha berjalan mendekati Luna yang duduk seorang diri. Tampak Samantha membawa sesuatu di tangannya, sebuah kotak berbungkus dan berpita besar dengan warna pink mencolok.

"Hai, Luna." sapa Samantha. Luna mendongak menatap adik Stevano itu.

"Boleh ku duduk di sini?" katanya lagi. Luna mengangguk kaku membalas Samantha.

"Terimaksih." Samantha menarik kursi di sebelah Luna dan duduk di sana.

"Ini untuk mu, aku tidak tahu harus memberi apa. Jadi, semoga kau suka dengan hadiah yang ku beri ini."

"Terimakasih," ucap Luna menerima pemberian Samantha.

"Jangan canggung, walau aku lebih tua dari mu aku tetap adik ipar mu."

"Iya, aku hanya belum terbiasa saja." balas Luna. Samantha menarik sudut bibir nya culas.

"Luna, kira-kira berapa lama umur mu setelah menikah dengan Vano? Apa aku boleh menebak?"

Luna membulatkan matanya menatap Samantha yang wajahnya seakan berubah menyeramkan.

"Kau yakin akan berumur panjang, gadis? Heghh!!"

"Aku yakin kau sudah mengetahui hal ini 'kan? Kenapa kau masih menerima tawaran ayah ku?"

"Aku melakukan ini demi tempat tinggal ku, jika aku harus mati di tangannya itu tidak masalah bagi ku. Yang penting anak-anak panti masih memiliki tempat," Jelas Luna.

"Dan satu lagi, aku yakin apa yang di katakan tuan Alex akan terjadi nanti." ucap Luna dengan nada yakin.

"Owhh.. Ternyata kau cukup percaya diri juga. Baiklah, selamat menempuh hidup baru dan semoga berbahagia, Luna Houzhen." bisik Samantha seraya berlalu pergi. Luna menatap kepergian Samantha. Dia juga menatap Stevano yang tampak sibuk menyapa tamu nya daripada duduk bersanding dengannya.

'Aku percaya rencana mu, tuhan.' batin Luna menitikan air matanya.

"Kau menangis?"

Luna tersentak dan cepat mengusap air matanya, seorang wanita cantik dan seksi dengan dress panjang berwarna navy duduk di depannya.

"Selamat atas pernikahan mu," kata wanita itu. Luna mengernyitkan keningnya menerka siapa wanita cantik itu, seakan tau dengan mimik wajah Luna, wanita itu memperkenalkan dirinya.

"Aku Karin, mantan istri Stevano yang kedua." wanita bernama Karin itu mengulurkan tangannya pada Luna.

"Luna," balas Luna menerima uluran tangan Karin.

"Kenapa kau menangis?" tanya Karin.

"Ahh tidak, aku-"

"Jangan hiraukan kata mereka, Luna. Mereka memang nyinyir dan agak merepotkan." ucap Karin terlihat kesal. Luna menatap Karin dengan penuh tanda tanya.

"Stevano memang kejam, kasar dan suka menyiksa istrinya. Itu akan dia lakukan jika kau tidak mengikuti perintahnya,"

"Maksud mu?"

"Stevano sangat tidak suka dengan wanita yang terlalu bebas, sering keluar rumah tanpa nya dan membangkang. Aku dan mantan istri pertamanya sering melakukan itu dan kami selalu mendapat perlakuan kasar."

"Kenapa kalian tidak menurut saja padanya?" kata Luna.

"Oh Luna, kau ini lahir di zaman apa? Kau lebih muda dari ku dan kau masih tidak bisa mencerna ucapan ku?" Karin menggeleng tak percaya. Sedangkan Luna hanya diam kebingungan.

"Aku menikah bukan untuk di kurung, aku bukan rapunzel. Aku juga butuh hiburan dan dia tidak mengizinkan ku keluar, ohh astaga."

"Emmm, begitu." sahut Luna dengan polosnya.

"Kurasa itu sebabnya tuan Alexander memintamu menikahi putranya, kau polos dan sangat penurut. Sepertinya benar yang di katakannya, Stevano akan jatuh cinta padamu."

"Jika tidak juga tak apa, aku menerima pernikahan ini hanya untuk menyelamatkan panti asuhan." balas Luna.

"Yaa apapun itu. Baiklah Luna, dia menghampirimu. Selamat berbahagia, Luna." Karin memberikan kotak kecil sebagai hadiah pada Luna dan segera pergi. Karin berjalan melewati Stevano begitu saja, tampak jelas pria itu sangat tidak menghiraukan mantan istrinya walau Karin tampak tersenyum padanya.

"Kenapa dia kemari? Apa yang dia katakan?" tanya Stevano pada Luna.

"Kenapa tidak bertanya sendiri tadi, anda berpapasan dengan nya 'kan?" ucap Luna. Seraya mengambil kotak kadonya dan beranjak pergi. Stevano mengerutkan keningnya menatap kepergian Luna meninggalkan nya.

......

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status