Share

Berjuanglah, Alesha

Author: Te Anastasia
last update Last Updated: 2024-02-27 14:00:35

Sepanjang perjalanan menuju kota, Alesha menundukkan kepalanya tanpa ada air mata yang menetes sedikitpun.

Dia menekan dirinya untuk tidak menangis. Alesha juga tidak mengatakan sepatah kata pada Oliver hingga mereka sampai di tempat tujuan.

"Ayo turun," ajak Oliver turun lebih dulu.

Wanita itu mengangguk patuh. Alesha melihat gedung markas yang megah dengan beberapa patung di depannya dan bendera angkatan laut yang berkibar.

Oliver mengulurkan tangannya pada Alesha. Ditatapnya dingin telapak tangan Oliver, air matanya ingin menetes tiba-tiba.

"Ck! Kau ingin aku tinggal di sini?!" Oliver memperhatikan Alesha.

"Tahu begini aku tak akan ikut," ucap Alesha dengan penuh kekecewaan.

Sudut bibir Oliver terangkat, dia melirik Alesha yang menggenggam tangannya.

"Bukankah kau sendiri yang bilang tak masalah bagiku melanjutkan hubungan dengan Susan?"

Alesha kembali menyeka air matanya. Di depan gedung markas, dia bisa melihat sang Ayah yang tengah berdiri di sana menatapnya.

Saat mendekat, Oliver memberikan hormat pada laki-laki itu. Dengan bangga seorang Laksamana Fredrick menepuk pundak Oliver, menantunya.

"Kau membawa Putriku juga, Oliver!" serunya tertawa senang.

"Sesuai perintah, Laksamana!" jawab Oliver.

Laki-laki itu tersenyum dan mengangguk. Oliver menoleh pada Alesha yang kini tertunduk melepaskan genggaman tangannya.

Alesha beralih menatap sang Ayah. Nampaknya Fredrick sangat bangga pada Oliver, sangat mengagumi, tanpa tahu seperti apa Oliver di belakangnya memperlakukan Alesha.

"Putri Ayah, kemarilah nak," panggil Fredrick pada Alesha.

"Ayah..." Alesha langsung memeluk erat laki-laki itu.

Dalam pelukan Ayahnya, Alesha tidak mampu menahan air matanya. Dia menangis dengan kuat dan bibirnya bergetar.

Oliver tetap berdiri di sana, di belakang Fredrick ada dua rekan Oliver yang sama-sama menatapnya.

"Kenapa menangis, hem?" Fredrick terkekeh menangkup kedua pipi Alesha.

"Tidak papa, Alesha senang bertemu dengan Ayah." Dia tersenyum sekuat-kuatnya.

"Bagaimana hari-harimu tinggal bersama Oliver, hem?"

Fredrick mengira tangisan putrinya adalah tangisan kerinduan. Dia menyeka air mata Alesha dengan ibu jarinya, seorang Laksamana Fredrick selalu memanjakan putri semata wayangnya.

Mendengar pertanyaan sang Ayah, iris cokelat Alesha menatap Oliver yang kini berdiri di samping Fredrick.

"Alesha bahagia, Ayah," jawab Alesha tersenyum manis.

Kedua tangan Oliver terkepal melihat senyuman di bibir Alesha.

"Kapten Oliver terlalu memanjakan Alesha. Di rumahnya, Alesha tidak pernah melakukan apapun. Karana dia tidak mau Alesha lelah dan dia adalah suami yang setia."

Wajah Alesha begitu bahagia, meskipun dibaliknya penuh dusta yang besar.

Fredrick menoleh pada Oliver, dia tertawa dan menepuk-nepuk pundak Fredrick.

"Bagus, syukurlah! Kau memang tidak pernah mengecewakan aku, Oliver! Aku mempercayakan kebahagiaan Alesha kepadamu, Kapten Vorgath!"

"Ayah tidak perlu khawatir lagi ya, Alesha pasti bahagia dengan pernikahan Alesha," ujar gadis itu memeluk lengan sang Ayah.

Senyuman di bibir Laksamana Fredrick membuat Alesha ingin menjerit. Namun kenyataannya dia ikut tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Fredrick menepuk pundak sang menantu dengan perasaan puas.

"Terima kasih Kapten Oliver, aku bangga padamu. Terima kasih sudah menyayangi putriku, aku yakin dia akan menjadi istri yang baik untukmu. Percayalah!"

Mata sebiru lautan itu menatap Alesha yang berpura-pura bahagia, dia tidak tahu betapa kuatnya Alesha menahan air mata dan kesedihannya.

Padahal, mereka berterima kasih untuk sikap Oliver yang begitu buruk, berbanding terbalik dengan apa yang Alesha ceritakan pada sang Ayah saat ini. Alesha rela berbohong.

**

Sepulang dari kota hingga malam hari, Alesha mengurung diri di dalam kamar. Dia sampai tidak berpamitan pada sang Ayah.

Kejadian di toko bunga membuatnya merasa sakit. Memang seharusnya Alesha cemburu, tapi rasa itu muncul tak terkendali hingga kini membuat ia bersedih.

"Nyonya Alesha tidak lupa pesan Dokter Ruby, kan?"

Terdengar Bibi Ruitz, wanita setengah baya itu masuk ke dalam kamar menyalakan penerangan kamar Alesha.

Seperti biasa dia membawakan makan malam ke dalam kamar Nyonya-nya yang manja.

"Kandungan Nyonya Alesha sangat lemah, Nyonya tidak boleh banyak pikiran," imbuh wanita itu, lagi.

"Dia yang membuatku memikirkan banyak hal, Bibi."

Sarung bantal merah muda dalam pelukan Alesha sampai basah.

Bibi Ruitz tidak tahu apa yang membuat Alesha seperti ini. Bahkan saat melihat Oliver di lantai satu, Alesha tidak menyapanya sama sekali.

"Bagaimana... Bagaimana aku bisa bertahan dengan pernikahan ini? Oliver sangat membenciku, Bibi."

"Nyonya, Tuan pasti akan berubah, beliau orang yang baik."

"Tapi dia tidak akan memaafkan aku, Bibi. Aku sangat merasa bersalah padanya. Bagaimana... Harus bagaimana caranya agar aku bisa dia maafkan?"

Telapak tangan Bibi Ruitz mengusap punggung Alesha yang bergetar. Dia sungguh tak main-main merasakan sakit hatinya.

Bahkan saat di markas, tak jarang tekan Oliver mengejeknya dan bertanya apakah Oliver sudah jatuh cinta dengannya?

Alesha menatap nampan berisi makan malam untuknya.

"Bawa kembali makanannya, aku tidak lapar," perintah Alesha menolak.

"Nyonya akan sakit."

"Aku bukan wanita yang lemah. Cepat bawa pergi dan biarkan aku sendirian. Kumohon tinggalkan aku," pinta Alesha pada sang pembantu.

Bibi Ruitz menundukkan kepalanya, dia kembali membawa nampannya keluar dari dalam kamar.

Sebelum pergi, dia memperhatikan Alesha yang berbaring meringkuk memegangi perutnya. Sesungguhnya, Bibi Ruitz merasa sangat cemas akan kondisi Alesha.

Perut Alesha terasa nyeri, sangat-sangat nyeri hingga ia berusaha menenangkan dirinya untuk meredakan sakit itu.

'Tenanglah nak, Ibu tidak papa. Ibu tidak akan menangis lagi... Tidak papa,' batin Alesha berkata. Telapak tangannya dengan lembut meraba kulit perutnya yang terasa nyeri dan kaku.

Pintu kamar terbuka kembali, Alesha mengembuskan napasnya payah untuk hal itu.

"Bi, sudah aku bilang, aku tidak ingin makan!" Alesha menyentak tanpa menatapnya.

"Apa ini bentuk protesmu?"

Suara Oliver membuat kedua mata Alesha melebar seketika. Dia langsung menoleh ke belakang di mana Oliver berdiri membawa sepiring makanan di tangannya.

Alesha terduduk sebelum keningnya mengernyit menahan nyeri di perut bagian bawahnya.

"Aku tidak lapar, Oliver." Alesha menolaknya.

"Dasar wanita manja. Apa kau ingin anakmu kelaparan?!" Oliver menyerahkan piring makanan itu pada Alesha.

Menyangkut anak, Alesha meraih piringnya. Dia mulai memakan satu suap tanpa nikmat sama sekali.

Oliver duduk di sampingnya, laki-laki itu menyunggar rambut pirangnya dan meletakkan sarung tangan putihnya di atas nakas.

"Kenapa kau membohongi Ayahmu dan mengatakan kalau kau bahagia?" tanya Oliver, dia merebut piring dan sendok di tangan Alesha.

"Apa yang kau lakukan?" Alesha memprotesnya saat Oliver menyuapinya.

"Jawab pertanyaanku, Alesha."

Alesha mengangguk. "Karena aku tidak ingin membuat Ayahku kecewa pada orang kepercayaannya."

Senyuman Oliver terukir jelas di bibir tipisnya. Dia mengulurkan tangannya menyuapi Alesha lagi, sungguh Tuan putri yang manja.

"Cih, Ayah dan anak yang dramatis."

Tatap mata Alesha menjadi dingin. Ia menghalau tangan Oliver yang hendak menyuapinya untuk ketiga kali.

"Sekarang katakan padaku, kenapa kau mau menyuapiku?!" tanya Alesha dengan suara parau.

Oliver meletakkan kembali piringnya, kini telapak tangan besarnya bergerak lembut menyusup ke belakang leher Alesha. Menarik tengkuknya dengan lembut hingga wajah mereka menjadi sangat dekat.

Laki-laki itu tersenyum tipis.

"Karena aku kasihan padamu, dan aku ingin tahu, sejauh mana kau akan berjuang ingin menjadi istri yang baik untukku!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fitria Pangumpia
ceritanya menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri sang Kapten yang Tak Diinginkan   AKHIR YANG BAHAGIA

    Cuaca pagi yang sangat cerah, Alesha berada di taman luas rumahnya bersama Baby Noah dan Leah. Setiap pagi ia selalu menghangatkan dua malaikat kecilnya. Udara sejuk yang tak terlalu dingin, aroma pepohonan pinus di sekitar sana masih khas dengan kesejukan di tempat itu, juga bunga-bunga bermekaran di musim ini. "Tak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat," ucap wanita itu menunduk menatap bayi-bayi mungil yang kini terlelap. Dua bayi itu berada di dalam keranjang rajut dari rotan, dengan selimut tebal dan lembut sebagai alasnya. "Hai Sayang... Bangun juga akhirnya," bisik Alesha mengusap ujung jari telunjuknya di pipi Noah. Sedangkan Leah, bayi itu masih tertidur dan merasa nyaman dengan hangatnya sinar matahari. "Bangun Leah, kau tidur terus sepanjang hari, Cantik."Pipi gembil Leah yang memerah, persis seperti pipi milik Kakaknya, Louis. Alesha sangat yakin kedua anak ini akan tumbuh lucu dan menggemaskan. "Mami...!" Suara teriakan Louis membuat Alesha menoleh ke belakan

  • Istri sang Kapten yang Tak Diinginkan   Kasih Sayang yang Sangat Tulus

    "Aiko... Aku punya dua adik sekarang! Adikku nangisnya lebih keras dari adikmu!" Louis menatap teman perempuannya yang kini duduk di sampingnya. Padahal sudah berbulan-bulan lamanya mereka membahas tentang adik, dan baru sekarang Louis menunjukkan adiknya, tepatnya setelah dua adik kembarnya lahir. Teman perempuannya itu menoleh dengan mata mengerjap. "Terus, mereka laki-laki atau perempuan, Louis?" tanya Aiko. "Laki-laki dan perempuan. Yang satu Noah dan yang satu Leah. Kau harus kenalan dengan adik-adikku!" Louis mengatakan dengan bangga. Aiko pun menganggukkan kepalanya. Mereka berdua tengah menunggu jemputan, Louis mengatakan pada semua teman-temannya hari ini kalau dia punya adik bayi. Ia sangat bangga dan senang, dirinya menjadi seorang Kakak. Selang beberapa menit, mobil putih berhenti di depan Louis dan Aiko. "Woii, Big Boss! Ayo masuk!" Suara Ares membuka kaca jendela mobil. Louis pun turun dari duduknya. "Aku duluan, Aiko!" "Iya Louis, hati-hati ya..." Anak peremp

  • Istri sang Kapten yang Tak Diinginkan   Adik Kesayangan Louis

    Beberapa hari Alesha berada di rumah sakit. Hari ini ia sudah diizinkan pulang oleh dokter. Di rumah, ia disambut dengan hangat oleh putranya. Louis meminta Ares untuk menghias kamar adik bayinya, itu semua juga pemerintah Oliver pada mulanya. "Horee... Adik pulang! Akhirnya kita sampai rumah, Leah dan Noah harus lihat kamar barunya, Kakak kerja keras buat menghias kamar kalian!" seru Louis berjalan mengekori Rena yang kini menggendong satu bayi milik Alesha. "Benarkah Kakak yang menghias kamar adik?" tanya Alesha pada si kecil. Louis dengan antusias menganggukkan kepalanya. "Iya Mami, tanya saja pada Papi! Louis yang menghias kamar adik, sekarang jadi bagus sekali!" seru anak itu mengacungkan jempolnya. "Wahh, terima kasih banyak, Kakak Louis." Mereka masuk ke dalam kamar, Alesha dibantu oleh Oliver duduk di tepi ranjang. Dua bayinya berada di sampingnya dan Louis juga mendusal pada Alesha terus-menerus. Oliver sibuk sendiri, dia menjadi super aktif menangani ini dan itu. Bahk

  • Istri sang Kapten yang Tak Diinginkan   Baby Noah dan Baby Leah

    Louis datang ke rumah sakit bersama dengan Ares, di sana ia bertemu dengan Papinya yang kini melambaikan tangan ke arah anak itu. "Papi...! Mana adikku?!" pekik Louis mengulurkan kedua tangannya. "Adik masih di dalam," jawab Oliver tersenyum mengecup pipi Louis. "Wahhh, mereka seperti apa Pi? Lucu mana sama Louis?" tanya anak itu terus tak sabaran. Oliver terkekeh. "Sama-sama lucu!" jawab Laki-laki itu. Ares dan Lilith tersenyum manis mendengar ocehan Louis. Anak itu sangat penasaran dengan adik kembarnya. "Laksamana Fredrick tidak ke sini, Tuan?" tanya Ares pada Oliver. "Ke sini, tapi mereka sudah pulang. Sebentar lagi ke sini lagi membawa peralatan bayi, aku tidak bisa meninggalkan Alesha." Oliver menoleh dan menatap Ares. Akhirnya, pintu di depan mereka terbuka. Dan muncul seorang suster menatap Oliver yang berdiri paling depan. "Tuan, silakan masuk," ucap suster itu mempersilakan Oliver masuk ke dalam sana. Oliver pun langsung bergegas masuk ke dalam ruangan tersebut. Lo

  • Istri sang Kapten yang Tak Diinginkan   Sehari Diasuh Paman Ares

    "Mami... Mami kenapa?!" Louis membuka pintu kamar orang tuanya dan anak itu mendapati Maminya yang kini nampak kesakitan di atas ranjang. Dia berlari mendekati Alesha dengan wajah panik dan ketakutan. "Mami... Huwaa Mami kenapa sih, Mi?!" pekik Louis berteriak. "Louis, tolong panggilkan Papi ya," pinta Alesha kesakitan. "Iya Mi." Anak laki-laki itu berlari keluar secepatnya. Papinya yang kini tengah berada di dalam ruangan kerja bersama dengan Ares. "Papi! Huwaa Papi ihhh ke mana sih..!" Louis berteriak sekeras-kerasnya. Oliver dan Ares berjalan keluar dan melihat Louis berdiri di depan pintu kamar Alesha dengan wajah setengah menangis. Bocah manis itu menunjuk ke dalam kamar. "Mami nangis, perut Mami sakit!" teriaknya sambil menangis. "Ya Tuhan, Alesha!" Oliver bergegas masuk ke dalam kamar. Sementara Louis digendong oleh Ares. Anak itu menangis ketakutan, baru kali ini Louis melihat Maminya kesakitan sampai menangis. "Res, aku titip Louis padamu. Aku akan membawa Alesha

  • Istri sang Kapten yang Tak Diinginkan   Calon Adik Kembar Louis

    Hari demi hari berjalan dengan cepat. Pagi ini Alesha duduk di kursi kayu ukiran yang berada di teras samping rumahnya. Wanita cantik dengan perut besar itu memperhatikan suami dan putranya yang tengah bermain di taman. Louis mengamuk ingin bermain bersama Oliver, hingga mau tidak mau waktu kerja pun tersita. "Huhhh, Papi curang! Louis kalah!" teriak anak itu marah saat bola yang ia lemparkan tertangkap oleh Oliver."Ya sudah kalau tidak mau kalah jangan main!" balas Oliver mengusap rambut pirang Louis. Bibir anak itu langsung cemberut seketika. Alesha yang melihat mereka berdua pun hanya tersenyum saja. Lucu sekali Papa dan anak itu. Louis berlari ke arahnya, ia mengambil botol minum di pangkuan Alesha. "Kalau kalah tidak boleh marah, Sayang..." "Emmm, tidak mau pokoknya!" serunya memeluk perut besar sang Mami. "Nanti kalau adik sudah lahir, kalau Louis masih nakal seperti ini, bagaimana?" Alesha mengusap pipi basah Louis karena keringat. Oliver terkekeh mendekati mereka, lak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status