"Mas, sarapan sudah siap, hari ini aku buatkan nasi goreng ayam kesukaan kamu," ucap Nayla saat dirinya baru saja masuk ke dalam kamarnya, lalu Nayla melihat sosok tampan suaminya sudah begitu rapih untuk pergi kerja.
Pria yang sedari tadi Nayla lihat langsung memeluk erat tubuhnya Nayla, bahkan pria itu mengecup bibirnya."Terima kasih istriku sayang," ungkap Agus."Sudah kewajiban aku," sahut Nayla yang menyentuh pipi tampan suaminya.Nayla dan Agus sudah menikah selama 10 tahun, tapi pernikahan mereka belum juga di karuniai seorang anak, karena Nayla mandul dan memiliki sebuah penyakit yang dia sembunyikan dari suaminya dan keluarga besarnya. Nayla selalu beralasan karena masih terikat kontrak dengan pekerjaannya, tapi mertuanya Nayla selalu menginginkan cucu untuk pewaris keluarganya.Nayla tidak bisa menjamin jika dirinya akan mendapatkan seorang anak dari pernikahannya, dan Agus selaku suaminya Nayla pastinya akan selalu bersabar menantikan kehadiran anak dari pernikahan mereka. Agus juga bukan tipe pria yang banyak menuntut, dan Agus akan selalu membebaskan kapan istrinya ingin memilik anak, dan Agus tidak pernah tau jika istri ternyata mandul dan memiliki sebuah penyakit.Penyakit yang pastinya cukup serius walaupun belum terlalu serius untuk saat ini, karena Nayla masih terus melakukan terapi tanpa di ketahui oleh suaminya dan keluarga besarnya."Hari ini selesai syuting jam berapa?" tanya Agus pada istrinya."Sepertinya jam tiga sore sudah pulang," jawab Nayla sambil membenarkan posisi dasi milik suaminya."Kalau gitu, kita jalan-jalan ke mall, mau?" Tiba-tiba saja Agus mengajak istrinya untuk pergi ke mall."Tumben?" Nayla terlihat terkejut saat suaminya mengajak dirinya untuk jalan-jalan ke mall.Nayla paham jika perkejaan suaminya jauh lebih sibuk dari pada pekerjaannya, tapi suaminya selalu saja menyempatkan diri untuk bisa menghabiskan waktu bersama dengannya."Dior lagi ada diskon loh, pasti istriku akan menyukainya." Agus menggoda istrinya yang pastinya selalu suka dengan barang-barang branded yang sedang diskon."Wah, kok suamiku tau?" Nayla mengernyit dahinya saat mendengar suaminya mengatakan itu."Semalam Andi memberitahu aku," ujar Agus dengan jujur.Andi adalah asisten atau sekertarisnya Agus yang sudah bekerja cukup lama dengan Agus."Jadi semalam suamiku komunikasi dengan orang lain?" Nayla mulai menggoda suaminya dengan mode mencurigai seperti suaminya sedang menghubungi wanita lain."Huh, dia laki-laki loh, sayang." Agus mencubit gemas pipinya sang istri."Ya aku tau sayang, aku cuma bercanda hehe." Nayla pasti sudah mengenal siapa Andi.Andi seorang pria yang sudah bekerja lama dengan Agus, bekerja menjadi sekertaris sekaligus asistennya Agus selama Agus menjalankan perusahannya, bahkan Andi juga pastinya sudah tau permasalahan kedua Bosnya, Agus dan Nayla yang belum memilikia momongan dalam rumah tangga mereka."Ya udah ayo sarapan, aku lapar." Agus mengusap-usap perutnya sendiri dan terlihat sekali jika dirinya sudah lapar."Ayo." Nayla menggandeng lengan kekarnya sang suami.Nayla dan Agus mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar untuk menuju ruang makan, dan mereka melangkah dengan bersama-sama."Mas, malam Minggu kita inap di hotel, yuk?" Tiba-tiba saja Nayla mengatakan itu pada suaminya.Agus langsung menoleh ke arah istrinya tanpa menghentikan langkah kakinya saat menelusuri lorong kamar, lalu Agus berkata. "Tumben nih, kenapa ajak inap di hotel?" Kini Agus yang bingung dengan tingkah istrinya."Rindu berduaan di hotel sama suamiku," ujar Nayla dengan bergelayut manja di dada bidangnya sang suami."Oke, nanti kita inap di sana." Agus sudah paham ke mana arah pembahasan mereka.Agus paham jika istrinya menginginkan tinggal berduaan dengannya, tapi orang tuanya Agus menentang semua itu dan akhirnya selama 10 tahun ini Agus dan istrinya tinggal di rumah milik keluarganya.Agus dan Nayla tinggal di rumah keluarga Setiawan bukan karena mereka tidak mampu membeli rumah atau Apartemen, tapi mereka hanya ingin patuh dengan apa yang di katakan oleh keluarga Setiawan yang selalu ingin tinggal bersama-sama. Nayla juga selalu sabar memiliki mertua seperti orang tuanya Agus yang super bawel dan selalu menyindir, tapi Nayla tidak merasa di sindir karena Nayla selalu sadar diri.Nayla sadar diri jika dirinya belum bisa memberikan keturunan untuk keluarga Setiawan, dan sepertinya sampai kapanpun Nayla tidak pernah bisa memberikan keturun untuk suaminya."Selamat pagi, ibu, ayah." Nayla selalu menyapa kedua mertuanya lebih dulu saat dirinya sudah masuk ke dalam ruang makan."Pagi juga," balas Ayu dan Agung selaku kedua orang tuanya Agus atau kedua mertuanya Nayla.Agus dan Nayla langsung duduk di kursinya masing-masing untuk segera sarapan bersama, karena waktu terus saja berputar membuat mereka tidak bisa berlama-lama."Makan yang banyak sayang, jangan diet lagi," ucap Agus saat melihat piring istrinya yang hanya terisi sedikit makanan di sana."Iya, Mas." Nayla mengulas senyum dengan kepala yang sudah dia anggukkan."Percuma juga banyak makan, lagi pula di dalam perutnya Nayla gak ada yang harus di perhatikan, karena Nayla belum hamil," celetuk Ayu yang mulai menyindir menantunya.Nayla yang sedari tadi mengulas senyum lebar pada suaminya kini senyuman itu hilang begitu saja, bahkan Nayla langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain karena tidak kuat melihat wajah ibu mertuanya, wajah ibu mertuanya yang baik hanya di awal saja.Baik hanya di awal saja? Maksudnya bagaimana? Ayu selaku ibu mertuanya Nayla, Ayu sepertinya sudah tidak sreg dengan Nayla semenjak Nayla belum juga memberikan cucu padanya, apa lagi perusahan Setiawan sudah mendunia membuat keluarganya akan selalu tersorot dengan apa yang terjadi, terutama saat Agus dan Nayla belum juga memiliki momongan hingga saat ini."Bu, kita di meja makan, jangan berulah," ujar Agus dengan menatap ke arah ibu kandungnya."Apa yang di katakan ibu kamu benar," sahut Agung yang pastinya akan membela istrinya."Kalau gitu, kita sarapan di luar aja." Agus menggenggam tangan istrinya dan ingin bangun dari duduknya.Namun, Nayla menahan tangan suaminya dengan gelengan kepala, dia tidak mau membuat suaminya menjadi membangkang pada orang tuanya."Gak, aku buatkan nasi goreng ini khusus untuk kamu, Mas, masa kita mau makan di luar," ujar Nayla dengan panjang lebar dan memberitahu jika nasi goreng yang ada di atas meja adalah buatan dirinya."Tapi..." Agus belum sempat mengatakan apa yang akan dia katakan, tapi istrinya lebih dulu menyela perkataannya."Mas, apa yang di katakan oleh ayah dengan ibu emang benar, aku juga belum hamil," ucap Nayla setelah dirinya menyela perkataan suaminya.Agus mengusap wajahnya dengan kasar setelah melepaskan genggaman tangannya pada istrinya, dia benar-benar tidak mengerti kenapa istrinya memiliki hati yang begitu tegar di depan orang tuanya."Jadi, kapan kalian punya anak?" tanya Ayu sambil menatap ke arah menantunya dengan tatapan sinis."Mama! Mama! Baju spiderman Mahes ada di mana, ya? Mahes mau pake baju itu, Ma!" teriakkan yang begitu lantang itu pun terdengar mengisi seluruh sudut di rumah itu. Suara anak kecil itu tampak memenuhi dan mendominasi segala suara yang ada. "Ya ampun, Mahesa. Pelan-pelan sayang kalau ngomong. Enggak boleh berteriak begitu, kasihan Oma jadi kebisingan." Bocah laki-laki itu pun hanya menampilkan cengiran andalannya, seakan tidak merasakan rasa bersalah barang sedikit pun. "Aku kira Mama jauh tadi. Makanya aku teriak deh. Aku udah coba nyari sendiri tapi enggak ketemu-ketemu, Ma." Mahesa menarik lembut tangan sang Mama membawa wanita itu dan berhenti tepat di hadapan lemari khusus miliknya. "Mahesa? Semua ini?" Nayla terbelalak tak tau harus mengekspresikan dirinya bagaimana lagi. Hatinya terasa runtuh saat itu juga. Keadaan lemari bocah itu yang semula tersusun begitu rapi, kini justru telah berubah sepert
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa, sudah 1 tahun semenjak dari kelahiran anak pertamanya, Mahesa. Berbagai macam kehidupan dijalani oleh Citra mulai menjadi seorang Ibu sampai merangkap sebagai istri dalam satu waktu. "Bagaimana perasaan kamu sekarang, Nak? Ibu berharap kamu akan terus baik-baik saja seperti saat Ibu ada di samping kamu." Citra meneteskan air matanya. Saat ini, ia tengah berdua dengan sang anak di ayunan yang ada di kolam renang. Tak ada satu pun wanita di muka bumi ini yang rela berpisah dengan anaknya. 9 bulan lamanya wanita itu mengandung hingga bertarung nyawa untuk melahirkan bayi itu. Setelah semua perjuangan yang ia lewati, sekarang Citra dengan terpaksa harus mengikhlaskan segalanya. Wanita itu harus belajar melupakan bayi yang sudah ia kandung dan lahirkan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat serta disepakati bersama. "Kalau nanti Ibu sudah enggak di samping kamu. Kamu harus te
"Ibu benar-benar minta maaf dengan semua yang Ibu lakukan selama ini ya, Nak. Seharusnya Ibu tidak bertingkah seperti itu. Ibu sudah menjadi mertua paling buruk untuk kamu." Nayla menggelengkan kepalanya. Ia kemudian menyentuh kedua tangan milik mertuanya itu cukup lama. Wanita itu lantas mencium begitu lama tangan milik wanita paruh baya itu. "Udah Ibu .. aku paham kok sama posisi Ibu. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya memiliki keturunan. Aku juga sama sekali tidak melupakan standar hidup itu." Nayla menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya. Berharap air mata yang terus mengalir dari pelupuk mata wanita itu akan reda. Saat ini, usai Agus yang menemukan surat medis milik Nayla. Semua anggota keluarga tampak berkumpul di sofa yang ada di kamar Nayla dan Agus itu, termasuk juga Citra dengan bayi mungil di dalam gendongannya. "Ibu benar-benar minta maaf untuk semuanya ya, Nak." Nayla menganggukkan kepalanya tampak antara menantu dan mertua itu saling berpelukan cukup lam
Usai pintu persalinan itu telah dibuka lebar, Citra pun dibawa ke ruangan rawat inap kelas VIP bersama bayinya yang dimasukkan ke dalam troli. Dari kelahiran bayi itu, Nayla sama sekali belum ada menyentuh bayi mungil itu. Wanita itu hanya bisa menyaksikan semuanya dari jauh dengan senyuman pahit di wajahnya. Sang suami terlihat begitu bahagia dengan kelahiran anak yang berasal dari darah dagingnya itu. Nyut! Terasa, denyut sesak yang muncul di dalam hati Nayla. Bagaimana tidak, melihat sang suami merasa begitu bahagia dengan tatapan penuh terima kasih kepada Citra membuat Nayla tentu berpikiran yang tidak-tidak. Hampir 1 tahun sang suami menjalani kedekatan yang intens dengan wanita itu. Ada sedikit rasa ketakutan di dalam diri Nayla, takut jika suaminya itu akan berubah pikiran. Nayla sadar, ia memang istri pertama dan cinta pertama dari pria itu. Hanya saja, bukan tidak mungkin bagi pria itu akan memilih Citra yang jelas-jelas bisa memberikan segalanya untuk Agus. Terlebih,
Hari demi hari kian berlalu membuat kandungan wanita itu kian bertambah besar. Tak terasa, kini Citra sudah memasuki bulan di mana dirinya diperkirakan akan melahirkan. Dengan susah payah, Citra tampak berjalan merangkak hendak naik menuju ranjang tempat tidurnya. "Sayang! Kenapa enggak bilang aku dulu sih. Kamu ini kebiasaan banget apa-apa selalu milih lakuinnya sendirian." Tak lama setelah itu, Agus datang dengan raut wajah penuh memperhatikan sang istri. Ia tentunya merasa takut dengan keadaan Citra yang sekarang sudah sangat rawan. Sebisa mungkin Agus terus berada di sisi wanita itu, tidak pernah membiarkan untuk wanita itu melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan dirinya. Bahkan untuk ke kamar mandi pun, pria itu juga ikut ke dalam. Awalnya Citra menolak karena malu namun setelah mendapatkan wejangan dari Agus mengenai rasa khawatir pria itu membuat wanita itu mau tak mau mengiyakan saja. "Aku enggak apa-apa, Mas. Aku itu cuman hamil bukan sakit keras," canda Citra saat menemu
Nayla membuka tirai di kamarnya dengan helaan nafas panjang yang mengiringi gerakan tangannya itu. Sejenak, matanya tampak menatap ke arah ranjang yang sudah lama tidak pernah didiami oleh suaminya."Aku kangen kamu tidur di samping aku, Mas." Nayla tak munafik, hatinya terluka setelah beberapa bulan ini ia terus saja tidur di kamar sendirian. Hampa. Tak ada lagi suara candaan yang dilontarkan oleh sang suami sesaat sebelum waktu tidur Nayla. Tok! Tok! Suara ketukan pada pintu kamarnya pun seketika membuat lamunan Nayla buyar saat itu juga. Entah mengapa, senyuman kini mengembang begitu lebar di wajahnya. Ia yakin, pasti suaminya lah yang mengetuk pintu kamarnya itu. "Aku tau, dia pasti akan cemas dengan keadaan aku. Maafkan kejahilan istri kamu ini ya, Mas. Pengen diperhatiin sama kamu aja harus pake acara lama-lama in ke ruang makannya." Nayla terkekeh geli sendirian. Wajahnya tampak begitu sumringah tak sabar ingin melepas rasa rindunya pada sang suami. "Aku tau kamu pasti