Nayla langsung kembali menatap ke arah lemari yang ternyata itu memang lemari miliknya, dan Nayla sudah merapihkan kertas tadi.
"Oh iya, aku lupa." Nayla tertawa saat mengetahui dirinya salah berbohong dengan suami yang begitu teliti.Tanpa di sadari Agus sudah berada di belakang tubuh istrinya dengan memeluk tubuh sang istri dari belakang."Kenapa keluar lagi? Mandi sana!" titah Nayla pada suaminya, bahkan saat ini tangannya sedikit memukul lengan suaminya yang sudah melingkar pada perut ratanya."Aku lupa kalau sabun cair ku sudah habis," bisik Agus di telinganya sang istri."Oh, aku lupa belum memeriksa kebutuhan kamar mandi kita," ungkap Nayla dengan tangan yang sudah menepuk pelan jidatnya sendiri.Agus melepaskan pelukannya dan mengusap-usap jidat istrinya yang terdengar oleh telinganya jika sang istri menyakiti jidatnya sendiri."Hehe, aku siapkan kebutuhan mandi dulu," ucap Nayla yang mulai berpamitan pada suaminya, untuk mengisi sabun dan lain-lainnya di dalam kamar mandi, dan sang suami pastinya mengizinkan dirinya.Nayla juga sudah pergi dari hadapan Agus, dan Nayla juga sudah masuk ke dal kamar mandi setelah membawa beberapa paper bag dari sebuah lemari yang ada di dekat kamar mandi."Apa yang sedang dia sembunyikan?" Agus bermonolog sendiri dengan melirik ke arah lemari istrinya, dan di dalam lemari itu ada sebuah kotak yang ternyata di dalam kotak itu sedikit mengeluarkan kertas putih membuat Agus semakin penasaran dengan kertas itu."Apa ini?" Agus ingin melihat kertas itu, tapi kotak yang ada di dalam lemari istrinya menggunakan kunci untuk membukanya.Agus benar-benar penasaran dengan kertas itu dan Agus berniat untuk membuka kotak itu, tapi sebelum Agus membuka kotak itu, Agus lebih dulu melihat kertas yang sudah menonjol keluar dari kotak itu, di kertas itu ada sebuah logo rumah sakit membuat keningnya berkerut."Rumah sakit? Siapa yang sakit?" Agus pastinya penasaran sekali dengan isi kertas itu. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara istrinya."Sayang, sudah silakan mandi," ucap Nayla yang sudah keluar dari kamar mandi."Iya." Agus langsung menutup lemari istrinya dan membalikkan tubuhnya untuk segera pergi menuju kamar mandi.Agus sudah masuk kembali ke dalam kamar mandi dan Nayla kembali membuat lemari pakaiannya, dan di sana Nayla mengernyitkan dahinya saat melihat jika kotak itu sedikit mengeluarkan kertas, kertas yang sudah pasti kertas hasil lab di rumah sakit."A ... Apa tadi suamiku melihat ini?" Nayla mulai bermonolog sendiri dengan mata yang langsung melirik ke arah kamar mandi.Nayla mencoba mengatur napasnya dalam-dalam agar tidak memikirkan hal-hal negatif tentang kertas itu, dan Nayla juga berharap jika suaminya tidak mengetahui semua ini.***Ke esokan harinya, setelah sarapan pagi antara Nayla dan Agus. Agus mulai berpamitan terlebih dahulu pada istrinya, dan hari ini Agus dan Nayla hanya sarapan berdua saja karena orang tuanya Agus sudah pergi sebelum sarapan pagi di mulai, entah ada keperluan apa dari orang tuanya Agus membuat Agus malas memikirkan orang tuanya."Aku berangkat ke kantor duluan ya, Sayang. Kamu juga jangan lupa untuk segera bersiap dan pergi ke tempat pekerjaanmu. Jangan sampai terlambat nanti agensi yang mengontrakmu menjadi berpikir dua kali untuk mempekerjakanmu jika kamu tidak tepat waktu." Agus menyampaikan pesan sekaligus berpamitan kepada sang istri.Nayla pun mengangguk tanda patuh. Tentu saja, Nayla pasti akan selalu mengingat pesan yang telah diingatkan oleh sang suami, karena bagaimana pun juga, suami adalah panutan baginya. Apapun yang suaminya katakan harus dituruti olehnya.Seperti baru tersadar jika ada yang kurang, Agus pun meraba lehernya dan baru ingat jika dasinya terlupakan."Ada apa, Mas?" tanya Nayla saat mendapati wajah lupa sang suami terhadap barangnya. Nayla ingin membantu, tapi gelengan kuat dari sang suami membuat Nayla mengurungkan langkahnya."Udah, kamu kerjakan tugas kamu aja dulu. Biar aku cari dasi aku sendiri aja di kamar, ada di lemari, kan?" balas Agus yang langsung diangguki oleh sang istri.Agus pun lantas bergegas menuju kamar mereka kembali. Namun, tiba-tiba saja Nayla seakan teringat tentang kejadian kemarin, kertas yang sudah setengah keluar dari tempat yang di sembunyikannya itu pun membuat Nayla teringat kepada Agus."Aduh, apa Mas Agus mau mengambil itu lagi?" Nayla pastinya panik dan sepertinya Nayla tidak akan membereskan peralatan makan yang ada di atas meja makan.Buru-buru Nayla pun bergegas naik ke atas untuk menemui sang suami sebelum terlambat."Tuhan, lindungi kertasku," gumam Nayla yang saat ini sudah berada di dalam kamarnya.Benar saja, sesuai dengan dugaan Nayla. Tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang, terlihat Agus yang mulai memegang kertas itu dan siap untuk membacanya dengan teliti. Namun, sebelum semua itu terjadi, Nayla buru-buru berlari cepat, merampas kertas itu dari Agus."Nayla! Apa-apaan kamu?" Agus yang merasa tak terima karena kertas itu di tarik paksa dari genggamannya oleh sang istri.Dengan memasang mimik wajah yang sebisa mungkin tidak akan sampai di curigai oleh sang suami, Nayla terlihat berusaha menyamarkan kedoknya dengan seuntai senyuman hangatnya."Ini, bukan apa-apa, akan lebih baik jika kamu sekarang fokus mencari dasi kamu. Sebentar lagi sudah mau jam 8 pagi, kamu harus segera pergi sebelum terlambat ke kantornya," balas Nayla tampak jelas mengalihkan pembicaraan di antara mereka.Agus pun seketika memicingkan kedua matanya, merasa ada yang aneh dengan istrinya."Kembalikan! Aku masih belum membaca semuanya, Nayla. Cepat kembalikan," titah Agus seraya menyodorkan tangannya.Nayla sontak menggeleng cepat menandakan jika ia tidak ingin memberikan kertas itu."Nayla! Kita bukan lagi anak kecil. Jika itu milikmu, maka cepat berikan kepadaku. Aku benar-benar tidak tau kalau selama ini kamu sering ke dokter. Cepat berikan kertas itu padaku!" tegas Agus seakan tidak terbantahkan.Nayla bergeming, bagaimana pun juga ia tentu akan mempertahankan kertas itu dan tidak membiarkan suaminya membacanya. Sudah bertahun-tahun rahasia itu disembunyikan, ia masih belum siap untuk menceritakan segalanya pada sang suami."Sudah aku bilang, ini bukan apa-apa. Kamu harus segera bersiap. Jangan hanya karena kertas ini kamu sampai terlambat ke kantor," balas Nayla berusaha tenang.Agus yang semakin merasa jelas ada sesuatu dari kertas itu sontak mencoba merebutnya kembali dari Nayla. Namun dengan cepat, Nayla terus mencoba menghalanginya."Cepat berikan kertas itu, Nayla! Jika itu tidak penting cepat berikan saja padaku! Jangan membuatku emosional, Nayla!" bentak Agus membuat Nayla sempat terperanjat.Nayla lalu memundurkan langkahnya guna menjauhi suaminya, dan Nayla tidak akan memberikan kertas itu sampai kapanpun."Nayla! Cepat berikan kertas itu atau aku akan me..."Belum usai Agus berbicara, tiba-tiba saja pintu kamarnya telah di ketuk lebih dulu oleh seseorang."Permisi, Nyonya dan Tuan." Suara itu berasal dari luar kamar Nayla dan Agus, dan pastinya suara itu adalah suara dari asisten rumah tangga keluarga Setiawan."Ada apa, bi Nani?" tanya Nayla pada suara yang sudah mengetuk pintu kamarnya.Nani adalah asisten rumah tangga di sini, Nani sudah lama menjadi pembantu di sini dengan keluarga Setiawan."Maaf, di luar sudah ada Pak Andi," jawab Nani dengan suara pelan.Andi adalah asistennya Agus yang merangkap seperti sekertaris juga di kantornya, dan entah kenapa Andi ke rumahnya Agus."Runggu di ruang tamu saja!" titah Agus pada sang bibi."Baik, Tuan." Nani langsung pergi begitu saja dari pintu kamar ke dua majikannya, walaupun pintu itu tidak tertutup rapat, tapi Nani tidak berani langsung masuk ke dalam kamar majikannya.Setelah Nani pergi, Agus dan Nayla saling menatap satu sama lain, dan pastinya Agus masih penasaran dengan kertas yang saat ini sudah di genggam oleh Nayla."Nanti malam, aku membutuhkan penjelasan dari kamu!" tegas Agus
"Iya, Mas," jawab Nayla. "Kamu lama-lama mirip detektif deh," sambung Nayla saat suaminya terus saja bertanya padanya membuatnya sedikit kesal. Namun, Nayla tidak boleh kesal dengan suaminya karena sang suami masih bisa menerima dirinya bahwa saat ini dirinya masih menyembunyikan fakta yang sebenarnya.Pagi hari ini Agus dan Nayla hanya sarapan berdua saja, dan pastinya ini menjadi momen yang begitu bahagia bagi Nayla, apa lagi Nayla tidak perlu mendapatkan sindiran dari ke dua mertuanya. Namun, Nayla sudah mendapatkan sakit hati lebih dulu dari ibu mertuanya sejak beberapa saat yang lalu.**Pukul 9 pagi, Nayla dan Agus sudah kembali beraktivitas masing-masing, dan saat ini Nayla sedang melakukan pemotretan untuk kontrak."Kak Nayla? Halo, Kak? Bisa beralih ke pose berikutnya?" Seorang photografer yang sedari tadi memotret Nayla itu pun sontak berusaha menarik perhatian dari wanita itu.Pasalnya, tidak seperti di hari-hari sebelumnya. Wanita itu sepertinya tampak sangat berbeda hari
"Selamat pagi, Ma! Kita akan masak apa untuk sarapan pagi ini? Biar Nayla bantu ya, Ma."Seperti biasanya, Nayla pun akan menawarkan bantuannya kepada sang mertua. Ia akan melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri yang baik dengan senantiasa memberikan jasanya untuk keluarga Setiawan.Namun, bukannya mendapatkan respon yang baik atas niatnya. Nayla justru sama sekali tidak ditanggapi oleh mertuanya. Ayu sedari tadi tetap saja diam dengan tangan yang masih terus berkutat dengan peralatan dapur dan sayur-sayuran di dekatnya.Hati Nayla terasa sakit saat harus menghadapi sikap dingin sang mertua yang padahal di awal pernikahannya dengan sang suami tidak pernah seperti ini."Mau membantu? Sampai sekarang saja kamu masih belum memberikan saya keturunan lalu bagaimana mungkin kamu bisa memberikan bantuanmu kepada saya. Jika menjadi seorang istri yang sempurna saja kau belum bisa, bagaimana kau bisa memasak? Cih! Sungguh lawak sekali tingkahmu. Gadis yang aneh," tutur Ayu ta
Setelah ritual pagi keluarga Setiawan itu dilaksanakan yakni sarapan pagi bersama. Semua orang tak lagi saling menyapa, seakan tidak ada sedikit saja keinginan di dalam diri mereka untuk berinteraksi antara satu sama lain.Nayla menghela nafasnya cukup panjang, ia tau mungkin suaminya tidak akan setuju dan pastinya tidak akan pernah setuju dengan keputusan yang telah ia ambil.Bagaimana pun juga, Agus bukanlah tipikal pria yang akan mengkhianati pernikahan mereka. Agus telah berjanji seumur hidupnya akan terus bersama dengan Nayla, menjaga keutuhan pernikahan mereka dan menghadapi segala permasalahan di rumah tangga mereka secara bersama-sama bukan malah memilih jalur yang salah seperti sekarang. Agus bukannya marah dengan Nayla, ia hanya merasa sangat kecewa kepada wanita itu karena keputusan bodoh yang diambilnya.Agus tidak suka dengan Nayla yang mengiyakan begitu saja permintaan konyol dari Ibu kandungnya. Ia benar-benar tidak bisa menerima semuanya sampai kapanpun juga. Ide k
Luna yang ternyata selama kedatangan dua preman di rumahnya itu tengah bersembunyi di dalam kamarnya pun bergegas keluar ketika ia tak sengaja mendengar samar-samar suara bos-nya."Nona Nayla? Kau? Ada disini?" tanya Luna dengan nada suara yang terbata-bata.Nayla lalu melepaskan pelukannya dari tubuh gadis yang masih terlalu syok dan takut akan dua pria bertubuh besar yang membentaknya beberapa menit lalu itu. Tatapan Nayla sontak berubah menjadi sedikit lebih tajam, ia benar-benar tak habis pikir dengan sikap Luna yang terkesan seperti menumbalkan adiknya sendiri. "Apa-apaan ini, Luna? Kenapa kau membiarkan gadis ini sendirian menghadapi dua preman tadi? Apa kau susah kehilangan akal sehatmu? Apa kau tidak mencemaskan bagaimana keadaannya? Dia tengah ketakutan sekali saat ini. Kau justru malah bersembunyi di dalam kamar. Tanpa ada perasaan empati pada adikmu sendiri," tegas Nayla yang mengutarakan rasa tidak sukanya dengan sikap Luna.Luna pun
Plak! Suara tamparan yang cukup keras terdengar menggema di seluruh sudut rumah yang bisa dibilang sederhana itu.Tatapan mata Luna pun seketika menajam. Ada siluit penuh api yang terlihat di kedua bola matanya."Apa yang kau katakan? Hm? Beraninya kau mencoba untuk menolak keputusanku. Apa selama ini yang membeli beras saat habis adalah dirimu? Apakah yang membeli token listrik ketika lampu padam adalah dirimu? Selama ini, aku tidak pernah meminta hal besar kepadamu. Baiklah begini saja. Ikuti keputusanku untuk menikah dengan Tuan Agus atau kau akan ku jual kepada bos rentenir penagih hutang itu?" ancam Luna kepada sang adik agar mau mengikuti segala perintah yang keluar dari mulutnya.Lagi dan lagi, Citra dibuat tak percaya dengan segala ucapan yang terlontarkan dari mulut sang kakak. Hanya demi sebuah harta, kakaknya sampai rela melakukan semua ini.Bulir-bulir air yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk matanya pun seketika jatuh tak bisa membendungnya lagi.Hatinya teras
Citra bergeming. Ia seolah kehabisan kata-kata dan tindakan untuk memberikan respon pada wanita yang telah menangis tersedu-sedu memohon di depan wajahnya saat ini.Citra juga merasa bingung harus mengambil keputusan yang bagaimana sekarang. Di satu sisi, Citra merasa ia tidak bisa menolak permohonan dari seorang wanita di mana ia sendiri juga wanita. Citra sontak memposisikan dirinya bagaimana dikala berada di posisi Nayla saat ini.Pasti akan sangat menyedihkan jika terus ditanya perihal kapan memiliki keturunan sementara dirinya sendiri bukanlah yang mengendalikan segala kehidupan dan adegannya. Akan tetapi, di lain sisi Citra juga memikirkan tentang masa depannya. Ia tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana jika harus menjadi seorang istri kedua yang tepatnya seperti istri yang hanya dijadikan sebagai tempat pemberi keturunan.Mungkin masa depan Citra akan lebih terjamin karena Nayla pasti akan memberikan bayaran yang tidak murah untuknya. Namun, bagaimana jika nanti akan ad
Luna kini tampak pulang ke rumahnya dengan raut wajah yang terlihat begitu kusut. Aliran darahnya terasa mendidih panas setiap kali benaknya menampilkan wajah adik tirinya itu.Sumpah demi apapun, Luna ingin sekali rasanya menghabisi nyawa adik tirinya itu. Ingin sekali ia melenyapkan Citra jika saja hal itu tidak akan membuatnya masuk ke dalam bui bernamakan lain penjara itu."Sial! Kenapa sih anak itu sama sekali tidak ingin menuruti apa yang aku katakan. Jika saja dia mau mendengarkan apa yang aku perintahkan. Aku pasti sudah bisa hidup dengan bergelimangan harta sekarang. Aku pasti bisa dengan bebas kembali bermain judi tanpa khawatir dengan para rentenir gila yang selalu saja menagih hal yang tidak-tidak padaku!" geram Luna kesal yang langsung membanting vas foto di mana ada wajah Citra yang tengah tersenyum bahagia di sana.Persetan dengan foto itu, yang pasti saat ini Luna hanya ingin menyalurkan dan melampiaskan segala amarah yang sudah menguasai dirinya itu.Emosinya terus sa