"Iโini gak salah kan. Mata aku gak salah lihat kan? Tuโtulisan ini kenapa ada nama aku? Kecocokan DNA aku dan Bapak Stev sama?"gumam Nadine.Bibirnya bergetar. Matanya membelalak. Namun, berkaca-kaca. Hatinya bergoncang diselingi nafas yang tersengal. Tangannya lemas, hampir saja surat itu jatuh dari tangannya. Beberapa langkah wanita itu mundur sambil menggelengkan kepalanya."Ini nggak mungkin, Ini pasti salah," kerongkongannya tercekat. Suaranya serak. Selama ini Nadine, hanya tahu kalau Pamela adalah istri Stev, pemilik perusahaan tempat ia bekerja. 'Tapi Kenapa di surat ini ada tertulis seperti ini?' kata hatinya."Jika memang iya, Kenapa selama ini mereka sembunyikan ini dari aku?"Air mata Nadine mulai membanjiri pipinya dengan deras. Ia mencoba mengingat kembali potongan-potongan masa lalu, tapi hal itu tidak ditemuinya. Kosong. Mungkin karena ia masih terlalu kecil. dan masih bayi yang baru bisa merangkak."Kenapa mereka tega meninggalkan aku saat itu? Meninggalkan aku di j
Surat DNA siapa ini? Oh iya, aku hampir lupa, kalau Pak Stev itu kan dokter. Pasti ini surat DNA pasiennya."TOK!TOK!TOK!Nadine menoleh ke arah pintu. Ia memasukkan amplop putih ke dalam dompet berwarna merah milik Pamela. Ia melangkah ke arah suara ketukan pintu."Selamat siang Bu, saya mau ambil dokumen Pak Stev," ujar Wina karyawan staf bagian administrasi."Oh iya, baru aja saya mau kesana. Ini, silahkan kamu antar yah."Nadine memberikan maps biru ke Wina."Baik Bu.""Terima kasih Wina," kata Nadine sambil ia duduk kembali di depan laptop.Sampai hari menjelang sore, tangan Nadine masih mengetik di atas laptop. Hari menjelang sore, semua karyawan bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing.Nadine menghentikan ketikannya. Ia beres-beres ingin pulang.Tapi pikirannya tertuju pada dompet Pamela Yang Tertinggal. Rasa penasaran membuatnya mengambil kembali amplop itu."Apa aku telpon Ibu Pamela aja ya? Tapi kan Ibu sedang ada acara. Pasti nggak ada di rumah," gumam Nadine."s
Setelah 2 bulan Nadine bekerja pada perusahaan Global Pratama, ia sudah menguasai semua tugasnya. Termasuk nama-nama atasan dan penjadwalan rapat kecil dan rapat besar. Selama ini pula, Pamela selalu membawakan makan siang. Dan makan bersama di ruangannya. Mereka selalu makan berdua di ruang kerja Nadine setiap harinya. "Ibu, apa aku selalu merepotkan Ibu? Setiap hari, Ibu selalu membawa makanan buat aku." Terasa dimanjakan Pamela membuatnya menjadi tidak enak kalau dirinya selalu dimanjakan.Tentu saja ada rasa sungkan. Istri bos, selalu memanjakan dirinya. Sedangkan perkenalan mereka baru beberapa bulan saja.Bukan hanya Nadine yang merasa heran, namun seluruh karyawan menjadi bingung melihat Pamela selalu datang membawa makan siang untuk karyawan barunya. Bukan yang dibeli dari rumah makan maupun kantin, tapi Pamela memesan di restauran miliknya. Namun terkadang ia pesan di restauran mewah lainnya."Gak ada yang direpotkan. Ibu lakukan ini, karena ikhlas. Supaya kamu sehat, dan
"Ouw, ternyata kamu kerja di sini juga ya?" Suara di balik pintu terdengar begitu tegas dan jelas. Sosok Helena berdiri melipat kedua tangannya. Ia melangkah masuk, menghampiri Nadine, tanpa dipersilahkan. "Helena? Kamuโkamu kenapa ada di sini?" Nadine dibuatnya tercengang oleh kehadiran Helena yang tiba-tiba. "Kenapa? Aneh? Aku ini istrinya Aldiano. Jadi ya, wajar kalau aku ada di sini. dan lagi, perusahaan ini sebentar lagi akan menjadi milikku." Helina memiringkan bibirnya sinis. "Aku rasa itu bukan urusanku. Tolong jangan ganggu pekerjaanku," jawab Nadine, matanya kembali memandang laptop. "Tapi kamu berhak tahu Nadine! Jadi jangan harap kamu bisa mendekati Aldiano, suamiku! Jadi sebentar lagi kamu akan angkat kaki dari kantor ini." Wajah Nadine mendongak menatap lekat mata Helena yang penuh kebencian. Nadine tidak menghiraukan, jari jemarinya kembali mengetik ke laptop. Ia berpikir, kalau dirinya bukan siapa-siapa di keluarga Pamela. "Asal kamu tahu ya, aku udah punya ana
"Hei! Kalian itu ngapain sih? Gak tau malu! Kamu juga! Perempuan gak tau malu!" maki Helena.Nadine buru-buru berdiri. Wajahnya menunduk. "Maaf, saya cuma jatuh. Saya gak sengaja.""Berani-beraninya peluk suami orang! Lagian Kamu itu siapa sih? Baru kenal udah kurang ajar!" Helena menghampiri Nadine, lalu menarik tangan Aldiano.Tapi Aldiano mengelak, ia kembali duduk. kini Pamela yang berdiri. Wajahnya tegang, penuh amarah. Matanya berkilat."Jangan pernah kamu berani memaki anak saya!"Mendengar itu, Helena malah tertawa. "Anak dari mana sih Ma? Anak boleh mungut? Baru dengar aku, kalau Mama punya anak lagi." Ejek Helena sambil memelintir rambutnya."Oooh, Jangan-jangan Mama melahirkan anak, terus langsung gede anaknya? Atau? Mama temenan sama doraemon?"PLAKKK!Tangan Pamela mendarat di wajah Helena, yang di anggapnya sudah di luar batas."Jangan pernah mengejek saya. Lebih baik sekarang juga, kamu pergi dari tempat saya. Atau saya akan panggil security!" tunjuk Pamela mengusir Hel
"Kamu cantik sekali Nona. Saya gak bohong, kalau anda begitu cantik dan anggun. Kalau begitu kita keluar sekarang," tukas Calista memuji Nadine yang berubah menjadi cantik dengan riasan sederhananya. Nadine hanya tersenyum malu. Nadine dan Calista keluar dari kamar. Gaun selutut berwarna biru muda pilihan Calista membalut tubuhnya. memberi kesan elegan. Cahaya lampu memantul kulitnya yang bagai kilau alami. Bola matanya seperti cermin yang berbinar. Kecantikan yang terpancar dari dalam, yang selama ini tersembunyi, kini terpancar bersinar. "Calista, aku deg-degan makan sama mereka..""Tenang aja Nona, mereka semua baik kok," jawab Calista tersenyum membungkuk. "Calista, kamu kenapa sih? gak pernah pakai baju cewek? Kamu tomboi yah?""Kalau saya pakai baju feminim, berarti Nona yang harus jaga saya.""Iiih, kok aku? Hihihi." Malam ini ia terlihat sangat cantik dan lebih manis, dengan rambut dibiarkan terurai panjang dibawah bahu. Make up natural yang Calista Arahkan menambah kes