"Aku kan mau sarapan, Bu. Masa berdiri," balas Negan dengan ekspresi tanpa dosa.
Laras mendengus, lalu melayangkan sindiran pada Negan perihal Damaira yang baru saja diberi uang belanja, tapi Negan malah sarapan di rumahnya.Dengan santai Negan menanggapi perkataan sang ibu, jika dia tidak berselera dengan menu yang dibuat oleh Damaira, lalu mengambil dua centong nasi ke piringnya dan menambah dengan sayur serta lauk yang menggugah selera–ayam goreng lengkuas.Laras memandang kesal ke arah piring anaknya yang penuh makanan.“Tumben, bukannya kamu selalu bilang kalau masakan istrimu yang sekolah jurusan tata boga itu selalu enak!” sindir Laras lagi.“Memang istrimu itu masak apa?” lanjut Laras“Cuma masak ongseng toge sama tempe goreng."Laras melongo, tidak habis pikir dengan kelakuan menantunya. Anaknya baru saja menerima gaji dan pasti akan memberi uang belanja, tapi membuat menu masakan hanya ongseng toge.Mendengarnya saja dia malas, apalagi harus memakannya. Laras bahkan sampai bergidik, saking tidak seleranya dengan menu yang dibuat Damaira.Laras merasa kesal anaknya tidak dilayani dengan baik. Tanpa Laras tahu berapa uang yang diberikan Negan untuk menantunya, namun dia dengan mudahnya menghakimi Damaira.“Katanya uang bulanan dariku tidak cukup kalau harus beli lauk yang enak. Aku memang kasih dia uang pas, takutnya dia boros, seperti yang ibu katakan.”Laras tersenyum, hal itu yang selalu dia gaungkan pada Negan semasa masih tinggal bersama.“Lagian istrimu itu kan kerja, perhitungan sekali jadi istri!”Laras terus mengompori Negan, agar Damaira tampak lebih buruk lagi di mata anaknya. Sejak dulu Laras memang tidak menyukai Damaira yang hanya lulusan SMK tata boga, keluarganya biasa saja dan juga dari kampung.“Bulan kemarin Damaira yang bayar cicilan rumah. Mungkin uangnya sudah habis, berapa sih gaji pelayan toko roti, pasti tidak seberapa. Makanya ibu jangan minta tambahan uang terus, aku juga pusing,” oceh Negan.“Ah, begitu aja masih kamu bela. Ibu sudah bilang, tinggal di sini saja, biar lebih hemat, tidak perlu keluar uang untuk bayar cicilan rumah, uang bulanan juga ibu yang pegang, makanmu pasti terjamin, kamu saja yang ngeyel.”Laras tak suka Negan sarapan di rumahnya, kerena otomatis pengeluarannya akan bertambah.“Aku pusing bu, hampir setiap hari Damaira minta tinggal terpisah. Katanya dia tidak betah tinggal di sini. Toh DP rumah dia yang bayar, aku jadi iya-iya saja."“Salahmu sendiri punya istri tidak berpendidikan, sudah begitu miskin lagi.”Negan diam sejenak, kata-kata itu selalu terlontar dari mulut ibunya. Awalnya Negan selalu membela istrinya, tapi belakangan ini dia mulai berpikir jika yang diucapkan oleh Laras ada benarnya. Mungkin dulu dia terlalu dibutakan oleh kecantikan Damaira."Kamu ceraikan saja dia, ibu akan carikan istri yang kaya, agar kamu bisa mewarisi perusahaannya," oceh Laras.Negan terperangah mendengar ucapan sang ibu. Meski dia sering cekcok dengan Damaira, dia tak pernah terpikir sedikitpun untuk bercerai dari istrinya. Di sudut hati kecilnya Negan masih sangat mencintai Damaira. Negan menghela nafas belum sempat dia mengucapkan kalimat bantahan, Laras kembali bersuara.“Terserah kamu saja, yang penting jatah ibu dan Dina empat setengah juta tidak diusik-usik apalagi dikurangi,” imbuh Laras santai.'Ibu, selalu saja uang yang ada dipikirannya,' batin Negan.“Mulai bulan depan jatah ibu dan Dina tiga setengah juta saja! Aku harus menabung untuk biaya semesteran Dina,” Negan menjeda ucapannya.“Lagi pula Naya sudah kerja. Aku tahu jika Naya juga selalu memberi uang pada ibu.”Negan harus mulai tegas perihal keuangan pada ibunya, menurutnya sang ibu sangat boros.“Enak saja, empat setengah juta ya empat setengah juta. Kenapa jadi dikurang-kurangi? Kamu pasti mau berikan pada istrimu itu, iya?” kesal Laras.“Uang Naya beda lagi ceritanya, kalau Naya kasih ibu itu hadiah untuk ibu, sedangkan kamu itu wajib, harus kasih uang ke ibu,” imbuh Laras.Belum sempat Naya mengutarakan isi hatinya, Negan sudah lebih dulu beranjak, dia memilih untuk segera berangkat kerja, meski makanan dalam piringnya masih tersisa.“Mau kemana? Makanan kamu belum habis, mubadzir, kamu lupa kalau istrimu cuma masak ongseng toge?”Tak menggubris perkataan sang ibu, Negan berpamitan dan mencium punggung tangan Laras, rasanya kepalanya mau pecah. Tidak istrinya, tidak ibunya, uang saja yang ada dalam pikiran mereka.Lain halnya dengan Laras, dia ingin membuat perhitungan dengan menantunya.“Ra, Ira,” seru Laras yang menyambangi rumah anaknya.Tok! Tok! Tok!Dengan tidak sabar Laras mengetuk pintu rumah tersebut. Dia yakin menantunya itu belum berangkat ke toko kue tempatnya bekerja.“Ra, Ira,” teriak Laras. Damaira membuka pintu rumahnya.“Ada apa, Bu?”“Kenapa pakai kunci pintu segala sih?” sungut Laras.Tanpa dipersilakan, Laras langsung masuk ke dalam rumah, menuju ruang tengah. Sudah menjadi kebiasaan, ibu tiga anak itu sering kali datang ke rumah Damaira tanpa permisi—langsung masuk ke dalam rumah.‘Biar ibu tidak main selonong saja masuk ke rumah orang,’ tentu kata-kata itu hanya terucap dalam hati Damaira.“Damaira sedikit sibuk, Bu, jadi pintu dikunci,” jawab Damaira seramah mungkin.Yang diucapkan Damaira, tak sepenuhnya bohong, karena dia memang sedang sibuk mengecek laporan bulanan toko kuenya.“Jangan sok sibuk," sarkas Laras.Ingin rasanya Damaira mengatakan bahwa pekerjaan rumahnya juga sangat membuatnya sibuk, sebab anaknya benar-benar ingin diperlakukan seperti seorang raja, yang semuanya terlayani, tapi dia tak sampai hati.“Ada apa, Bu?” ulang Damaira, dia tidak ingin ibu mertuanya itu terus meremehkannya.Tanpa basa-basi, Laras memarahi Damaira yang tidak becus mengurus suami, yang hanya memberi sarapan ongseng toge dan tempe goreng.Memaki Damaira yang perhitungan dan pelit pada suami, serta menghina pekerjaannya yang hanya pelayan toko kue. Damaira hanya diam dengan sesekali menghela nafas.“Ira hanya belanja sesuai uang yang diberikan oleh mas Negan, Bu,” balas Damaira sambil membuatkan teh hangat untuk Laras.“Alasan terus, lagian kamu kan kerja, kenapa perhitungan sekali sama suami sendiri!”“Damaira bukan perhitungan, Bu, tapi memang uang Damaira sudah terpakai untuk yang lain,” Damaira membela diri.“Halah, kebanyakan gaya kamu, Ra. Sini uang jatah yang dikasih sama Negan, tadi pagi dia makan di rumah ibu, lama-lama pemborosan kalau suamimu setiap pagi makan di rumahku.”“Astaghfirullah, Bu, uang dari mas Negan tidak seberapa, masih ibu minta juga?” Damaira nyaris mengelus dada mendengar permintaan ibu mertuanya.“Tidak usah banyak bicara, sini uangnya.” Tidak mau terjadi keributan, Damaira pun mengambil uang sisa belanja tadi pagi di laci meja dapur.“Ini, Bu,” Damaira memberikan satu lembar uang lima puluh ribu.“Hanya ini?”“Iya, Bu, itu pun untuk seminggu,” jawab Damaira santai.“Jangan ngelawak kamu, Ra, mana cukup seminggu uang segini. Kalau mau bohong pakai otak, Ra. Ya sudah sini, daripada ibu tombok gara-gara suamimu makan di rumahku.”Laras mengambil uang tersebut kemudian memasukkan kedalam saku celana panjangnya. Kemudian berjalan keluar rumah setelah menghabiskan teh manis yang dibuatkan oleh menantunya.‘Yang melawak itu ibu, sudah tahu uang hanya segitu masih diminta. Perhitungan sekali jadi orang, padahal sama anak sendiri.' Andai kata-kata itu bisa dengan mudah dia katakan pada mertuanya.Laras menghentikan langkahnya, hendak mengatakan sesuatu.Sebelum pergi dari rumah Damaira, Laras masih sempat menghina menantunya. Laras menyuruh Damaira untuk memperbanyak makan toge karena sayuran itu bagus untuk kesehatan reproduksi. Laras juga menghina Damaira mandul, sebab dua tahun lebih menikah tak juga diberi keturunan. “Astaghfirullah, Bu, kita ini sesama perempuan, kenapa Ibu tega berkata seperti itu?” Kata-kata mandul terucap tidak hanya satu dua kali keluar dari mulut Laras, lama-lama Damaira merasa geram. Dulu Damiara akan menangis berjam-jam saat mertuanya mengatakan dia mandul. Namun, sekarang dia tidak akan lagi melakukan hal itu apalagi meratapi nasib. Damaira akan mulai melawan, dia tidak ingin harga dirinya terus diinjak-injak, walau kenyataannya memang belum mempunyai anak. Saat ini mungkin memang Sang Maha Pemberi Keturunan belum memberinya kepercayaan. Kalau boleh berkata, sebenarnya Damaira merasa sedikit bersyukur belum diberi keturunan, sebab kehidupannya saja masih penuh dengan masalah yang belum terselesaikan,
Negan menuju ke meja makan, melihat makanan apa yang disiapkan oleh istrinya.Mie goreng!"Lumayan lah, ketimbang makanan yang tadi pagi," ucap Negan.Mereka pun makan makanan tersebut dalam diam, hingga Damaira angkat bicara."Mas, tadi ibu datang kemari."Negan melirik Damaira sekilas, "Untuk apa ibu kemari?""Minta uang belanja, katanya pemborosan kalau mas makan terus di sana," jujur Damaira.Damaira tak pernah mengadu jika ibu mertuanya datang. Tapi entah mengapa malam ini mulutnya gatal ingin bercerita tentang hal itu, hanya untuk melihat reaksi sang suami."Kamu jangan fitnah, Ra. Mana mungkin ibu datang hanya karena minta uang. Jelas-jelas aku sudah kirimkan uang jatah ibu.""Aku tidak bohong mas, apalagi fitnah. Untuk apa? Tidak ada untungnya juga. Terserah kamu mau percaya atau tidak." Damaira langsung melanjutkan menyantap mie gorengnya.Negan kembali dikejutkan oleh sikap Damaira, wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun lebih itu tak pernah meninggikan suara, d
“Apa kamu bilang? Ibu pemborosan? Pasti wanita mandul ini yang sudah mempengaruhimu, sampai kamu tega ngomong seperti itu sama ibu.” Laras mulai mendramatisir keadaan.Damaira yang melihat mertuanya mulai drama, dia pun menunduk. Berperan sebagai korban, diam dan hanya pasrah. Namun, di mata ibu mertuanya dia tetaplah orang yang patut dipersalahkan.“Kamu lihat kelakuan istrimu yang tidak berpendidikan itu, tidak ada sopan santun, suka melawan omongan ibu. Sekarang berlagak diam kalau di depanmu.” Laras menunjuk ke arah Damaira."Heh, coba kamu bicara seperti kemarin. Beraninya sama mertua kalau tidak ada anakku," sarkas Laras pada Damaira."Ibu kemarin datang ke sini?" Negan menelisik, mencocokan dengan apa yang Damaira kemarin katakan.Laras seketika diam, seakan menyadari kesalahannya telah salah berucap.“Ibu butuh berapa?” Negan memilih mengalah daripada melihat ibunya yang memaki istrinya, yang bahkan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.Negan juga dapat melihat dari diamnya sa
Malam ini Negan tak menemukan Damaira di ruang tengah seperti biasanya. Dia pun langsung menuju ke kamarnya.Mendapati Damaira sedang tiduran di ranjang."Kamu ini, suami pulang bukan di sambut. Malah enak-enakan tidur," oceh Negan sembari meletakkan tas kerjanya.Bukan tanpa alasan Damaira berbaring di tempat tidur. Perutnya sangat nyeri karena tamu bulanannya sedang datang."Maaf mas, perutku sakit sekali…""Alasan saja kamu!" hardik Negan."Sana buat makan, malah enak-enakan tidur. Benar kata ibu…"Mendengar kalimat terakhir suaminya, Damaira langsung beranjak duduk, membuat Negan menjeda kalimatnya."Kamu itu tidak becus mengurus suami, pemalas, kerjaannya tidur di kamar …” Belum selesai Negan berucap, Damaira sudah memotongnya.“Terus mas, terus. Ibu, ibu, selalu ibu. Kalau kamu mau sepenuhnya bersama ibumu, jika ibu adalah prioritasmu, silahkan. Mari kita berpisah,” sela Damaira, membuat Negan membulatkan mata tak percaya dengan ucapan istrinya.“Damaira! pamali bicara seperti i
“Ya, Allah, beri hamba kewarasan untuk menghadapi cobaan ini.” Damaira berdoa sembari mengelus dada.Damaira segera berangkat ke toko dengan mengendarai motor matic bututnya. Pikirannya menerawang entah kemana hingga tanpa sadar dia menabrak sebuah mobil mewah yang tiba-tiba berhenti di depannya.Suara tabrakan itu cukup kencang, Damaira terpental tak jauh dari motornya, dia sempat mengalami pingsan sesaat, saat dia tersadar, dirinya sudah berada di trotoar dan orang-orang sudah berkumpul di sekelilingnya.“Apa kamu baik-baik saja, mbak?” Damaira melihat ke arah sumber suara, pria tampan dengan pakaian rapi dan mewah. Damaira yakin bahwa pria tersebut adalah pemilik mobil yang dia tabrak.Damaira baru tersadar bahwa tangan kiri dan keningnya berdenyut, sepertinya dia terluka.“Sudah mas bawa mbaknya ke klinik atau rumah sakit terdekat saja, saya temani. Urusan lain-lainnya nanti diurus di sana. Takutnya si mbak kenapa-kenapa,” ucap bapak-bapak itu pada si pria tampan.Damaira digirin
Tak berselang lama, Damaira keluar dari mobil itu. Terdengar wanita itu mengucapkan terima kasih pada rekannya. Lalu mobil kembali melaju.Negan sedikit kecewa melihat mobil Honda CR-V itu pergi. Padahal dia berharap itu adalah mobil Damaira. Dia bisa memanfaatkannya.Mimpimu terlalu muluk Negan, istrimu itu kere, hanya seorang penjaga toko kue, begitulah isi kepala Negan saling bersahutan."Dari mana saja kamu?" tanya Negan dengan ketus.Damaira menatap bingung pada sang suami. Bukankah dia sudah mengirim pesan, untuk apa bertanya? Damaira tak kuasa mengatakan hal itu dan memilih untuk menjawab."Aku baru pulang kerja mas, karena tadi aku kecelakaan jadi masuk dan pulangnya harus mundur," ucap Damaira, lalu berjalan hendak memasuki rumah.Negan memberi jalan agar istrinya itu bisa masuk dengan leluasa."Memangnya juraganmu tidak memberi libur? Aku lihat lukamu cukup parah." Negan cukup prihatin dengan keadaan istrinya dengan tangan tergantung dan menggunakan gips."Ya mau bagaimana l
Dua bulan kemudian.Pasca pertengkaran yang terjadi di antara Damaira dan Negan malam itu, sikap Negan sedikit melunak dan lebih perhatian. Pria itu nampak bersungguh-sungguh ingin memperbaiki hubungan dengan Damaira.Negan lebih sering meluangkan waktu untuk Damaira walau hanya sekedar untuk berbincang hal yang tidak penting.Selama dua bulan ini, Dina hanya pernah sekali menemui Damaira di toko dan merengek meminta uang, adik iparnya itu sungguh tebal muka. Karena asas belas kasih, Damaira memberinya uang sebesar lima ratu ribu rupiah.Sedangkan ibu mertuanya masih sama, datang ke rumahnya untuk mengambil sembako seperti biasanya.Untuk soal keuangan, Negan lebih manusiawi ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Terkadang Negan mau berbelanja ke warung untuk menggantikan Damaira yang masih menggunakan gips, walau terkadang kesal karena harga sembako yang mahal dan uangnya harus berkurang cukup banyak.“Hari ini pengumuman hasil seleksi district manager, Ra. Doakan, semoga suamimu ini ya
Damaira dan Negan saling pandang. “Siapa yang datang?” tanya Negan. Damaira hanya mengedikkan bahu tanda dia juga tidak tahu.Damaira menduga pasti salah satu keluarga Negan. Negan mencuci tangan kemudian menuju ruang tamu untuk membuka pintu.Sedangkan Damaira mengambil kerudung instannya yang berada di gantungan depan kamar mandi. Dia hanya ingin menutupi kalung yang baru saja dibelikan oleh suaminya. Damaira tak ingin karena kalung itu akan timbul masalah baru.Benar saja dugaan Damaira, namun bukan ibu mertua ataupun Dina, melainkan Naya–adik pertama Negan."Masuk, Nay. Tumben kamu datang ke sini malam-malam."“Mas Negan sedang apa?” tanya Naya sedikit tidak enak.Naya memang berbeda dengan ibu dan adiknya, pembawaannya kalem dan ramah.“Masuk Nay, mas baru makan malam, kamu sudah makan?” Naya mengekor di belakang Negan.“Belum mas, aku baru pulang kerja, langsung kemari.”“Halo, Mbak,” sapa Naya pada Damaira.“Hai Nay, baru pulang ke