Share

Bab 7 Ira Mengalami Kecelakaan

“Ya, Allah, beri hamba kewarasan untuk menghadapi cobaan ini.” Damaira berdoa sembari mengelus dada.

Damaira segera berangkat ke toko dengan mengendarai motor matic bututnya. Pikirannya menerawang entah kemana hingga tanpa sadar dia menabrak sebuah mobil mewah yang tiba-tiba berhenti di depannya.

Suara tabrakan itu cukup kencang, Damaira terpental tak jauh dari motornya, dia sempat mengalami pingsan sesaat, saat dia tersadar, dirinya sudah berada di trotoar dan orang-orang sudah berkumpul di sekelilingnya.

“Apa kamu baik-baik saja, mbak?” Damaira melihat ke arah sumber suara, pria tampan dengan pakaian rapi dan mewah. 

Damaira yakin bahwa pria tersebut adalah pemilik mobil yang dia tabrak.

Damaira baru tersadar bahwa tangan kiri dan keningnya berdenyut, sepertinya dia terluka.

“Sudah mas bawa mbaknya ke klinik atau rumah sakit terdekat saja, saya temani. Urusan lain-lainnya nanti diurus di sana. Takutnya si mbak kenapa-kenapa,” ucap bapak-bapak itu pada si pria tampan.

Damaira digiring masuk ke mobil tanpa sempat berkata-kata, dia masih syok. Motor yang dikendarainya bahkan terlihat cukup parah, beruntung polisi tidak datang ke lokasi tersebut jika hal itu terjadi urusannya akan lebih panjang. 

Terdengar seseorang mengatakan kepada si pria tampan itu jika motornya akan dibawa ke bengkel terdekat dan pria tampan itu memberi sebuah kartu nama pada orang tersebut.

Di dalam mobil Damaira masih mencerna kejadian yang dia alami, kaki dan tangannya semakin berdenyut. Dia mulai memeriksa bagian tubuhnya. Entah seperti apa dia terjatuh hingga celana dan jaketnya ada bagian yang sobek.

Pria tampan itu melirik Damaira dari spion tengah mobilnya.

"Kamu tidak apa-apa, mbak?"

"Ah, iya mas. Maafkan saya. Saya yang salah, sepertinya saya tidak berkonsentrasi saat menyetir. Saya malah merepotkan mas, dan juga bapak ibu," Damaira mengangguk kepada ibu-ibu yang duduk di sebelahnya.

Si pria tampan juga meminta maaf karena sebelum kejadian itu dia  mengerem mendadak karena ada pengendara sepeda motor yang tiba-tiba keluar dari gang tanpa melihat kanan kiri. 

Wanita paruh baya itu mengucap syukur, ketika Damaira sudah bisa merespon. Dia takut jika Damaira gegar otak. Penyampaian ibu itu yang polos membuat Damaira tersenyum.

Sampai di rumah sakit terdekat, Damaira segera di papah oleh si pria tampan dan juga si ibu. Sedangkan pria paruh baya memanggil perawat untuk membawakan kursi roda.

Damaira segera mendapatkan penanganan, tanpa diduga ternyata lukanya cukup memprihatinkan. Dia harus melakukan roentgen untuk melihat tulang tangan kirinya.

"Mbak, maaf saya. Saya harus segera ke kantor, ini kartu nama saya kalau semuanya sudah selesai dan tagihan keluar tolong hubungi saya. Oh, iya saya akan bantu menghubungi saudara atau temanmu, boleh saya pinjam handphone?" Damaira menerima kartu nama tersebut. lalu menyimpan di kantong jaketnya.

"Tidak perlu, mas. Saya akan hubungi sendiri nanti. Silakan jika ingin ke kantor, saya sudah terlalu banyak mengulur waktumu. Saya ucapkan terima kasih telah membantu saya. Sekali lagi saya mohon maaf." 

Sebelum benar-benar pergi,  si pria tampan menekankan jika dia yang akan membayar biaya rumah sakit, seandainya Damaira melakukan pembayaran dia akan menggantinya.

Damaira melihat kartu nama tersebut, “Mahesa Bimantara," Damaira menyebut nama yang ada dalam kartu nama tersebut. Dia kembali fokus ke nama perusahaan yang tertera dan jabatannya. Ternyata pria tersebut adalah pemilik perusahaan tempat Negan–suaminya bekerja.

Damaira mencoba menghubungi suaminya untuk mengabarkan jika dia mengalami kecelakaan, namun panggilan teleponnya justru di-reject. Tak ingin berharap banyak pada sang suami, dia pun menghubungi Dinda. Terdengar suara wanita di sebrang sana nampak panik.

“Aku baik-baik saja, Din. Jika toko sedang ramai, kamu tak perlu kemari. Aku bisa naik taksi. Aku masih harus reontgen dan konsul ke dokter tulang terlebih dahulu,” Damaira menerangkan.

“Aku akan usahakan menjemputmu, Ra. Tunggu aku ya. Aku mungkin sedikit agak lama, harus mengambil mobilmu lebih dulu di rumah.”

“Terima kasih, Dinda. Maaf merepotkan.”

“Sekali lagi kamu mengatakan hal itu, akan ku pecat kamu dari The Moonlight,” balas Dinda yang membuat Damaira terkekeh.

Sebelum melakukan reontgen, Damaira kembali menghubungi suaminya, lagi-lagi tidak ada jawaban. Kemudian Damaira mengirim pesan pada Negan.

[Mas, aku sedikit mengalami kecelakaan dan sedang dirawat di rumah sakit Harapan, kamu tak perlu khawatir, aku akan dijemput oleh Dinda.] 

Setelah melakukan reontgen ternyata ada tulang yang retak di tangan kirinya, mau tidak mau harus dipasang gips.

Setelah semuanya selesai, Damaira menunggu Dinda datang menjemput.  Tiba-tiba saja ada seseorang yang mencarinya.

Damaira pikir orang yang mencarinya adalah Dinda, ternyata orang suruhan Mahesa. 

"Perkenalkan, nama saya Rian. Saya adalah orang suruhan pak Mahesa." Pria itu mengulurkan tangannya.

Damaira menyambut, "Damaira, Anda bisa memanggil saya Ira," balas Damaira.

Pria itu mengatakan akan mengurus administrasi pembayaran untuk Damaira. Jelas saja Damaira menolak, dia mengakui bahwa hal itu adalah kesalahannya. Damaira juga berjanji akan memperbaiki mobil mewah milik Mahesa.

“Mobil pak Mahesa ikut asuransi, jadi mbak Ira tak perlu khawatir tentang hal itu.”

“Ada apa ini?” suara itu mengalihkan keduanya yang sedang bersitegang.

Dinda datang di tengah perdebatan antara sahabatnya dan pria berjas rapi.

Damaira menjelaskan sedikit tentang apa yang sedang mereka bicarakan. Dinda justru mendukung orang suruhan Mahesa dan meminta Damaira untuk menerima niat baik orang tersebut.

“Aku tahu kamu kaya, Ra. Tapi setidaknya hargai maksud baik seseorang, anggaplah rezeki orang yang teraniaya,” bisik Dinda, yang masih terdengar jelas oleh pria tersebut. Pria itu bahkan sempat tersenyum tipis.

Ingin hati rasanya memaki Dinda, ‘Rezeki gundulmu! Rezeki dari mana coba? Yang ada malahan tombok, badan sakit semua,’ namun kata-kata itu hanya terbesit dalam pikirannya.

Damaira nampak berpikir sejenak, akhirnya dia mengalah dan menerima kompensasi dari pria yang bernama Mahesa itu.

"Sampaikan terima kasih saya pada pak Mahesa." Terlihat pria itu menghela nafas lega.

Damaira memberikan kartu namanya pada pria itu, lalu memintanya untuk menyampaikan pada Mahesa. 

"Satu lagi pesan pak Mahesa, motor mbak Ira akan diurus oleh pak Mahesa, jadi tak perlu khawatir. Jika mbak Ira sudah selesai mari  saya antar pulang atau ke tempat kerja."

"Terima kasih, pak Rian. Tapi saya sudah di jemput oleh sahabat saya ini." 

Rian mengangguk paham, lantas keduanya saling berpamitan. Rian mengamati mobil yang digunakam oleh Damaira sebelum beranjak pergi.

Hari Negan cukup disibukkan dengan banyaknya pekerjaan sehingga membuatnya tidak bisa menerima panggilan dari istrinya. 

Negan membaca pesan dari istrinya setelah jam pulang kantor. Tak ada reaksi apa-apa, lalu kembali memasukkan telepon genggam itu ke dalam kantong celananya. Negan pun bergegas pulang ke rumah.

Sampai di rumah Negan masih mendapati rumah dalam keadaan gelap dan terkunci.

"Kemana Ira? Katanya kecelakaan kenapa malah kelayapan?" gerutu Negan.

Baru saja Negan hendak menutup pintu, sebuah mobil Honda CR-V keluaran terbaru berwarna merah berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya.

"Siapa?" gumam Negan.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sisri Ramadanti
bagus sekali alur ceritanya
goodnovel comment avatar
Pudyas Tuti
cukup menarik jalan ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status