Share

Kesabaran yang Diuji

Author: Maheera
last update Last Updated: 2025-03-04 13:52:54

Dua hari terakhir, Sukma merasa ada yang janggal. Yudi pulang larut malam hampir setiap hari. Ketika ditanya, jawabannya selalu sama. "Aku ambil pekerjaan tambahan. Kita harus segera melunasi utang bank."

Mendengar itu, Sukma tidak bisa memprotes. Dia tahu Yudi melakukannya demi keluarga, tetapi dalam hati, dia sedih dan muak. Lagi-lagi, suaminya harus berkorban untuk menanggung beban yang sebagian besar adalah ulah adik-adiknya. Sukma berusaha mengendalikan dirinya, mengingat nasihat ibunya tentang kesabaran.

'Aku ingin lihat sampai di mana dia bisa bertahan jadi budak keluarganya,' Sukma membatin sembari menahan kekesalan yang sudah menumpuk. Dia tidak ingin berdebat lagi, apalagi menambah beban pikiran Yudi. Masalah dengan ibu mertua di warung juga mengendap sendiri. Sejak hari itu Sukma tak pernah datang lagi mengunjungi mertuanya. Dia tahu apa pun yang dia lakukan, di mata wanita itu tetap salah.

Siang itu, setelah mengantar barang dagangannya ke ekspedisi, Sukma pulang dengan pikiran yang sedikit lega. Namun, begitu sampai di pintu rumah, Sukma tertegun. Rumah yang pagi tadi dia tinggalkan dalam keadaan rapi kini berantakan. Bekas bungkus makanan berserakan di atas meja. Sepatu dan sandal bertebaran di teras. Plastik camilan tergeletak sembarangan di sofa.

Dari dalam, terdengar suara tawa dua anak kecil. Sukma melangkah masuk dan menemukan Rani, adik perempuan Yudi, sedang duduk santai sambil memakan keripik dari stok camilan yang Sukma simpan di lemari.

"Rani?" Sukma berusaha menahan nada kesalnya. "Kenapa kamu ada di sini? Siapa yang bukain pintu?"

Toni, anak tertua Rani, yang sedang bermain dengan adiknya, menjawab tanpa rasa bersalah, "Paman yang bukain pintu. Kita mau nginep dua hari, Bude."

"Nginep?" Sukma mengernyit. "Kenapa nggak di rumah Ibu aja?" Sukma menatap tak suka ke Rani.

Rani mengangkat bahu dengan ekspresi datar. "Aku nggak mau di sana. Rumah ibu kan udah kayak mau roboh. Anak-anak nggak betah. Lagi pula, aku mau ketemu Mas Yudi. Dia janji mau kasih uang buat study tour Toni."

Sukma mengerutkan kening, menatap Rani tajam. "Study tour? Kamu nggak dengar yang aku bilang kemarin? Apa nggak cukup Romi aja yang bikin masalah? Kenapa harus datang ke sini dan ngacak-ngacak rumah orang?"

Rani berdiri sambil melipat tangan di dada, menatap Sukma balik dengan pandangan meremehkan. "Rumah ini kan dibayar sama Mas Yudi. Jadi, aku rasa aku punya hak buat tinggal di sini kalau aku mau."

Sukma mengepalkan tangan, menahan diri agar tidak meledak. "Dengar ya, Rani. Aku nggak pernah larang kamu ketemu Kakakmu atau minta tolong sama dia. Kamu datang tiba-tiba, ngambil makanan dari lemari tanpa bilang, lalu bikin rumah ini berantakan. Apa itu sopan?"

Rani mendengus. "Ya ampun, cuma camilan doang, Mbak. Pelit banget sih. Lagian, aku ini adiknya Mas Yudi. Kamu itu cuma numpang. Jadi, jangan sok berkuasa di rumah ini."

Kata-kata Rani seperti men4mpar wajah Sukma. Amar4hnya nyaris tak terbendung. "Numpang? Kamu dengar baik-baik, Rani. Aku ini istri Yudi. Aku yang ngurus rumah ini, bersihin, masak, bahkan bantu bayar utang keluarga kalian. Jadi kalau ada yang numpang di sini, itu kamu, bukan aku. Kamu dan adikmu tidak tahu diri!"

Rani berdiri dari sofa, mendekati Sukma dengan tatapan menantang. "Kamu berani ngusir aku? Apa kamu lupa kalau Mas Yudi nggak akan pernah biarin aku pergi tanpa kasih uang buat anak-anak?"

Sukma ingin membalas, tetapi suara Yudi tiba-tiba terdengar dari dapur. "Sudah, sudah, jangan ribut."

Sukma menoleh, matanya membelalak melihat Yudi keluar membawa piring berisi nasi goreng. "Ini buat anak-anak, Rani. Mereka pasti lapar."

"Mas!" Sukma berseru dengan nada tinggi. "Kamu bela-belain pulang dari pabrik agar bisa masak buat mereka? Rani itu ibunya. Harusnya dia yang urus anak-anaknya sendiri, bukan kamu!"

Yudi menghela napas panjang, mencoba menenangkan Sukma. "Sayang, tolong jangan besar-besarkan. Mas udah ijin pulang cepat. Rani cuma mau nginap dua hari. Rumah Ibu memang sudah nggak layak buat anak-anak."

Sukma melipat tangan di dada, menatap suaminya dengan kecewa. "Kamu serius, Mas? Rumah Ibu nggak layak, tapi rumah kita ini layak untuk diacak-acak? Apa kamu nggak lihat rumah ini jadi seperti kapal pecah gara-gara mereka?"

Rani menyela dengan nada santai. "Ya ampun, Mbak, kalau rumah ini kotor, tinggal dibersihin aja. Bukannya itu tugas kamu sebagai istri?"

Kata-kata itu seperti b3nsin yang disiramkan ke api am4rah Sukma. Ia mendekati Rani dengan tatapan seperti hendak menguliti adik iparnya. "Dengar, Rani. Aku ini bukan pembantu kamu. Aku nggak punya kewajiban buat bersihin rumah setelah kamu berbuat seenaknya. Kalau kamu nggak bisa menghargai aku, lebih baik kamu pergi!"

Rani tertawa kecil, seolah tak terpengaruh oleh kemarahan Sukma. "Aku nggak akan pergi sampai Mas Yudi kasih uang study tour Toni. Jadi, kalau kamu nggak suka, itu urusanmu."

Yudi mencoba menengahi lagi. "Sukma, tolong tenang. Aku janji, mereka cuma dua hari di sini."

"Dua hari?" Sukma menatap Yudi dengan mata berkilat. "Baru beberapa jam saja dia bikim rumah ini seperti kandang kambing? Mas mau aku jadi apa? Pembantu untuk adikmu dan anak-anaknya?"

Yudi terdiam, tak mampu menjawab. Di sisi lain, Rani tampak menikmati situasi itu. Dia tersenyum puas, seolah merasa menang dalam perdebatan.

Sukma akhirnya menyerah. "Baiklah. Kalau memang ini maumu, Mas, aku akan lihat sampai di mana kamu bisa bertahan dengan adikmu yang nggak tahu diri ini. Tapi ingat, aku nggak akan tinggal diam kalau dia melanggar batas lagi."

Sukma berbalik masuk ke kamar, membanting pintu dengan ker4s. Di dalam kamar, dia duduk di tepi ranjang, menahan air mata yang hampir tumpah. Sayup-sayup terdengar suara tawa Rani dan anak-anaknya di ruang tamu. Alih-alih menenangkan sang istri, Yudi malah ikut bercengkerama dengan keponakannya. Sukma mengepalkan tangannya, berbisik pada dirinya sendiri, 'Sampai kapan aku harus menahan ini semua?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 30

    Setelah dua hari menghilang, Yudi akhirnya pulang ke rumah dengan langkah gontai. Pikirannya masih dipenuhi oleh peristiwa yang mengguncang hatinya. Dia meletakkan sembarang sepeda motornya. Dahinya berkerut ketika melihat mobil yang biasa dipakai Sella terparkir di pekarangan rumah. Saat membuka pintu, ia disambut oleh ibunya yang berdiri dengan wajah marah. "Ke mana saja kamu dua hari ini, Yudi? Menghilang tanpa kabar, membuat kami semua khawatir!" Ibunya bertolak pinggang menatap Yudi tajam. Yudi hanya terdiam, tak ingin menjawab pertanyaan ibunya. Lagipula dia bukan an4k kecil yang harus berkabar. Harusnya ibunya mengerti perasaannya, tapi wanita itu seolah-olah menutup mata. Yudi merasa miris, inilah keluarga yang dia agung-agungkan dulu. Saat melewati kamar Juno, matanya tertuju pada Sella dan Juno yang tiba-tiba muncul dari kamar. "Setelah kamu pergi begitu saja, kami terpaksa menikahkan Sella dengan Juno untuk menghindari malu." Ibunya menjelaskan tanpa diminta. Yudi menat

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 29

    Pagi itu, rumah Sella telah disulap menjadi tempat yang megah. Dekorasi elegan menghiasi setiap sudut, bunga-bunga segar menebarkan aroma wangi, dan para tamu mulai berdatangan, menantikan momen sakral akad nikah antara Yudi dan Sella. Di sebuah kamar yang disediakan khusus untuknya, Yudi duduk termenung. Pikirannya berkecamuk, bayangan tentang Sukma, mantan istrinya, terus menghantui benaknya. Penyesalan perlahan merayapi hatinya, terutama mengingat anak mereka yang akan segera lahir. Namun, Yudi mencoba menepis perasaan itu, meyakinkan dirinya bahwa keputusan untuk menikahi Sella adalah yang terbaik, terutama setelah banyaknya bantuan yang diberikan Sella kepada keluarganya. Lambat-laun dia yakin perasaan pada Sukma akan hilang dengan sendirinya. Merasa bosan karena terlalu lama menunggu, Yudi memutuskan keluar kamar untuk mencari minuman dan menghisap sebatang rokok, berharap dapat meredakan kegelisahannya. Saat melintasi koridor, telinganya menangkap suara des4han dari salah satu

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 28

    Empat bulan akhirnya berlalu. Sukma menatap surat cerai di tangannya. Satu bulan yang lalu Yudi mengantarkan surat itu bersama undangan pernikahannya dengan Sella. Senyum kemenangan tampak di wajah wanita itu, dia masih saja berusaha memprovokasi Sukma, seolah-olah tak puas berhasil menghancurkan rumah tangganya. Namun, Sukma memilih tidak menanggapi, karena Sella memang tak penting untuknya. "Aku harap kamu datang ke pernikahan aku dan Mas Yudi. Resepsinya sangat mewah dan meriah." Sella sengaja menggandeng lengan Yudi untuk menunjukkan posisinya. "Aku usahakan, karena akhir-akhir ini aku sibuk sekali." Suara Sukma terdengar tenang. Sella salah kalau berpikir dia akan terpancing trik murahan itu. Hatinya telah mati rasa, jadi mau keduanya bermesra4n pun di depannya tidak berpengaruh apa pun. Sella mencibir. "Ck, gayamu sok sibuk. Paling juga sibuk nyari kerja. Lagian siapa yang mau pekerjakan wanita h4mil sepertimu. Sebentar lagi perutmu bunc1t, kamu pikir nggak ngerepotin?!" L

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 27

    Sukma duduk tenang di ruang sidang, tangannya terlipat di pangkuan. Perutnya yang mulai membesar sedikit mengganggu posisi duduknya, tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanan itu. Hari ini, ia ingin semuanya selesai. Di seberangnya, Yudi duduk dengan wajah tegang. Sella dan ibu Yudi duduk di belakang tampak tersenyum penuh kemenangan. Sukma tidak peduli. Ia hanya ingin berpisah secepat mungkin. Hakim mengetukkan palunya. "Saudara Yudi, saudari Sukma, kita lanjutkan sidang perceraian ini. Saudara Yudi, sebelumnya Anda menyampaikan beberapa tuduhan terhadap saudari Sukma, di antaranya bahwa beliau terlalu mandiri dan tidak mendukung rumah tangga sesuai harapan Anda, serta ada keraguan mengenai kehamilannya. Benarkah?" Yudi mengangguk tegas. "Benar, Yang Mulia." Hakim mengalihkan pandangannya ke Sukma. "Saudari Sukma, apakah Anda membantah tuduhan tersebut?" Sukma mengangkat wajahnya, menatap hakim dengan tenang. "Tidak, Yang Mulia." Ruangan mendadak sunyi. Yudi mena

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 26

    Sukma berdiri di depan toko pakaian yang siap beroperasi. Matanya berembun menatap papan nama yang baru saja dipasang. Usaha ini adalah impian yang akhirnya menjadi nyata. Meski hidupnya sedang kacau karena perceraiannya dengan Yudi, setidaknya dia masih punya sesuatu yang bisa dibanggakan. Di sampingnya, Arman berdiri dengan tangan di saku, memperhatikan dalam diam. Dia tahu Sukma berusaha tegar, tapi sorot matanya menjelaskan apa yang sedang dirasakannya. “Kalau kamu butuh bantuan untuk mengurus toko ini, aku siap,” kata Arman akhirnya. Sukma tersenyum kecil. “Terima kasih, Man. Aku harus berterima kasih karna kamu udah bantu aku mewujudkan impianku. Walau buka pemilik, tapi dipercaya olehmu sudah sangat luar biasa. Aku nggak mau merepotkan kamu lagi." “Kamu nggak merepotkan aku. Malah aku senang direpotkan kamu terus.” Sukma menoleh, dan saat itu dia melihat binar di mata Arman sangat tulus, tatapannya begitu dalam membuat hatinya bergetar. Ketulusan yang tak pernah dia temukan

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 25

    "Jangan-jangan an4k yang kau kandung bukan berasal dari benihku." Sukma geram mendengar perkataan Yudi. Apakah aku serendah itu di matanya? Jangankan berzin4, berdekatan dengan lelaki lain saja tidak pernah. Sementara dia, sidang cerai belum dimulai dia sudah membawa wanita mur4han itu bersamanya. Lihatlah, dengan tidak tahu malu Sella bergelayut di lengannya. "Terserah kamu mau bicara apa. Lagipula nggak akan merubah apa pun." Sukma melangkah perlahan menuju Pengadilan Agama sambil mengusap perutnya. Meski terlihat tegar, tidak ada yang tahu hatinya ngilu mendengar tudingan Yudi. Tiga tahun pernikahan tak membuat lelaki itu benar-benar mengenalnya. Sangat miris, selama pernikahan hari-hari dia dan Yudi lewati dengan harapan Tuhan mempercayai mereka dengan memiliki an4k, tetapi saat dikabulkan lelaki itu justru menggugat cerai, memilih wanita lain. Di sampingnya, Arman berjalan dalam diam. Sesekali dia melirik Sukma. Mendengar tudingan Suami Sukma membuatnya emosi. Andai tadi Suk

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 24

    Dua minggu berlalu sejak pertengkaran di rumahnya, Yudi tidak pernah lagi datang atau sekadar bertanya kabar. Ada kesedihan mengendap di dada Sukma, bukan perihal lelaki itu mengabaikannya, tetapi dia sedih an4knya yang belum dilahirkan tidak dipedulikan sang ayah. Padahal di tiga semester pertama sangat berat, terutama morning sickness yang membuat tubuhnya lemas. Belum keinginan memakan sesuatu yang tak pernah dia makan sebelumnya. "Nak, ini rujak pepaya kampung yang kamu minta. Padahal nggak musimnya, tapi kalau emang rezeki pasti ada aja jalannya." Narti, ibu Sukma meletakkan kantong kresek di atas meja. Sukma yang sedang berada di kamar meletakkan ponselnya. Untuk merintang waktu, dia belajar bagaimana mengembangkan bisnis baik secara online atau offline. "Ibu dapat dari mana?" tanya Sukma, dia menatap rujak yang sudah tersaji di atas meja dengan mata berbinar. "Dari Wak Romlah. Katanya, anaknya baru pulang bawa banyak oleh-oleh buah. Saat Ibu lewat di depan rumah dipanggil l

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 23

    "Dia kenapa?" tanya Juno melihat Yudi uring-uringan masuk ke dalam rumah. Sella yang ditanya mengangkat bahu acuh tak acuh, dia duduk di sebelah Juno dengan raut cemberut. "Masmu dari rumah Sukma. Dia kesal karena wanita itu ada laki-laki lain.""Laki-laki lain?" Dahi Juno berkerut, dia menggeser duduk lebih dekat dengan Sella. "Maksudnya gimana?"Sella tersenyum tipis. "Sukma itu tampilannya aja alim, muslimah taat, aslinya dia doyan selingkuh." "Nggak mungkin dia begitu, kamu pasti salah."Sella berdecak. "Kalau begitu dia juga berhasil menipu kamu. Emang, ya, sekarang nggak bisa menilai orang dari penampilan." Suaranya terdengar sinis."Memangnya ada bukti kalau Mbak Sukma selingkuh?"Sella menatap Juno tajam. "Kamu masih ngebela dia? Jelas-jelas tadi saat aku dan Yudi ke rumahnya, si Sukma itu baru pulang jalan sama laki-laki lain. Bukan hanya itu, laki-laki itu mengatakan akan menikahi Sukma setelah melahirkan nanti. Aku jadi curiga, jangan-jangan an4k yang dia kandung bukan an

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 22

    Arman berlari menghampiri Sukma yang mencoba bangkit, sementara sepeda motornya dibiarkan begitu saja."Kamu nggak apa-apa?" Arman memapah Sukma membawanya duduk di trotoar."Aku nggak apa-apa, tapi perutku ...." Sukma meringis sambil memegangi perutnya.Wajah Arman pias, dia tahu Sukma sedang mengandung. "Tunggu di sini, aku ambil mobil dulu. Kita ke rumah sakit."Sukma mengangguk. Dia melihat beberapa orang lelaki membawa sepeda motornya ke pinggir. Dia juga melihat Arman berbicara dengan pemilik warung lalu memberikan sesuatu. Sukma terpaksa membanting stang sepeda motor ke kiri untuk menghindari anak kecil yang tiba-tiba berlari ke tengah jalan. Sayangnya, dari belakang sepeda motor langsung menabraknya. Beruntung keduanya tidak terlalu kencang hingga tidak ada luka serius."Ayo, apa kau kuat berjalan?" Arman membantu Sukma bangkit.Sukma mengangguk, tapi baru beberapa langkah dia mengaduh. Arman tak mau berpikir panjang dia membopong si wanita lalu mendudukkan di kursi depan di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status