Istri yang Kau Anggap Bodoh

Istri yang Kau Anggap Bodoh

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Oleh:  MaheeraOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat. 1 Ulasan
30Bab
2.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Mertua julid, ipar sinis kupikir hanya ada di sinetron. Saking takut dicap anak durhaka, suamiku menyerahkan gajinya untuk membiayai keluarganya berfoya-foya, sementara untuk kebutuhan rumah tangga aku harus bant1ng tulang! mereka pikir aku bodoh, menerima perlakukan tak adil ini. "Mulai sekarang, aku akan hitung setiap luka yang kau beri padaku. Akan ada waktunya aku menuntut bal4s!"

Lihat lebih banyak

Bab 1

Debt Kolektor

Sukma memasuki pekarangan rumah ibu mertuanya sambil menenteng dua kotak berisi makanan matang yang lebih berat dari biasanya. Setiap hari dia selalu datang untuk memastikan ibu mertuanya tidak kekurangan. Kemarin wanita itu minta dibelikan banyak bahan-bahan mentah dan lauk, tapi tidak memberi ua4ng sepeser pun. Bukannya pelit, namun ibu mertuanya mendapat jatah belanja bulanan dari Yudi, suami Sukma, lebih banyak, namun habis entah ke mana. Walau kesal, dia tetap berusaha menjalankan kewajibannya sebagai menantu. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara dari ruang tamu. Sukma mendengar suara keras pria membent4k ibu mertuanya.

"Buk, saya sudah kasih waktu cukup lama! Jangan bilang Anda tidak tahu menahu, padahal sertifikat rumah atas nama Anda dan Anda sendiri yang tanda-tangan sebagai penanggung jawab."

"Benar, Pak, bukan saya yang ngutang, tapi anak saya. "

"Saya tidak mau tahu, Buk. Angsuran sudah telat empat bulan!" suara seorang pria semakin keras, penuh amarah.

Sukma mematung. Jantungnya berdegup lebih cepat. Sertifikat rumah? Apa maksudnya? Dia membatin.

"Pak, tolonglah beri waktu. Anak saya pasti bayar, dia sedang keluar kota." Suara ibu mertua Sukma terdengar gemetar.

"Keluar kota? Saya ini sudah bosan dengar alasan itu, Buk. Kalau tidak ada yang bayar bulan ini, rumah ini akan disita!"

Sukma berjalan masuk ke dalam rumah. Dia melihat seorang pria berkemeja biru muda memasang wajah garang duduk di sofa, sementara di atas meja terlihat map berisi kertas-kertas. Di depan pria itu, ibu mertua Sukma duduk dengan wajah pucat.

"Buk, apa yang terjadi?" Sukma bertanya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang meski dadanya berdegup kencang.

Ibu mertuanya mengangkat wajah, terlihat kaget melihat Sukma. Namun, sebelum dia menjawab, pria tadi memotong,

"Anda siapa? Kalau bukan orang yang mau bayar utang, nggak usah ikut campur!"

"Saya menantunya, Pak," jawab Sukma tegas. Dia tidak suka mendengar nada bicara si pria yang terdengar kas4r. "Bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?"

Pria itu mendengkus lalu mengangkat sertifikat di tangannya. "Adik ipar Anda, Romi, menggadaikan sertifikat rumah ini. Totalnya enam puluh juta dia baru bayar satu kali. Sekarang angsurannya sudah nunggak empat bulan. Saya datang untuk menagih. Kalau tidak dibayar minggu ini, rumah ini bakal kami ambil!"

Sukma menatap ibu mertuanya yang langsung menundukkan kepala. Wajahnya memerah menahan emosi. "Bu, kenapa saya dan Mas Yudi tidak tahu apa-apa soal ini?"

Ibu mertuanya melengos, dia tidak suka mendengar pertanyaan Sukma. "Romi bilang dia butuh uang mendesak. Dia janji akan melunasi sendiri. Lagipula, Ibu tidak mau merepotkan Yudi."

Sukma berdecih, tidak mau merepotkan? Padahal selama ini mertua dan adik iparnya menjadi parasit yang menggerogoti keuangan suaminya.

"Trus sekarang gimana? Siapa yang tanggung jawab?" Suara Sukma meninggi. "Apa Mas Yudi lagi? Ibu tahu nggak, Mas Yudi sudah kerja sampai nggak peduli kesehatannya buat menutup semua utang-utang Romi sebelumnya? Kenapa Ibu biarkan dia melakukan ini lagi?"

"Sudah, sudah! Saya tidak peduli urusan keluarga kalian," potong pria itu. "Pokoknya, bayar sebelum minggu depan atau rumah ini di sita bank!"

Pria itu berbalik pergi, meninggalkan Sukma dan ibu mertuanya. Sukma berdiri mematung, menghela napas dalam untuk meredam letupan amarah di dadanya. Bagaimanapun wanita di hadapannya adalah mertua yang harus dihormati, tetapi sikap beliau sendiri yang membuatnya hilang respek.

Setelah pria itu menghilang dari pandangan, Sukma menatap ibu mertuanya dengan wajah memelas. "Bu, kenapa tidak cerita? Kenapa tidak minta pendapat Mas Yudi sebelum memberikan sertifikat rumah?"

"Kalau Yudi tahu pasti nggak ngijinin," jawab ibu mertuanya pelan.

Lagi-lagi Sukma mendengkus pelan, dia lelah mendengar alasan yang sama setiap kali Romi berulah. "Ibu tahu alasannya kenapa Mas Yudi nggak ngijinin, tapi masih nekat juga. Apa ibu nggak kasian? Mas Yudi itu anak kandung Ibu bukan sapi perah! Setiap adik-adik bikin masalah Mas Yudi yang harus menyelesaikan semuanya. Padahal ini bukan tanggung jawab dia!"

Wajah ibu mertuanya mulai cemberut, dia menatap sinis ke arah Sukma. "Ibu nggak tahu Romi akan kabur ke Jakarta. Ibu cuma percaya sama anak sendiri. Apa salahnya kalau Ibu berharap pada Yudi? Dia kan anak tertua, sudah kewajibannya bantu adik-adik. Dari dulu sudah begitu, Yudi nggak pernah protes."

Kata-kata itu membuat d4rah Sukma mendidih. "Ibu sadar nggak? Mas Yudi bukan cuma anak tertua. Dia juga suami saya. Dia punya keluarga yang harus dia pikirkan. Adik-adik bukan anak kecil lagi, bukannya mandiri malah terus-terusan jadi bebannya. Sampai kapan, Bu?" Napas Sukma tersengal, rasanya jantungnya hendak meled4k saking kesal dengan pola pikir ibu mertuanya.

Ibu mertuanya terdiam, lalu bangkit dari kursi meninggalkan Sukma masuk ke dalam kamar dengan langkah menghentak. Sukma menggeleng dengan raut kesal. Kelakuan ibu mertuanya ajaib, dia yang salah dia pula yang nyolot. Sukma meletakkan barang bawaannya ke atas meja lalu meraih ponsel di saku gamisnya. Dia memencet nomor Yudi sambil menenangkan detak jantung agar tidak terbawa emosi.

"Ya, Sayang, ada apa?" Terdengar suara Yudi diantara riuhnya suara mesin pabrik.

"Mas, kamu harus pulang sekarang juga. Sertifikat rumah Ibu digadaikan," ucap Sukma cepat begitu panggilannya tersambung.

Di ujung sana, Yudi terdiam beberapa detik sebelum menjawab, suaranya terdengar lelah. "Romi lagi?"

"Iya, Mas. Utangnya sudah nunggak empat bulan. Kalau nggak dibayar, rumah Ibu akan disita."

Sukma bisa mendengar Yudi lagi-lagi menghela napas panjang. "Aku akan cari cara."

"Mas," Sukma berusaha menjaga suaranya tetap tenang, dia tahu bagaimana kacaunya pikiran suaminya sekarang. "Kamu benar kalau milih abai sekarang. Jangan jadi tumb4l keluargamu lagi, aku nggak ikhlas. Kamu mau kan?"

Yudi tidak menjawab. Sukma menunggu, berharap ada kata-kata yang meyakinkannya. Namun yang terdengar embusan napas berat.

Ketika akhirnya Yudi bicara, suaranya terdengar datar. "Aku akan pulang nanti malam. Kita bicarakan ini di rumah."

Sukma ingin membalas, memaksa Yudi untuk menjawab pertanyaannya, tetapi pria itu sudah memutuskan panggilan, meninggalkannya dengan kekesalan yang campur-aduk di dada.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Bestin Zulvia
buku ini bagus kok
2025-05-03 08:18:57
0
30 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status